Pages

Wednesday, February 2, 2011

Militer China yang Semakin Modern


Prototipe jet tempur siluman Cina J-20 terlihat di Chengdu, provinsi Sichuan, 7 Januari 2011. (Foto: Reuters)

2 Februari 2011 -- (KOMPAS): Tanggal 10 Januari lalu menjadi momen yang penting bagi militer China. Walaupun masih dalam tahap uji coba, suksesnya uji terbang prototipe pesawat siluman (stealth) J-20 itu menjadi bukti dari pencapaian yang signifikan bagi China, khususnya industri pertahanannya.

Berita soal uji terbang pesawat siluman J-20 oleh China itu menjadi perhatian dunia karena dilangsungkan menjelang kunjungan empat hari Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates ke China. Dan, menjelang kunjungan Presiden China Hu Jintao ke Washington DC, Amerika Serikat.

Namun, China berupaya agar berita tentang pesawat siluman J-20 itu tidak dibesar-besarkan sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran pada negara-negara tetangga. China pun menyatakan, pembuatan pesawat siluman itu semata-mata untuk memodernisasi kemampuan militernya dalam mempertahankan negaranya yang sangat luas itu. Sama sekali tidak ada niatan pada militer China untuk mengancam negara lain. Kebijakan pertahanan nasional China bersifat defensif.

Menurut militer China, dibandingkan dengan luas wilayah negara dan jumlah penduduknya, kekuatan militer China tergolong moderat. Bahkan, lemah apabila dibandingan dengan kekuatan militer negara-negara Barat. Militer China jangan dilihat sebagai tengah mencari hegemoni, memperbesar kekuatan militer, maupun perlombaan senjata. Militer China bukan ancaman bagi negara lain.

China mengklaim bahwa negaranya selalu membantu menjaga stabilitas dan perdamaian dunia. Apabila terjadi konflik, China selalu mengupayakan penyelesaian secara damai melalui jalur-jalur diplomatik. Perundingan enam pihak yang melibatkan China, Amerika Serikat, Rusia, Jepang, serta Korea Selatan dan Korea Utara untuk membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan konflik kedua Korea itu merupakan salah satu bukti kesungguhan China.

Agar persenjataan nuklir China tidak dibesar-besarkan hingga berkembang tidak terkendali, China mengundang Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates untuk berkunjung ke Pusat Komando Nuklir China. Dalam kunjungannya ke Pusat Komando Nuklir China, Gates mendapatkan gambaran singkat mengenai komando strategis nuklir dan kebijakan nuklir China.

Menurut Gates, dalam kunjungan itu, China sempat membicarakan tentang strategi nuklir dan pendekatan menyeluruh China terhadap konflik, termasuk kebijakan China untuk tidak menggunakan senjata nuklir untuk serangan pre-emptive (serangan untuk mematahkan serangan). ”Pembicaraan di tempat itu berlangsung cukup terbuka,” ujar Gates. Ia menambahkan, dalam kunjungannya, Jenderal Jing Zhiyuan, Komandan Pasukan Nuklir China, menerima undangannya untuk berkunjung ke Pusat Komando Strategis Amerika serikat di Nebraska.

Baik China maupun Amerika Serikat sama-sama memiliki misil jarak jauh yang dapat menjangkau garis pantai masing-masing, tetapi kedua negara menegaskan bahwa mereka tidak berniat untuk menggunakannya.

Bukan lagi yang lama

Militer China bukan lagi militer China yang lama, yang mengandalkan jumlah prajurit. China telah berubah menjadi salah satu negara industri besar, karena itu dengan sendirinya postur militer China pun berubah menjadi militer yang modern.

Pada akhir tahun 2005, China baru saja menyelesaikan putaran terakhir pengurangan personel sebanyak 200.000 orang. Dengan pengurangan tersebut, personel Angkatan Bersenjata China berjumlah sekitar 2,3 juta orang. Dengan memasukkan milisi dan pasukan cadangan, jumlah total personel Angkatan Bersenjata China mencapai 3,2 juta. Dan, dalam memodernisasi kemampuan angkatan bersenjatanya, China mendapatkan bantuan dari Rusia.

