Pages

Wednesday, February 16, 2011

Hibah F-16 AS Belum Final


F-16 Fighting Falcon AU AS terbang di atas udara Rimini,Italia. (Foto: U.S. Air Force/Tech. Sgt. Dave Ahlschwede)

16 Februari 2011, Jakarta -- (Suara Karya): Proses hibah 24 unit pesawat tempur F-16A/B Block-25 dari pemerintah Amerika Serikat (AS) kepada TNI, belum sampai pada tahap finalisasi. Indonesia masih menunggu konfirmasi AS.

Demikian dikatakan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedro, dan Kepala Pusat Penerangan Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI I Wayan Midhio, yang disampaikan secara terpisah kepada Suara Karya d Jakarta, Selasa (15/2).

TNI telah menyelesaikan kajian terhadap 24 unit F-16 fighting falcon yang akan dihibahkan itu. Pesawat tempur itu masih memenuhi syarat terbang hingga 5.500 jam atau setara pemakaian minimal 25 tahun.

Bambang menyebutkan, kemampuan 24 unit F-16 hibah AS bersamaan 10 unit F-16 jenis sama milik TNI AU akan ditingkatkan setara dengan F-16 C/D Block-52 dalam rangka mendukung kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang telah ada.

"TNI AU berharap ada penambahan pesawat tempur dalam waktu cepat sehingga memaksimalkan kekuatan tempur udara skuadron F-16 yang telah kita miliki," ujarnya.

Indonesia masih menunggu konfirmasi dari pihak AS. Sementara, TNI AU telah mengirimkan hasil kajian F-16 itu kepada Mabes TNI dan Kementerian Pertahanan.

Hibah 24 unit F-16 akan memenuhi skuadron tempur TNI AU secara maksimal. "Dengan hibah itu, maka TNI AU dapat mendapat tambahan pesawat tempur untuk memberikan efek tangkal," katanya.

Biaya meningkatkan avionic 24 unit F-16 A/B setara F-16 C/D 52 sama dengan membeli 6 unit F-16C/D Block-52 yang baru, yakni 360 juta dollar AS. Selain persenjataan, kemampuan radar ditingkatkan sehingga pesawat bisa melepaskan tembakan secara akurat sebelum penglihatan kasat mata (vionic visual runs).

Secara teknis, dijelaskan Bambang, Indonesia dan AS belum memutuskan proses dan lokasi up-grade F-16 hasil hibah AS karena harus melalui kesepakatan (memorandum of understanding/MoU). Upgrade menjadi satu paket dengan 10 unit F-16 Blok-25 milik TNI AU.

Persetujuan DPR

Wayan menyebutkan, Kemhan dalam kapasitas pada level kebijakan mendukung hibah F-16 dari AS. "Pemerintah mendukung keinginan TNI," ujarnya.

Pemerintah sendiri terus membantu perawatan dan pemeliharaan pesawat tempur F-16 TNI Angkatan Udara, pascaembargo. Perawatan dan pemeliharaan dilakukan oleh perusahaan Pratt & Whitney, yang rutin datang dua kali setahun melakukan pengecekan terhadap pesawat-pesawat F-16 yang bermarkas di Pangkalan Udara Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur.

Sementara itu, Komisi I DPR meminta TNI dan pemerintah teliti menerima hibah F-16A/B Block-25 A. Hasil kajian yang telah dilakukan TNI perlu disampaikan di hadapan Komisi I (DPR)," ujar anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya.

Koleganya dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengingatkan Kemhan dan TNI tidak terburu-buru menerima hibah dua squadron pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat. Sebab, Kemhan pernah menjanjikan kepada Komisi I DPR untuk tranparan membeberkan hasil kajian terhadap hibah F-16 AS.

"Kalau tak melalui kajian berarti melanggar kesepakatan dengan Komisi I. Kami bisa minta dibatalkan hibah tersebut dengan alasan efisiensi dan efektivitas," ujarnya.

Tantowi mengkhawatirkan hibah F-16 akan menambah ketergantungan Indonesia kepada AS. DPR juga tidak ingin hibah F16 ini mengganggu rencana pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) dari dalam negeri.

Sumber: Suara Karya

Wakasal: Peningkatan Kekuatan Laut Tidak Bisa Ditawar


KRI Sutedi Sena Putra. (Foto: Koarmatim)

16 Februari 2011, Jakarta (ANTARA News): Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Marsetio mengatakan bahwa peningkatan kekuatan pengamanan laut Indonesia tidak bisa ditawar lagi.

