Pages

Monday, January 3, 2011

Hari Bhakti Paspampres

Hari Bhakti Paspampres

Prajurit Paspampres mengikuti Hari Bhakti Paspampres, di Mako Paspampres, Jakarta, Senin (3/1). Hari Bhakti Paspampres ke-65, mengangkat tema " Dengan Semangat Setia Waspada, Prajurit Paspampres Siap Mengamankan Simbol Negara Dalam Mendukung Pelaksanaan Tugas Pokok TNI". (FOTO ANTARA/Ujang Zaelani)Disiarkan: Senin, 3 Januari 2011 10:54 WIB
 
ANTARA

Sertijab Kasat Brimob

Sertijab Kasat Brimob

Mantan Kasat Brimob Polda DIY, AKBP Laksana (kanan), Kapolda DIY, Brigjend Ondang Sutarsa (tengah), Kasat Brimob Polda DIY yang baru Kombes Gatot Sudibyo (kiri) saat sertijab di lapangan Brimob Polda DIY, Baciro, Yogyakarta, Senin (3/1). AKBP Laksana yang semula Kasat Brimob Polda DIY pindah menjadi Wakasat Brimob Polda Sumsel. (FOTO ANTARA/Regina Safri)Disiarkan: Senin, 3 Januari 2011 14:12 WIB
 
antara

Pembukaan Dikmapa PK

Pembukaan Dikmapa PK

Komandan Kodiklat TNI Mayjen M Sochib (kiri) memasang tanda pangkat kepada perwakilan prajurit Dikmapa PK (Pendidikan Pertama Perwira Prajurit Karier) pada upacara Pembukaan Dikmapa PK TNI tahun ajaran 2011 di lapangan Sapta Marga Komplek Akmil Magelang, Jateng, Senin (3/1). Sebanyak 171 prajurit yang terdiri dari Matra Darat 96 orang, Laut 35 orang dan Udara 40 orang akan menjalani pendidikan dasar keprajuritan selama tujuh bulan di kawah Candradimuka komplek Akmil Magelang untuk bisa diangkat menjadi perwira TNI. (FOTO ANTARA Anis Efizudin)Disiarkan: Senin, 3 Januari 2011 14:18 WIB
 
Antara

Sunday, January 2, 2011

Lapan Uji Terbang Dua Roket Eksperimen



Jakarta, Lapan.go.id, Rabu (29/12), Lapan berhasil meluncurkan dua roket eksperimen berdiameter 200 mm dan 100 mm di stasiun peluncuran roket Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Uji terbang bertujuan untuk penelitian roket ilmiah. Roket berdiameter 200 mm atau disebut RX-200 diluncurkan pertama, kemudian dilanjutkan dengan RKX-100 yang berdiameter 100 mm.
Peluncuran tersebut dihadiri oleh Kepala Pusat Teknologi Wahana Dirgantara, Ir. Yus kadarusman Markis, Dip. Ing serta para pejabat di lingkungan Kedeputian Bidang Teknologi Dirgantara.

Sumber: Humas/Sur

sebelumnya

LAPAN

Iran tembak pesawat pengintai Barat


BBCIndonesia.com - detikNews


Pesawat pengintai AS
Iran mengklaim sudah banyak pesawat pengintai Barat yang ditembak

Seorang komandan senior Iran dikutip mengatakan, Pasukan Pengawal revolusi Iran menembak jatuh dua "pesawat mata-mata Barat" di kawasan Teluk.

"Banyak" pesawat pengintai Barat lain juga sudah ditembak jatuh dalam periode waktu yang tidak disebutkan, demikian komandan itu dikutip kantor berita Fars.

Tetapi perwira itu, Kepala Angkatan Udara Pasukan Pengawal Revolusi Amir Ali Hajizadeh, tidak memberikan bukti yang mendukung pernyataannya.

Dia mengatakan ini merupakan pertama kalinya berita mengenai insiden seperti itu dilaporkan.