Keberhasilan China mengirimkan orang keluar angkasa dengan pesawat ruang angkasa Shenzou 5, dan kembali dengan selamat di Bumi, menjadikan China dapat disejajarkan dengan Rusia dan Amerika Serikat. Rusia pertama kali menerbangkan Yuri Gagarin dengan dengan pesawat Vostok pada 12 April 1961, diikuti Amerika Serikat yang menerbangkan John H Glenn Jr dengan pesawat Mercury-Atlas Friendship 7 pada 20 Februari 1962. China mengirimkan Yang Liwei ke ruang angkasa dengan pesawat Shenzou 5 pada 15 Oktober 2003.

Memang, dibandingkan dengan Rusia dan Amerika Serikat, China tertinggal 40 tahun, tetapi dari 195 negara di dunia saat ini, China adalah nomor tiga, suatu prestasi yang tidak dapat dianggap remeh.

Disebut-sebut, China ”mencuri” teknologi stealth dari pesawat Amerika Serikat yang ditembak jatuh oleh misil Serbia tahun 1999 dalam perang Kosovo. Namun, China membantah hal itu. Lepas dari hal itu benar atau tidak, tetapi dalam industri pesawat terbang China memang tidak dapat dipandang sebelah mata.

Di masa lalu, di masa Perang Dingin, dengan bekerja sama dengan Rusia (dulu Uni Soviet), China memproduksi pesawat tempur MiG. Pada tahun 2006, China yang membeli pesawat tempur terbaru dari Rusia, termasuk pesawat multiperan Su-30MKK dan pesawat pemukul maritim Su-30MK2, guna melengkapi pesawat tempur Su-27 yang sudah lebih dulu ada. Dan, pada saat itu, China tengah memproduksi versi sendiri dari Su-27SK, F-11, di bawah lisensi Rusia. Bahkan, diberitakan bahwa tahun sebelumnya, China tengah mengupayakan negosiasi ulang kesepakatan untuk memproduksi pesawat multiperan Su-27SMK.

Bukan itu saja, pada tahun 2010, China juga memproduksi pesawat berbadan lebar Airbus A320 di kawasan industri yang baru dikembangkan di Tianjin Binhai. Kawasan industri baru di Tianjin Binhai itu akan menjadi pusat industri penerbangan dan dirgantara, petrokimia, dan energi alternatif.

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada akhirnya China dapat membuat pesawat siluman J-20 yang diuji terbang pada 10 Januari lalu. Sebagaimana diberitakan, uji terbang itu berlangsung sukses. Namun, yang masih harus diuji coba adalah seberapa siluman pesawat tersebut, atau seberapa besar kemampuan pesawat itu bersembunyi dari deteksi radar.

Secara umum, sosok pesawat tersebut bisa dikatakan mirip pesawat yang dibuat Amerika Serikat dan Rusia, seperti F-22 Raptor, F-35 Lightning II, dan prototipe Sukhoi T-50. Namun, badan pesawat J-20 lebih panjang dibandingkan dengan F-22 Raptor. Sekilas mengingatkan pada desain pesawat YF-23 buatan Northrop/McDonnell Douglas yang kalah tender dengan F-22 pada program pengadaan pesawat tempur masa depan AS. Badan yang panjang ini menimbulkan dugaan bahwa pesawat tersebut memiliki daya jelajah dan kemampuan membawa senjata lebih besar dibandingkan Raptor.

Disebut-sebut bahwa pesawat siluman J-20 ini akan mulai dioperasikan oleh Angkatan Udara China paling cepat pada tahun 2017. Pesawat itu disebut mampu mencapai kawasan Guam milik AS di tengah Samudra Pasifik dan akan dipersenjatai dengan rudal-rudal berkemampuan tinggi.