"Sebagian besar atau dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut. Bahkan kawasan ASEAN sebagian besar wilayah perairannya berada di Indonesia," katanya saat memberikan kuliah kepada para mahasiswa Universitas Pertahanan di Jakarta, Rabu.

Marsetio menuturkan, dengan kondisi itu wajar apabila kepentingan nasional Indonesia bertumpu pada bidang maritim.

Tak hanya itu, lanjut dia, posisi geografis Indonesia yang berada diantara dua benua dan dua samudera, mengandung konsekuensi yang besar.

"Terdapat kepentingan banyak negara baik di Asia Pasifik maupun Eropa dan Timur Tengah karena mereka menggunakan sebagian perairan Indonesia," katanya.

Kondisi itu, lanjut Marsetio, berpotensi terjadinya benturan akibat bertemunya kepentingan negara-negara pengguna laut.

Dijelaskannya, potensi tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah yang merugikan kepentingan nasional Indonesia di laut, seperti ancaman yang diakibatkan sengketa perbatasan, gangguan keamanan dan pelanggaran hukum, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam laut yang berlebihan dalam rangka perebutan energi.

"Untuk itu, dalam rangka menjamin kepentingan nasional di laut, diperlukan pembangunan kekuatan laut (sea power) yang melibatkan semua komponen laut/maritim nasional dan itu tidak bisa ditawar-tawar lagi," kata Wakasal

Kekuatan laut Indonesia merupakan gabungan antara kekuatan TNI AL dengan kekuatan non TNI AL seperti armada perdagangan nasional, armada perikanan, industri jasa maritim dan masyarakat maritim.

"Peran kekuatan laut di Indonesia harus terus ditingkatkan, disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis dan pola ancaman yang dihadapi termasuk dampak dari globalisasi," katanya.

Sumber: ANTARA News

Operasi Surya Baskara Jaya Akan Digelar di Wakatobi


Kapal rumah sakit KRI dr Soeharso. (Foto: Dispenal)

16 Februari 2011, Kendari -- (ANTARA News): Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) akan menggelar operasi bhakti Surya Baskara Jaya di perairan Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara, mulai Juni hingga Agustus 2011.

"TNI-AL akan melakukan operasi itu dalam rangka memeriahkan Sail Indonesia 2011 yang dipusatkan di Wakatobi dan Belitung atau Sail Wakatobi-Blitung (SWB)," kata Bupati Wakatobi Hugua kepada ANTARA News melalui telepon dari Jakarta, Rabu.

Menurut Hugua, TNI AL akan menempatkan armada kapalnya di perairan laut Wakatobi dan sekitarnya untuk melakukan berbagai kegiatan sosial terutama memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat.

TNI AL akan memfungsikan kapal yang ditempatkan di Wakatobi tersebut sebagai rumah sakit terapung selama pelaksanaan Sail SWB berlangsung.

"Selain melayani kesehatan para penyelenggara kegiatan termasuk peserta sail, rumah sakit terapung yang dikerahkan TNI AL itu juga akan melayani kesehatan masyarakat Wakatobi dan sekitarnya yang membutuhkan pengobatan," katanya.

Bupati Hugua mengatakan tenaga medis yang akan bertugas di atas kapal tersebut selain dokter umum, juga para dokter ahli dari berbagai jenis penyakit.

"Kita harapkan masyarakat Wakatobi dan sekitarnya dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan gratis yang disedikan TNI AL melalui operasi Surya Baskara Jaya itu," katanya.

Sumber: ANTARA News

TNI AU Kembangkan Kekuatan Satuan Radar


Panglima TNI, Laksamana TNI, Agus Suhartono, menjawab pertanyaan wartawan, saat wawancara di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Senin (14/2). Dalam wawancara tersebut Panglima TNI, Laksamana TNI, Agus Suhartono, diantaranya memaparkan soal rencana peremajaan Alat Utama Sistem Senjata(Alutsista) dan kesejahteraan prajurit. (Foto: ANTARA/ Ujang Zaelani/Koz/mes/11)

10 Februari 2011, Jakarta -- (Suara Karya): TNI Angkatan Udara secara bertahap mengembangkan kekuatan satuan radar untuk mengawal dan mempertahankan wilayah udara nasional. Penambahan kekuatan satuan radar dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan udara Indonesia oleh Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas).

"Kekuatan satuan radar diharapkan mampu mengawasi dan mengontrol ruang udara seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), " ujar Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat dalam amanatnya yang dibacakan Panglima Kohanudnas Marsda TNI Eddy Suyanto dalam upacara memperingati HUT ke-49 Kohanudnas di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (9/2).