Pesawat-pesawat pengintai itu sebagian besar digunakan di Irak dan Afghanistan tetapi juga terjadi "sejumlah pelanggaran di kawasan kita", kata Hajizadeh.

Pasukan Pengawal Revolusi Iran didirikan menyusul revolusi Islam tahun 1979 dan para komandannya sering menyampaikan berbagai peringatan kepada Israel.

Bulan Agustus lalu Iran mengumumkan pesawat pengintai baru yang dilaporkan dibuat di dalam negeri untuk pertama kalinya yang bernama Karrar.

Pesawat tak berawak itu dilaporkan bisa terbang sejauh 1.000 kilometer dan bisa mengangkut bom seberat 115 kg.

Tidak ada verifikasi independen terhadap klaim terbaru Iran itu.

(bbc/bbc)

Kilas Balik Perang Mata Uang Cina dan AS

Kilas Balik Perang Mata Uang Cina dan AS
Istilah perang devisa tahun lalu menjadi buah bibir di media pemberitaan. Perang ini berlangsung antara dua kubu kekuatan ekonomi dunia yang kebetulan juga punya pengaruh kuat di tengah masyarakat internasional. Entah siapa yang pertama kali menggelindingkan istilah perang ini. Yang jelas perang ini menunjukkan iklim sebenarnya di tengah negara-negara yang disebut maju dan dipandang mapan. Negara-negara ini khawatir jika mata uang mereka kian menguat dan nilai tukarnya melambung. Sebab, hal itu akan berdampak buruk pada pendapatan mereka bahkan bisa melumpuhkan ekspor. Sebagian malah menyebut adanya kecurangan dan persaingan yang tidak adil di pasar perdagangan. Pasalnya, negara yang menekan nilai tukar mata uangnya berarti punya ongkos produksi yang lebih kecil dibanding nilai jual komoditas yang diekspornya ke luar. Persaingan dengan cara ini dipandang sebagai tindakan curang dan persaingan yang tak sehat. Perang mata uang tahun 2010 melibatkan AS dan Cina. Sejak masuk ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Desember 2001. Awalnya AS berharap, masuknya Cina ke WTO bisa menguntungkan Washington. Karena dengan itu AS bisa mengendalikan Cina yang menjadi kekuatan besar dan baru di pentas pedagangan dunia dalam kemasan kerjasama. Namun nampaknya dewi fortuna berpihak kepada Cina. Sebab, tak lama setelah Cina jadi anggota WTO pembatasan eskpor di lembaga perdagangan ini dicabut. Ini berarti Cina bisa menjual produknya ke AS dalam jumlah berapapun. Tentunya barang komoditas buatan Cina diproduksi dengan harga kecil yang salah satu penyebabnya adalah rendahnya nilai mata uang Yuan.
Sebenarnya perselisihan antara Cina dan AS sudah ada sejak lama dan mengakar cukup dalam. Kedua negara punya sengketa terkait masalah militer dan hak asasi manusia (HAM). Ada pula sengketa yang bersumber pada persaingan keduanya dalam memperebutkan pengaruh di berbagai kawasan dunia. Saat ini Cina sudah melangkah jauh dengan menebar pengaruh di Afrika, Amerika Latin, juga ASEAN lewat kerjasama erat dengan asosiasi negara-negara Asia Tenggara ini. Cina sudah menormalisasi hubungan bilateralnya dengan India, dan menjalin kerjasama strategis dengan Rusia khususnya lewat Organisasi Kerjasama Shanghai. Semua itu jelas menumbuhkan kekhawatiran bagi AS. Dalam setahun terakhir, friksi antara AS dan Cina di bidang ekonomi, perdagangan dan tarif cukai cukup menarik dan memanaskan media pemberitaan dunia. Aksi saling balas diantara kedua negara juga mengundang perhatian.
Para ekonom AS menuduh Cina sengaja menekan nilai tukar mata uang Yuan supaya komoditas ekspornya bisa merajalela menguasai persaingan di pasar global. Jeffry Frieden, professor dari Universitas Harvard menjelaskan, tindakan Cina yang berusaha mempertahankan nilai Yuan tetap rendah, bukan hanya merusak ekonomi AS tetapi juga berimbas buruk pada perekonomian sebagian besar negara. Pakar masalah moneter dan finansial di banyak negara itu menambahkan, rekayasa devaluasi Yuan yang dilakukan Cina, sejatinya akan menyeret negara-negara dunia untuk berlomba-lomba menurunkan nilai mata uangnya. Di sisi lain, ia juga menilai bahwa pelemahan nilai Yuan juga menjadi biang utama yang membuat perbaikan ekonomi di Negeri Paman Sam tak juga membaik. Meski Jeffry tak mengingkari kelemahan internal ekonomi AS, namun kebijakan Cina itu dinilainya telah menyebabkan kebijakan ekonomi AS di kancah global terseok-seok.