Para pejabat militer Amerika Serikat sendiri tidak khawatir bahwa J-20 akan menjadi ancaman bagi F-22 Amerika Serikat dalam waktu dekat. Pertama, masih belum jelas kapan pesawat siluman itu akan dioperasikan. Kedua, mengembangkan kemampuan siluman dengan prototipe, dan mengintegrasikannya ke lingkungan tempur yang sesungguhnya diperlukan waktu.

Juru bicara Pentagon, Kolonel Dave Lapan, menambahkan, sampai saat ini China masih menghadapi masalah dengan mesin-mesin pesawat tempur generasi sebelumnya. ”Menurut perkiraan kami, China baru akan mengoperasikan pesawat tempur generasi kelima sekitar akhir dekade ini,” katanya.

Pertanyaan yang tetap menggantung adalah benarkah modernisasi militer China berbahaya bagi negara-negara tetangganya? Jawabannya bisa macam-macam, tergantung siapa yang menjawabnya. Jika Amerika Serikat yang menjawab, maka jawabannya adalah modernisasi militer China akan berbahaya bagi negara-negara tetangganya dan bagi militer Amerika Serikat di Pasifik.

Namun, sesungguhnya, modernisasi militer China diperlukan untuk mengimbangi kekuatan militer Amerika Serikat di Asia Pasifik. Membiarkan Amerika Serikat menjadi satu-satunya kekuatan penentu di Asia Pasifik tidaklah bijaksana. Sebaliknya, membiarkan China menjadi satu-satunya kekuatan penentu di Asia Pasifik juga tidak baik. Diperlukan keseimbangan yang baik di antara dua kekuatan besar di Asia Pasifik itu.

Mengenai hubungan China dengan Taiwan diperkirakan tidak akan ada yang berubah, sejauh Taiwan tidak melakukan tindakan atau mengambil kebijakan yang membahayakan dirinya sendiri. Jika Taiwan tetap memelihara keadaan status quo seperti saat ini, maka keadaannya akan baik-baik saja. Keadaan akan runyam jika Taiwan memutuskan untuk secara resmi memisahkan diri dari China dengan mendeklarasikan kemerdekaannya. Mengingat China sudah mengesahkan Undang-Undang Antipemisahan yang membenarkan penggunaan cara-cara nondamai terhadap Taiwan apabila semua cara damai mengalami jalan buntu.

Amerika Serikat—yang berhubungan baik dengan China, mempunyai perjanjian untuk membantu Taiwan membela diri apabila diserang oleh China—tidak memiliki pilihan lain kecuali mendorong China dan Taiwan untuk sama-sama menjaga status quo.

Sumber: KOMPAS

KKIP Jelaskan Hasil Evaluasi dan Target 2011


Meriam buatan PT. PINDAD. (Foto: Berita HanKam)

2 Februari 2011, Jakarta -- (DMC): Juru Bicara Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Silmy Karim didampingi Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI I Wayan Midhio dan Direktur Teknologi dan Industri Ditjen Pothan Kemhan Brigjen TNI Agus Suyarso, Selasa (1/2), berbicara di depan pers dalam konferensi pers mengenai perkembangan terbaru kinerja KKIP, di Kantor Kemhan, Jakarta. Konferensi pers oleh Juru Bicara KKIP ini menjelaskan mengenai evaluasi kerja KKIP di tahun 2010 dan target KKIP di tahun 2011.

Dikatakannya, evaluasi yang dilakukan KKIP terhadap industri pertahanan di Indonesia menyangkut beberapa hal, yaitu : inventarisasi permasalahan industri pertahanan secara lebih mendalam dan juga mengidentifikasi potensi sinergitas antara lembaga dalam mendukung kebijakan revitalisasi industri pertahanan. Evaluasi tersebut menjadi dasar dalam menetapkan target KKIP pada tahun 2011.