Secara spesifik, TNI AU melalui Kohanudnas memberikan pengawasan ekstra terhadap wilayah perbatasan Indonesia dengan negara - negara tetangga serta jalur lalu lintas penerbangan yang padat dan rawan.

"Untuk itu Kohanudnas diharapkan berani bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran yang memasuki wilayah udara yurisdiksi nasional, dengan tetap berpedoman pada prosedur hukum yang berlaku," ujar KSAU.

Pengembangan satuan radar, kata Imam, cermin Kohanudnas memiliki lingkup tugas dan tanggung jawab yang sangat strategis sebagai alat pertahanan udara yang tangguh. Tugas dan tanggung jawab Kohanudnas adalah mendeteksi dini dan menindak cepat dan tepat setiap pelanggaran wilayah udara yang masuk illegal ke yurisdiksi udara nasional.

"Terlebih jika dihadapkan dengan luas wilayah udara yurisdiksi nasional yang terbentang dari Sabang hingga Papua termasuk di dalamnya objek vital yang ada perlu mendapatkan pengawasan dan pengamanan oleh alat utama sistem senjata pertahanan udara yang handal," ujarnya.

Keseimbangan Kekuatan

Karena itu, ke depan TNI AU menyiapkan Kohanudnas dalam keseimbangan peningkatan kekuatan, seperti yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) II TNI tahun 2010 - 2014. Tugas Kohanudnas semakin berat menyusul tantangan dan ancaman yang ada. "TNI AU bertekad untuk menyiapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan maupun kekuatan jajaran Kohanudnas," ujar dia.

Perkembangan lingkungan strategis yang terus berubah secara cepat di tingkat internasional, regional maupun nasional, mengisyaratkan, bahwa tugas dan tanggung jawab Kohanudnas dalam menjaga dan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan serta integritas nasional di masa mendatang akan menghadapi tantangan yang semakin berat.

Sumber: Suara Karya

TNI Terima Hibah Pesawat F-16 AS


F-16 Fighting Falcon AU AS. (Foto: U.S. Air Force/Master Sgt. David Neve)

14 Februari 2011, Jakarta -- (ANTARA News): Tentara Nasional Indonesia (TNI) menerima tawaran hibah dua skuadron pesawat tempur F-16A/B Fighting Falcon dari Amerika Serikat (AS).

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono kepada ANTARA di Jakarta, Senin, mengemukakan, proses persetujuan sudah disampaikan Kementerian Pertahanan dan kini menunggu konfirmasi dari pihak AS.

"Prosesnya sedang berjalan, sudah ditindaklanjuti juga oleh Kementerian Pertahanan dan saat ini kita menunggu konfirmasi lebih lanjut dari AS tentang persetujuan RI atas hibah tersebut," ujarnya.

Agus menuturkan, pertimbangan TNI menerima hibah dua skuadron F-16A/B Fighting Falcon itu dikarenakan lebih efektif dan efisien jika membeli enam pesawat sejenis yang baru.

"TNI telah memprogramkan pengadaan enam pesawat F-16 yang baru dari AS pada 2014, yang lebih canggih. Namun, dari segi harga lebih hemat jika kita menerima hibah dua skuadron F-16 tersebut," katanya.

Dari sisi teknologi, lanjut Panglima TNI, ke-24 unit pesawat hibah itu dapat di-upgrade disesuaikan dengan teknologi terbaru setara dengan F-16 varian terbaru yakni F-16 C/D Block 52.

"Sistem avioniknya kita up-grade, termasuk sistem persenjataannya, maka pesawat F-16 yang dihibahkan itu masih sangat `mumpuni` sebagai persenjataan yang memberikan efek tangkal," katanya.

Bahkan, masa pakai pesawat F-16 yang dihibahkan itu masih bisa mencapai 20 hingga 25 tahun lagi. "Jadi, lebih efektif dan efisien kita menerima hibah itu, daripada membeli enam pesawat sejenis yang baru," katanya.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedro mengatakan, pihaknya berharap dengan hibah itu, TNI segera dapat memenuhi skuadron tempurnya secara maksimal.

Sumber: ANTARA News

Monday, February 14, 2011

MAIN BATTLE TANK


ILMU PENGETAHUAN

Main battle tank
Leopard 2 A5 der Bundeswehr.jpg
German Leopard 2A5 main battle tank.
Type Tank
Service history
In service 1946–present
Specifications

Armor Steel plate or composite armour. May be supplemented by explosive reactive armour plating.
Primary weapon Tank gun
Suspension Torsion bar or hydropneumatic.