Tahun 2009, Cina menduduki peringkat pertama di dunia dengan ekspor tertinggi yang mencapai nilai 1200 miliar USD. Selisih neraca perdagangan negara dengan jumlah populasi 1,3 miliar jiwa itu setiap tahunnya mencapai 250 miliar USD. Cadangan devisa Cina juga mengagumkan dengan mengukir angka spektakuler 2,422 triliun USD yang sekaligus mendudukkannya sebagai negara dengan cadangan devisa terbesar. Padahal, AS hanya menempati urutan ketujuh belas dunia dengan cadangan devisa sebesar 130 miliar USD dan bahkan berada di bawah Brazil, Aljazair dan Thailand.
Dalam perang ekonomi antara dua kutub kekuatan dunia, AS memang tertinggal jauh di belakang Cina. Tak heran jika AS menyalahkan Cina lantaran keengganan Beijing menaikkan nilai tukar mata uangnya. Cara itu, menurut AS, adalah trik Cina untuk meraih keuntungan dalam perdagangan kedua negara. Saat ini, setengah dari neraca defisit perdagangan AS terkait dengan hubungan dagangnya dengan Cina. Masih menurut AS, Beijing sengaja menahan kenaikan nilai tukar Yuan sehingga membuat barang-barang Cina yang murah membanjiri pasaran Amerika. Tahun 2009, nilai ekspor AS ke Cina hanya sebesar 70 miliar USD sementara nilai ekspor Cina ke negara itu mencapai 366 miliar USD.
Tentunya Cina tak tinggal diam menjadi sasaran tuduhan itu. Beijing menyatakan bahwa ketimpangan neraca perdagangan AS disebabkan oleh tradisi orang Amerika yang hobi belanja sementara harga barang-barang produk lokal cukup mahal. Kalah dalam perang dagang ini, AS mengancam hendak memberlakukan sanksi perdagangan atas negara itu. Cina pun balas menggertak dan menyatakan siap melakukan tindakan balas jika sanksi benar-benar dijatuhkan oleh AS. Yang jelas, dalam banyak hal AS sangat bergantung kepada Cina. Apalagi lebih dari 800 miliar USD obligasi AS ada di tangan Cina.
Rupanya, dalam perang mata uang ini, bukan hanya AS yang geram dengan ulah Cina. Negara-negara Eropa juga melayangkan kritik serupa. Mereka mengatakan, jika Cina melepaskan kendalinya atas Yuan dan membiarkan mata uang itu bergerak bebas di bursa devisa, maka nilai tukar Yuan akan meningkat minimal 40 persen dari nilai sekarang. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda Cina akan mengubah kebijakan keuangannya. Sebab, jika nilai tukar Yuan dibiarkan menanjak bebas, maka nasib para buruh yang terlibat dalam aktivitas produksi komoditas ekspor Cina ke luar negeri akan terancam, padahal jumlah mereka sangat besar. Alasan itulah yang diungkap oleh Zhao Xiaochuan, Gubernur Bank Central Cina saat mengumumkan sikap Beijing yang menolak membiarkan nilai tukar Yuan meningkat. Namun demikian, dia menjanjikan perimbangan nilai tukar Yuan secara bertahap.
Dalam kebijakan keuangannya, Cina memainkan peran seperti bank. Ketika rakyat di negara itu memerlukan jasa simpanan bagi uang mereka, pemerintah Cina mengeluarkan obligasi. Dari hasil penjualannya dana itu digunakan untuk membeli obligasi yang dikeluarkan negara lain, khususnya AS. Dengan cara ini cadangan kas negara Cina menjadi sangat besar. Ini berarti, pemilik sebenarnya dari dana itu adalah para pemain swasta. Poin terpenting adalah bahwa selisih keuntungan dari neraca perdagangan Cina dengan AS berikut cadangan devisa dijadikan dana simpanan oleh pemerintah Cina. 