Silmy Karim menjelaskan, hasil inventarisasi permasalahan yang dilakukan KKIP terhadap industri pertahanan, dari sisi pengguna (user) adalah masalah delivery (keterlambatan pengiriman), kualitas dan kompetensi teknis, serta modalitas produksi yang belum ideal. Sedangkan dari sisi produsen kaitan jumlah pesanan dihubungkan dengan skala ekonomi dan kepastian pemesanan/kebutuhan dalam rentang waktu yang cukup.

Menurutnya, yang menjadi perhatian KKIP pada tahun 2011 adalah memaksimalkan pengguna produksi industri pertahanan dalam negeri. Selain itu KKIP juga memformulasikan kebutuhan Minimum Essential Forces yang dapat menggunakan industri dalam negeri, serta revitalisasi manajemen produksi BUMN industri pertahanan.

Lebih lanjut Juru Bicara KKIPmenjelaskan, target KKIP pada tahun 2011 meliputi revitalisasi industri pertahanan (BUMNIP), memaksimalkan kerjasama antar lembaga di dalam dan di luar negeri. KKIP juga memastikan pengimplementasian Peraturan Presiden (Perpres) nomor 54 tahun 2010 yang salah satu isinya mewajibkan pengadaan alutsista TNI dengan menggunakan produksi dalam negeri.

Dalam upaya revitalisasi industri pertahanan BUMNIP, KKIP akan mengawasi BUMNIP bukan hanya dalam hal manajemen produksi saja tetapi juga kepemimpinan BUMNIP secara mendalam. Sedangkan potensi sinergitas berupa kerjasama antar lembaga meliputi sinergi dalam kegiatan riset, produksi, dan pemasaran. Ditegaskan oleh Juru Bicara KKIP, dalam menjalankan tugasnya KKIP mengedepankan upaya bersama antar lembaga pemerintah yang secara langsung berkepentingan dalam program revitalisasi industri pertahanan.

Sementara itu dijelaskan oleh Kapuskom Publik Kemhan, RUU mengenai industri pertahanan saat ini sudah berada di Sekretariat Negara menunggu ditandatangani oleh Presiden. Saat ini, justru inisiatif penyusunan RUU Industri Pertahanan berada di pihak DPR.

Sumber: DMC

Industri Pertahanan Indonesia




Mantan Presiden BJ Habibie menyampaikan pendapatnya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/1). Pertemuan tersebut membahas seputar alutsista dan industri pertahanan nasional. (Foto: ANTARA)

Presiden ke-3 RI BJ Habibie kembali buka suara soal pesawat terbang dan industri pertahanan Indonesia yang menurutnya tidak memiliki arah yang jelas menuju kemandirian. Bahkan mantan Menteri Riset dan Teknologi di masa pemerintahan Soeharto itu menilai industri pertahanan kita mandek. Soalnya, tidak ada dukungan anggaran yang memadai dari pemerintah.

Benarkah demikian? Jawabnya bisa benar dan bisa keliru. Penilaian Habibie bisa jadi benar karena harapan akan kemandirian industri pertahanan atau pengembangan alat utama sistem senjata (alutsista) belum mampu dipenuhi produsen industri strategis Indonesia, dan untuk melengkapi kebutuhan alutsista, kita masih membeli atau impor dari beberapa negara.

Tetapi, melihat perkembangan industri strategis kita dan rencana besar yang sudah dicanangkan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, seperti membuat pesawat tempur dan kapal selam, pasti ada kemajuan besar. Apalagi beberapa produk industri strategis dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI), misalnya, diminati negara lain. Meski demikian, kehadiran Habibie dalam rapat dengar pendapat umum di Komisi I DPR, Senin (31/1), bertujuan mendapatkan masukan bagi pembahasan RUU Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan.

