Pages

Thursday, September 2, 2010

Super Hornets to Begin its First Live Weapons Trials



Australian Super Hornet during live weapons trials (photo : Australian DoD)

New generation Hornets deliver deadly sting
AUSTRALIA'S new combat aircraft, the $6 billion Super Hornet fleet, is in South Australia to begin its first live weapons trials at the Woomera Test Range.

Five F/A-18F and about 100 aircrew and maintenance personnel from No. 1 Squadron at RAAF Amberley, Queensland, began testing air-to-ground weapons firing in the middle of the South Australian desert on Monday.

The strike aircraft, affectionately known as the Rhino, is designed to replace the ageing F-111s, which are due to be retired later this year after three decades of service.

Wing Commander Glen Braz told The Advertiser yesterday the warbirds were performing above expectations.

"It's amazing. It's got incredible performance," he said. "You can be on the runway here at Edinburgh and, two minutes later, it's supersonic at 40,000 feet.

"In terms of capability, it has 11 weapons stations - a 2000 pound bomb. We can carry four of those, each the size of a small car.


"We drag those up to Woomera and drop them with pinpoint accuracy."

Reaching speeds of up to 1900km/h, it takes about 35 minutes to fly to Woomera each day, where an array of weaponry, including laser-guided bombs, rockets and missiles are being fired.

The jet is designed as a bridging fighter until Australia receives the stealthy, fifth generation F-35 Joint Strike Fighter, which is due to arrive from 2015.

The Howard Government purchased 24 of the $250 million Super Hornets, which are in service to the US Navy, to address the capability gap.

At the time, then Defence Minister Brendan Nelson was criticised for purchasing an interim aircraft.

Defence analyst Dr Andrew Davies is one of many who was initially critical of its capabilities, but now believes buying the strike fighter was the right decision.

"With the benefit of hindsight it was actually a really good decision," he said.
Pilots also argue that it will take the risk out of Australia's air combat capability for the next decade.

"It's incredibly agile and responsive. The weapon system itself is incredibly mature so it's a great aeroplane," Commander Braz said.


(Adelaide Now)

Malaysia Akui Tangkap 3 Petugas DKP di Wilayah RI


0diggsdigg
                                                      illustrasi
JAKARTA- Pemerintah Malaysia melalui Deputi Menteri Luar Negeri Richard Riot mengakui pihaknya bersalah karena telah menghalau konvoi kapal nelayannya dan kapal patroli DKP di perairan Indonesia.

Namun Riot menegaskan bahwa perselisihan kedua negara di perairan Bintan adalah kesalahan kedua belah pihak. “Keduanya salah. Mereka masuk ke perairan kami untuk menghalau nelayan kami dan kami menghentikan mereka di perairan mereka (Indonesia). Kami berdua sama-sama salah, tapi kami harus terus maju,” paparnya kepada AFP.

Lebih lanjut Riot mengatakan, pertemuan kedua belah pihak sebagai usaha menyelesaikan sengketa perbatasan maritim sudah sering dilakukan. Namun, hingga kini belum ada kesepakatan untuk mencari jalan keluar. Karena itu membawa persoalan ini ke Mahkamah Internasional (ICJ) akan menjadi pilihan akhir.

“Saya rasa, tidak akan cepat selesai. Setelah 16 kali pertemuan, masalah ini belum juga selesai, jadi saya rasa masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Kalau sudah mencapai puncaknya, ICJ akan menjadi tempat di mana klaim ini bisa diselesaikan sebagai jalan terakhir,” ujarnya.

Delegasi kedua negara akan bertemu lagi pada 6 September sebagai upaya meredam ketegangan dan mencari jalan keluar masalah perbatasan. “Meski ada protes di Indonesia, kami tidak akan mengeluarkan travel warning karena kondisinya sudah mereda dan hanya kelompok kecil saja yang melakukan provokasi,” tandas dia.

“Kami menginginkan hubungan baik dengan Indonesia, kami tidak bisa membiarkan banyak hal tidak tertangani.”

Sebelumnya, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menegaskan tidak berencana mengeluarkan travel warning ke Indonesia.

Najib mengatakan harus berkonsultasi dengan Wisma Putra (Kementerian Luar Negeri Malaysia) sebelum mengeluarkan travel warning karena hal itu adalah masalah serius yang melibatkan kepentingan kedua negara. “Jadi, kami harus mempertimbangkan banyak hal kalau kami mengambil keputusan seperti ini,”tandasnya.

Kemarin, Najib menegaskan bahwa Malaysia dan Indonesia harus bekerja sama dalam menyelesaikan ketegangan yang saat ini terjadi di antara kedua negara.

Menurut Presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) itu, kedua negara harus menyelesaikan masalah yang ada dan mencegah tidak ada pihak lain yang terlibat yang dapat memperburuk kondisi sekarang.

Sumber: OKEZONE

TNI Sudah Kirim Infanteri Satu Batalion ke Perbatasan




03 September 2010, Pontianak -- Sesaat sebelum pidato politik Presiden SBY Rabu kemarin, ternyata TNI telah mengirim satu batalion ke perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan. Pengiriman ini lebih cepat dari yang direncanakan sebelumnya yaitu pascalebaran.