A battle tank was described in Treaty on Conventional Armed Forces in Europe as follows:
The term "battle tank" means a self-propelled armoured fighting vehicle, capable of heavy firepower, primarily of a high muzzle velocity direct fire main gun necessary to engage armoured and other targets, with high cross-country mobility, with a high level of self-protection, and which is not designed and equipped primarily to transport combat troops. Such armoured vehicles serve as the principal weapon system of ground-force tank and other armoured formations. Battle tanks are tracked armoured fighting vehicles which weigh at least 16.5 metric tonnes unladen weight and which are armed with a 360-degree traverse gun of at least 75 millimeters calibre. In addition, any wheeled armoured fighting vehicles entering into service which meet all the other criteria stated above shall also be deemed battle tanks.

History

 Cold War

Medium tanks gradually evolved into the new concept of the MBT. This transition happened gradually in the 1960s[1], as it was realized that medium tanks could carry guns (such as the US 90 mm, Soviet 100 mm, and especially the British L7 105 mm) that could penetrate any practical level of armor at long range. The World War II concept of heavy tanks, armed with the most powerful guns and heaviest armor, became obsolete since they were just as vulnerable as other vehicles to the new medium tanks.[citation needed] Likewise, World War II had shown that lightly-armed, lightly-armored tanks were of little value in most roles. Even reconnaissance vehicles had shown a trend towards heavier weight and greater firepower during World War II; speed was not a substitute for armor and firepower.
The Main Battle Tank thus took on the role the British had once called the 'Universal tank', exemplified by the Centurion, filling almost all battlefield roles. Typical Main Battle Tanks were as well armed as any other vehicle on the battlefield, highly mobile, and well armored. Yet they were cheap enough to be built in large numbers. The first American main battle tank was the M60[2], and the first Soviet main battle tank was the T-64[3].

[edit] Asymmetrical warfare

A German Leopard 2 in the PSO-version, prepared for asymmetrical warfare
As of 2005, there were 1,100 M1 Abrams used by the United States Army in the course of the Iraq War. They have proven to have an unexpectedly high vulnerability to roadside bombs.[4] A relatively new type of remotely-detonated mine, the explosively formed penetrator has been used with some success against American armoured vehicles. However, with upgrades to their armour in the rear, M1s have proven invaluable in fighting insurgents in urban combat, particularly at the Battle of Fallujah, where the Marines brought in two extra brigades.[5] Britain deployed its Challenger 2 tanks to support its operations in southern Iraq.

Design

 Overview


1. Periscope
2. Gun mantlet
3. Coaxial gun
4. Bore evacuator
5. Main gun
6. Driver's optics
7. Driver's hatch
8. Glacis plate
9. Continuous track
10. Machine gun ammunition
11. Commander's machinegun

12. Hatch or cupola
13. Gun turret
14. Turret ring
15. Hull
16. Engine air intake
17. Engine compartment
18. Armoured skirt
19. Drive sprocket
20. Link
21. Road wheel
M1 Abrams diagram num.svg

 Countermeasures

The M1 Abrams has been modified to counter threats unique to asymmetric warfare
Originally, most MBTs relied on traditional steel armor to defend against various threats. As newer threats emerged, however, the defensive systems used by MBTs had to evolve to counter them. One of the first new developments was the use of reactive armor (ERA), developed by Israel in the early 1980s to defend against the shaped-charge warheads of modern anti-tank guided missiles and other such high-explosive anti-tank (HEAT) projectiles. This technology was subsequently adopted and expanded upon by the United States and Soviet Union. The benefit of ERA was that it could be added to existing vehicles to increase their survivability, though the detonation of ERA blocks created a hazard to supporting infantry near the tank. Despite this drawback, it is still employed on many Russian MBTs, the latest generation Kontakt-5 being capable of defeating both HEAT and kinetic energy penetrator threats. The Soviets also developed systems designed to more actively neutralize hostile projectiles before they could even strike the tank, namely the Shtora and Arena systems. Recently, the United States has adopted similar technologies in the form of the Missile Countermeasure Device and as part of the Tank Urban Survival Kit used on Abrams tanks serving in Iraq.
Other defensive developments focused on improving the strength of the armor itself; the most notable advancement coming from the British with the development of chobham armor in the 1970s. It was first employed on the American M1 Abrams and later the Challenger 1. Chobham armor uses a lattice of composite and ceramic materials along with metal alloys to defeat incoming threats, and proved highly effective in the conflicts in Iraq in the early 1990s and 2000s; surviving numerous impacts from rocket-propelled grenades with negligible damage.