RUU ini sedang digodok oleh Komisi I DPR. RUU ini penting agar Indonesia punya industri pertahanan nasional yang bisa menjadi sumber ekonomi sekaligus devisa bagi bangsa. Dalam konteks membahas industri strategis dalam bidang pertahanan ini, ada dua kutub pandangan. Pertama, pandangan Habibie yang tahu betul soal ini dan ikut membangun institusi untuk memajukan industri pertahanan. Kedua, kenyataan bahwa industri pertahanan masih berjalan dan tengah menatap kemajuan meski belum signifikan.

Kita berharap pandangan kritis, dan mungkin ungkapan kekecewaan Habibie, mendapat reaksi positif dari pihak terkait, lalu melakukan pembenahan dan mulai melakukan aksi nyata bagi kemandirian industri pertahanan kita. Berbicara soal industri pertahanan, ada baiknya kita kutip pernyataan mantan Menristek Kusmayanto Kadiman dalam sebuah semiloka “Revitalisasi Iptek Hankam untuk Kemandirian Industri Pertahanan 2025”.

Dia mengatakan untuk menuju kemandirian, perlu ada kebijakan strategis penguasaan teknologi pertahanan dan keamanan yang selama ini diarahkan pada pemenuhan kebutuhan alutsista, peningkatan kapabilitas kemampuan iptek pertahanan dan keamanan di kalangan industri nasional, serta hal lainnya. Namun, semua itu tidak akan tercapai tanpa sinergi yang solid antara pemerintah dan seluruh instansi terkait dalam menjawab tantangan pengembangan produk-produk andalan iptek pertahanan dan keamanan nasional.

Karena itu, sungguh tepat penegasan Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro bahwa revitalisasi industri pertahanan dalam negeri perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Sebab keberadaan industri pertahanan dalam negeri seperti PT DI dan produsen pesawat lainnya, selain dapat memenuhi alutsista, seperti Super Puma NAS 332/C Tactical Transport yang diproduksi oleh PT DI, turut menyumbang kelengkapan alutsista TNI AU.

Industri pertahanan kita juga telah berhasil membuat kapal perang terbesar se-Asia Tenggara dengan dilengkapi peralatan tempur canggih. Setelah itu, kini, Kementerian Pertahanan mulai serius mempersiapkan rencana pembuatan kapal selam yang merupakan alat tempur bawah laut tersebut. Pemikiran dan pandangan Habibie yang menginginkan agar Indonesia lebih mengutamakan industri pertahanan dalam negeri harus kita dukung.

Begitu juga rencana-rencana besar Kementerian Pertahanan untuk terus melakukan revitalisasi dan memajukan industri pertahanan. Mendekatkan pandangan Habibie dan kinerja industri pertahanan dalam negeri, kita hanya ingin mengingatkan bahwa kemandirian, terutama dalam bidang alutsista, mutlak diperlukan sebuah negara. Jika alutsista kita bergantung pada produk negara lain alias impor, akan selamanya kita bergantung dan tidak bisa mandiri.

Selain itu, usaha besar yang pernah dirintis Habibie, seperti membangun institusi lembaga penelitian, mengembangkan PT DI, dan membina sumber daya manusia yang jumlahnya ribuan, kurang dimanfaatkan. Akibatnya, banyak tenaga terdidik dari Indonesia kini dimanfaatkan negara lain, sementara yang ada di Indonesia kurang dimanfaatkan.

Sumber: KORAN JAKARTA

PT DI Serahkan Helikopter Pesanan TNI-AD


Helikopter Bell 412 EP Milik TNI AD.

REPUBLIKA.CO.ID,TANGERANG-TNI Angkatan Darat menerima satu unit Helikopter Bell 412 EP produksi PT Dirgantara Indonesia. Serah terima helikopter itu dilakukan di Skadron 21/SENA Pusat Penerbang Angkatan Darat, Lapangan Udara Pondok Cabe, Rabu (3/2). Helikopter diserahkan Dirut PTDI Budi Santoso dan diterima Wakil KSAD Letjen (TNI) Johanes Suryo Prabowo.