IRIB

Akankah OPEC Jadi Senjata Iran ?

 Republik Islam Iran, salah satu pendiri Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan negara kedua terbesar produsen minyak di organisasi ini akhirnya terpilih mejadi ketua OPEC. Kepemimpinan Iran di OPEC dimulai bersamaan dengan tahun baru 2011. Di sidang OPEC ke 157 pada 14 Oktober 2010 di Wina, 12 anggota organisasi ini memilih Menteri Energi Iran, Sayid Masoud Mirkazemi sebagai ketua periodik OPEC dan menteri energi minyak Irak sebagai wakilnya.
Pemilihan sekjen OPEC kali ini menggunakan metode kemufakatan. Dengan demikian negara yang memimpin OPEC akan memiliki kekuatan diplomasi di bidang minyak dan energi lebih besar serta sangat berpengaruh dalam setiap keputusan organisasi yang mensuplai 40 persen kebutuhan minyak dunia. OPEC telah berusia 50 tahun sejak pertama kali dicetuskan oleh menteri energi Iran dan Venezuela. Irak, Arab Saudi, Iran, Venezuela dan Kuwait adalah negara penggagas pembentukan OPEC yang untuk pertama kalinya bersidang di Baghdad tahun 1960.
Sekjen pertama OPEC dari tahun 1961-1964 dari Iran dan hingga kini Iran telah memimpin konferensi OPEC selama sembilan kali. Sejak lima dekade lalu, sidang dan keputusan OPEC sangat berpengaruh pada pasar dan harga minyak. Organisasi ini juga mampu menaikkan harga minyak dan mencegah hilangnya hak negara produsen minyak serta menstabilkan pasar energi.
Iran adalah negara kelima dunia produsen minyak dengan cadangan lebih dari 120 miliar barel minyak dan negara kedua dunia produsen gas. Secara global Iran memiliki 10 persen kebutuhan energi dunia. Menilik hal ini, Iran senantiasa menjadi negara yang berpengaruh di OPEC dan pasar minyak dunia. Hal ini juga membuat posisi Iran di kawasan Teluk Persia sangat vital.
Sementara itu, berbagai laporan menyebutkan bahwa cadangan minyak selain anggota OPEC seperti di kawasan Teluk Meksiko, Laut Utara, Texas dan Rusia telah hampir habis. Di sisi lain, muculnya kekuatan ekonomi baru dunia seperti India, Cina dan Brazil membuat permintaan minyak di pasar meningkat. Kondisi ini membuat peran OPEC dan anggotanya termasuk Iran semakin besar.
Republik Islam Iran di sidang terbaru OPEC menekankan upaya untuk menjaga harga minyak tetap stabil di pasar dunia. Usulan Iran ini mendapat dukungan penuh dari anggota OPEC lainnya. Sementara itu, Barat mengkhawatirkan munculnya Iran menjadi ketua OPEC menggantikan Ekuador. Oktober lalu, Amerika Serikat (AS) meminta anggota OPEC lainnya untuk menekan Iran. Sementara itu, para pengamat menilai Barat takut jika Iran memanfaatkan OPEC untuk memuluskan program nuklirnya. Karena jika Iran sampai nekat memutuskan pengurangan produksi minyak maka harga minyak dunia pasti melambung dan Barat pasti dirugikan dengan kondisi ini. (IRIB/MF)

IRIB

BERITA POLULER