[edit] Weapons suite

An M1 Abrams firing.
French Leclerc.
MBTs are equipped with a main tank gun, and at least one machine gun.
MBT main guns are generally between 90 and 130mm caliber and can fire both anti personnel rounds such as high explosive or high explosive fragmentation as well as dedicated anti armor rounds, usually both HEAT (highly explosive anti-tank), and some form of high velocity kinetic energy penetrator round, such as APFSDS (Armor-piercing fin stabilized discarding sabot) ammunition. The cannon serves a dual role, able to engage other armored targets such as tanks and fortifications, and soft targets such as light vehicles and infantry. It is fixed to the turret, along with the loading and fire mechanism. Modern tanks utilize a sophisticated fire-control system, including rangefinders, computerized fire control, and stabilizers, which are designed to keep the cannon stable and aimed even if the hull is turning or shaking, making it easier for the operators to fire on the move and/or against moving targets.
Usually, a MBT carries 30-50 rounds of ammunition for its main gun, usually split between HE, HEAT and kinetic energy penetrator rounds. Some MBT's may also carry smoke or white phosphorus rounds. Some MBTs are equipped with an auto-loader, such as the French Leclerc, or the Russian T-64, T-72, T-80 and T-90 and, for this reason,the crew is reduced to 3 members.
As secondary weapons, an MBT usually uses between one and four machine guns to engage infantry and light vehicles. Many MBTs mount one heavy caliber anti-aircraft machine gun (AAMG), usually of .50 caliber (like the Browning M2 or DShK), which can be used against helicopters and low flying aircraft. However, their effectiveness is limited in comparison to dedicated anti-aircraft artillery. The tank's machine guns are usually equipped with between 500 and 3000 rounds each.
An Arjun tank undergoing suspension testing

Mobility

MBTs, like previous models of tanks, move on treads, which allow a decent level of mobility over most terrain including sand and mud. They also allow tanks to climb over most obstacles. MBTs are impermeable, so they can even dive into shallow water (5 meters with snorkel). On the other hand, treads are not as fast as wheels, therefore the maximum speed of a tank is about 65 km/h (72 for the Abrams M1). The extreme weight of vehicles of this type (60-70 tons) also limits their speed. They are usually equipped with a 1200-1500 HP engine (more than 25000 cc) with an operational range near 500 km.

Role

The Main Battle Tank fulfills the role the British had once called the 'Universal tank', filling almost all battlefield roles. The modern light tank supplements the MBT in expeditionary roles and situations where all major threats have been neutralized and excess weight in armor and armament would only hinder mobility and cost more money to operate.

SUMBER WIKI PEDIA

Basarnas Mendapatkan Hibah Mi-17 Dari Bulgaria



Helikopter Mi-17 AD Bulgaria

Berencana Membeli 4 Helikopter dan 6 Kapal Baru

JAKARTA - Badan SAR Nasional atau Basarnas berencana membeli 4 helikopter baru untuk kegiatan SAR tahun 2011 ini. Selain itu, Basarnas juga akan mendapatkan hibah berupa 8 helikopter MI 17 dari Bulgaria.

"Tahun ini ada pembelian 4 helikopter tipe sedang. Lalu kalau prosesnya lancar, akan ada hibah dari Bulgaria," kata Kepala Basarnas Letjen Nono Sampono, usai bertemu dengan Wakil Presiden Boediono di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (14/2).

Menurut Sampono, sejak Pakta Warsawa runtuh, semua alutsista negara-negara anggotanya, termasuk Bulgaria, tidak boleh dipakai lagi untuk kepentingan militer melainkan hanya untuk kemanusiaan. Karena itu, Bulgaria berminat menyumbangkan helikopternya kepada Basarnas.

"Itu helikopter tahun 1990-an. Masih bagus, kok. Tinggal bagaimana kita me-maintenance-nya," tandas Nono.


Kepala Basarnas Letjen (Mar) Nono Sampono

Sedangkan tentang rencana pembelian 4 helikopter, lanjut Nono, saat ini sedang dibahas beberapa alternatif. Pertimbangan utamanya adalah masalah spesifikasi dan maintenance apabila helikopter tersebut telah digunakan Basarnas.

Selain helikopter, tambahnya, Basarnas juga akan mendisain 6 kapal yang dilengkapi landasan helikopter (helipad). 5 Kapal berbahan dasar fiber, sedangkan 2 kapal berbahan logam. Kapal-kapal tersebut akan disebar di wilayah timur, tengah, dan barat Indonesia.

"Akan kita desain ada helipad dan dia bisa refuel di situ. Kapal itu dibikin di dalam negeri untuk Basarnas. Panjanganya 60 meter. Kebanyakan kita hanya punya yang 30 meter," tandas Nono.

Sumber : DETIKNEWS.COM

BERITA POLULER