Budi mengatakan, Helikopter Bell 412 EP ini merupakan seri terbaru dikelasnya. Helikopter ini merupakan helikopter angkut dengan kapasitas 10 orang. Meski demikian, helikopter angkut ini bisa dipersenjatai dengan senapan mesin di dekat pintu kiri dan kanannya. "Pengadaan Helikopter Bell 412 EP ini melalui kontrak antara Mabes AD pada 15 Oktober 2010," kata Budi.

Budi enggan menyebut nilai kontrak dalam pengadaan Helikopter ini. Dia menegaskan bahwa pihaknya masih sedang melakukan pengerjaan helikopter lainnya yang dipesan TNI AU dan TNI AL. "Ini bukti kesiapan dan kemampuan PTDI untuk memenuhi kebutuhan alutsista (alat utama sistem persenjataan)," ujar Budi.

Helikopter sejenis sudah diproduksi PTDI sejak 1982. Seri terbaru memiliki beberapa kelebihan, salah satunya kelebihan tenaga. Terkait dengan pemesanan alutsista yang diterima PTDI, Budi berharap kepercayaan Kementerian Pertahanan dan TNI terus meningkat kepada PTDI, sehingga PTDI memiliki nilai kompetitif dan nilai jual.

Dalam kesempatan sama, Letjen (TNI) Johanes Suryo Prabowo mengatakan, penerimaan helikopter dari PTDI ini diharapkan bisa meningkatkan kemampuan Pusat Penerbang Angkatan Darat. "Pengadaan alutsista seperti akan terus dilakukan, ini komitmen TNI Angkatan Darat untuk memberdayakan produksi dalam negeri," kata dia. Hal itu, kata Surya, merupakan kebijakan Presiden.

Sumber: REPUBLIKA

Tuesday, February 1, 2011

MENHAN : REVITALISASI INDUSHAN BUKAN INDUSTRI STRATEGIS


0diggsdigg

Industri Pertahanan Indonesia.(ARDAVA)

Jakarta, 1/2/2011 (Kominfo-Newsroom) Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, menegaskan bahwa revitalisasi Industri pertahanan bukan menyangkut industri strategis tapi Industri yang terkait dengan pertahanan.


“Hati-hati, industri pertahanan itu bukan industri strategis, industri strategis lebih besar. Industri pertahanan yang terkait dengan pertahanan. Kemudian, kita siapkan roadmap dari industri pertahanan dan itu juga kita selesaikan,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (1/2).

Menurut Purnomo, roadmap itu akan memberikan arah perjalanan industri pertahanan sampai kepada kemandirian alutsistanya. “Kita bangun sendiri dan itu kita selesaikan mengenai Rancangan Undang-Undang Industri Pertahanan dan perencanaan untuk mendukung itu yaitu naskah akademik, dan itu sudah masuk ke DPR, setelah di DPR nanti kita bahas bersama,” ujarnya.

Terkait pernyataan mantan Presiden Habibie di DPR, meminta adanya evaluasi industri pertahanan, menurut Purnomo, evaluasi sebenarnya telah dilakukan, justru itu kemudian timbul gagasan Kemhan untuk membuat Undang-undang Revitalisasi Industri Pertahanan, dan telah selesai.

“Dengan evaluasi itu, kita telah bentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), ketuanya saya. Dulu tidak ada KKIP itu, sekarang ada dan menangani industri pertahanan.

Purnomo mengatakan setelah UU Revitalisasi Industri Pertahanan itu ada maka akan menjadi landasan, dasar, buat pemerintah untuk membangun industri pertahanan. “Tapi sementera itu kita tidak menunggu, tapi kita terus jalankan dan bergerak cepat terutama bagaimana kita bisa memenuhi kekuatan pokok esensial yang sudah kita rencanakan sampai tahun 2024,” ujarnya.

Purnomo menambahkan pihaknya akan berhati-hati jangan sampai ini mengambil porsi pihak lain, karena ini adalah porsi dari Menteri Negara urusan BUMN. “Jadi Meneg BUMN ini urusannya ya mengenai BUMN itu, mengenai korporat, jadi yang kita lakukan itu sebatas terkait dengan masalah-masalah yang sifatnya makro, masalah-masalah yang terkait policy, kebijakan, strategi.

“Nah itu bagian kita. Kalau sudah masuk ke mikro yang korporat itu merupakan porsi Meneg BUMN, misalkan kesehatan keuangan, kalau ingin membangun proyek uangnya perusahaan dari mana, modalnya dari mana, dan sebagainya, porsi itu memang menjadi tupoksi dari Meneg BUMN,” ujarnya.

Menurut Purnomo, tidak semuanya itu urusan dari KKIP, tapi hanya pada tataran makro, kebijakan strategi.

Sumber: KOMINFO

Lima Pesawat Hercules Dikirim ke Mesir


kompas,com
KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO

Pesawat C-130 Hercules TNI AU.
Selasa, 1 Februari 2011 | 20:27 WIB
MALANG, TRIBUN-MEDAN.com - Tentara Nasional Indonesia akan mengirim lima pesawat Hercules ke Mesir untuk mengevakuasi warga negara Indonesia. Tiga pesawat dari Jakarta dan dua unit dari Malang.
Tiga pesawat Hercules dari Skadron Udara 31 Wing I Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Sementara dua unit dari Skadron Udara 32 Wing II Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur.
Wakil Asisten Kepala Staf TNI Angkatan Udara Bidang Operasional Marsekal Pertama FHB Bambang Soelistyo, Selasa (1/2/2011), mengatakan, dua pesawat Hercules dari Malang, yaitu Hercules A-1305 dan Hercules A-1316, telah diberangkatkan ke Lanud Halim Perdanakusuma.
"Kedua pesawat tersebut hari ini diberangkatkan ke Halim untuk bergabung dengan tiga pesawat Hercules lain. Masing-masing berangkat pukul 08.11 dan pukul 09.18," katanya.
Pesawat Hercules A-1305 dipiloti Komandan Skadron 32 Letnan Kolonel (Pnb) Wayan Suparman dengan kopilot Kapten (Pnb) Ari Sutiono. Sementara Hercules A-1316 dipiloti Mayor (Pnb) Hermawan. Bambang menjelaskan, selain menyiapkan lima pesawat yang akan diberangkatkan ke Mesir, TNI AU juga menyiapkan personel Paskhas.
"Personel Paskhas tersebut terdiri atas Detasemen Bravo 90 dan Paskhas yang sudah berpengalaman dalam UN Mission," katanya.
Menurut dia, pasukan itu terbagi dalam tiga kelompok yang mempunyai tugas tersendiri. Kelompok 15 bertugas sebagai komando pengendali, kelompok 42 sebagai tim inti dalam evakuasi, dan kelompok 45 sebagai ground handling.
"Tugas itu adalah bagian dari operasi militer selain perang yang merupakan tugas negara dan harus dijalankan demi menjaga nama baik TNI AU dan NKRI dengan menjaga penampilan, bertindak tegas, dan santun," ujar Bambang.
Pasukan tim evakuasi TNI AU dipimpin Komandan Tim Kolonel Psk Rolland DG Waha dan Komandan Detasemen Bravo '90 Letkol Psk M Juanda.
Dalam upaya mengevakuasi WNI di Mesir, Presiden menunjuk Wakil KSAU Marsekal Madya Sukirno sebagai Post-Commander Satuan Tugas Evakuasi WNI dan telah berangkat menuju Mesir, Senin malam.
Turut mendampingi Wakil KSAU adalah Mayor Jenderal (Mar) Affan Gafar (Dan Kormar), Marsma TNI Sudipo Handoyo (Danpuspomau), Kolonel (Pnb) Yuyu Sutisna (Asops Kohanudnas), dan Letkol Inf Almukolis Suryo, sebagai tim pendahulu.
Tribun Medan
Kompas Gramedia

TNI Bantu Perbaikan Jalan Helly Pad Dungu, Kongo


Helipad merupakan sarana transportasi utama untuk penerimaan dan pengiriman barang serta evakuasi anggota Monusco di Dungu, Kongo. Jalan yang semula sempit dan tidak layak untuk kendaraan besar telah diperbaiki dan diperluas oleh prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Zeni TNI Kontingen Garuda XX-H/Monusco. Perbaikan dan perluasan jalan ini mulai dari penimbunan ulang dengan mengerahkan alat berat yang dimiliki Satgas Zeni TNI Kontingen Garuda XX-H/Monusco. (Foto: Puspen TNI)

31 Januari 2011, Kongo -- (Pos Kota): Selain Air Port Dungu, Helly Pad merupakan sarana transportasi utama untuk penerimaan dan pengiriman barang serta evak anggota Monusco. Jalan yang semula sempit dan tidak layak untuk kendaraan besar setelah diperbaiki dan diperluas oleh Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Zeni TNI Kontingen Garuda XX-H/Monusco (Mission de I’Organisation de republic des Nation Unies Pour la Stabilisation en Republique Democratique du Congo) yang di pimpin Letkol Czi Widiyanto (Dansatgas) tampak luas dan halus.

Kontingen Garuda XX-H belum genap empat bulan tersebut sudah banyak membantu Kontingen lain seperti perbaikan Drainase, Camp dan pembuatan sumur penembakan Guatemala guna memperlancar pelaksanaan tugas sebagai Peacekeeper di bawah misi PBB.

Perbaikan dan perluasan jalan ini dipimpin langsung oleh Dansatgas Kontingen Garuda XX-H/Monusco Letkol Czi Widiyanto. (Foto: Puspen TNI)

Alat berat dikerahkan untuk meratakan jalan. (Foto: Puspen TNI)

Atas perintah Dansatgas Kizi TNI Letkol Czi Widiyanto kepada Danton tiga Lettu Marinir Akhmad Mutohar, melakukan survey jalan yang menghubungkan Helly Pad dengan Log Base di Dungu, pada beberapa waktu lalu. Perbaikan dan perluasan jalan langsung di kerjakan oleh anggota Satgas Zeni TNI mulai dari penimbunan ulang tanah Limonit sampai halus dengan mengerahkan alat berat yang ada. Karena Perbaikan jalan tersebut sudah sekian lama di nantikan oleh pengguna Helly Pad serta bagi kepentingan semua kontingen yang berada di wilayah Log Base Dungu Kongo. Masyarakat Dungu yang melintasi jalan tersebut juga merasa senang, karena kiprah Konga XX-H/Monusco dalam membangun jalan Helly Pad, umumnya para Kongole yang akan beraktifitas ke Kota Dungu menggunakan jalan Helly Pad tersebut.

Banyak infrastruktur jalan yang rusak sudah di perbaiki oleh Kompi Zeni TNI, sehingga masyarakat dapat merasakan dampak positip dari pembangunan tersebut. Baik dari sisi ekonomi maupun sisi lainnya serta semakin mudahnya kendaraan organisasi kemanusiaan dalam menembus perkampungan yang sulit di jangkau. Semakin mudahnya tentara penjaga perdamaian memantau dan mengamankan daerah-daerah tersebut.

Perbaikan jalan Helly Pad tersebut telah selesai dilaksanakan. Adalah salah satu karya anak bangsa Indonesia yang akan dikenang serta dirasakan manfaatnya oleh rakyat Kongo dan kiprah Kontingen Garuda XX-H di negara yang sedang konflik merupakan suatu harapan baik bagi rakyat Kongo di masa akan datang.

Authentikasi :
Perwira Penerangan Konga XX-H/Monusco, Lettu Inf Imam Mahmud

BERITA HANKAM

BERITA POLULER