Sebanyak satu batalion sekitar 700-1000 personel telah dikirim untuk bertugas mengamankan perbatasan Indonesia-Malaysia.

Komandan Brigade Infanteri 19/Khatulistiwa, Letkol Inf Rochadi, melepas satu batalion plus 641 Beruang untuk menempati 31 pos di perbatasan.

"Rencananya penugasan ini pascalebaran. Karena berbagai dinamika dan lain hal, kita berangkatkan sekarang. Ini perintah dari Mabes TNI," jelas Rochadi, kepada Tribun Pontianak, Rabu (1/9).

Para personil tersebut menempati 31 pos yang ada di perbatasan, diantanya, Entikong, Kabupaten Sanggau, Tanjung Datuk, Badau, Sajingan, Bengkayang, Sambas dan daerah lain yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

"Ini tugas mulia, prajurit harus bangga mengemban amanah ini, ini bentuk pengabdian kepada Nusa dan Bangsa, jangan kecil hati, kalau kecil hati, lebih baik mundur dari prajurit, kalau sudah tugas, besok lebaran, sekarang ditugaskan, harus berangkat," tegas Rochadi lagi.

Rochadi juga meminta kepada para istri prajurit untuk mendukung sepenuhnya para suami yang bertugas dan senantiasa berdoa terhadap keselamatan para prajurit.

Batalion ini akan menggantikan Batalion 642 Sintang, yang sebelumnya ditugaskan diperbatasan RI-Malaysia.

Tribun News

Boeing Receives AC-130U Gunship Support Contract


AC-130U gunship. (Photo: U.S. Air Force/Senior Airman Julianne Showalter)

02 September 2010, FORT WALTON BEACH, Fla. -- Boeing [NYSE: BA] today announced that it has received a contract from the U.S. Air Force to provide spare servo-actuators for the AC-130U gunship. The five-year contract, which includes a base year plus four out-year ordering periods, is worth up to $7.2 million. A total of $1.2 million of the first phase has been obligated.

Between now and July 2011, Boeing will provide 10 servo-actuators for the Trainable Gun Mount Systems needed to install 40-millimeter guns on four AC-130Us. The contract was issued by Robins Air Force Base, Warner Robins, Ga., to Boeing’s Special Operations Forces subdivision. The work will be performed by Boeing teams in Fort Walton Beach.

"These servo-actuators are a critical part of the Air Force's ability to maintain readiness for the AC-130U gunship, which is a vital platform supporting missions around the world," said Ken Hill, director, Boeing Special Operations Forces. "Tight turnaround times are required to repair these aircraft and get them back in the fight. We are fully committed to meeting our customer's expectations."

Boeing has manufactured the AC-130U from existing C-130 airframes since 1987. In 2009, the company received its first contract award under the Air Force’s Future Flexible Acquisition and Sustainment Tool (F2AST) program. The initial $19.1 million F2AST contract was for the sustainment and maintenance of operational flight and simulation software, field service representative support, intermediate-level repairs and other services.

Boeing's work on the C-130 platform extends to the Avionics Modernization Program; the Avionics Part Task Trainer and Cockpit Familiarization Trainer; the C-130H aerial refueling tanker for the Japan Air Self-Defense Force; and the Precision Container Aerial Delivery System (PCADS) program, designed to help combat wildfires.

Boeing's Fort Walton Beach site employs approximately 500 people who primarily support the U.S. Air Force Special Operations Forces.

A unit of The Boeing Company, Boeing Defense, Space & Security is one of the world's largest defense, space and security businesses specializing in innovative and capabilities-driven customer solutions, and the world's largest and most versatile manufacturer of military aircraft. Headquartered in St. Louis, Boeing Defense, Space & Security is a $34 billion business with 68,000 employees worldwide.

Boeing Company

AL Pakistan Terima Frigate Bekas AL AS


Lagu kebangsaan AS dan Pakistan diperdengarkan saat upacara purna bakti frigate kawal rudal USS McInerney (FFG 8) di AL AS di Pangkalan AL Mayport, Florida. Saat bersamaan di gelar upacara pengoperasian PNS Alamgir (F 260) oleh AL Pakistan. (Foto: USN/ Mass Communication Specialist 2nd Class Gary Granger Jr)

03 September 2010 -- Amerika Serikat menyerahkan frigate kelas Oliver Hazard Perry PNS Alamgir (eks-USS McInerney FFG 8) ke Angkatan Laut Pakistan di Mayport, Florida, Selasa (31/8). Pakistan diwakili Duta Besar Pakistan di AS Husain Haqqani serta dihadiri KASAL Pakistan Laksamana Madya Muhammad Asif Sandila HI(M), sejumlah pejabat dan perwira termasuk anggota parlemen.

PNS Alamgir akan berlayar ke Pakistan Januari 2011 setelah menjalani perbaikan dan pelatihan para awak kapal. Frigate diawaki 245 pelaut, termasuk 17 perwira.

Frigate dipersenjati meriam 76 mm yang mampu menembak sasaran di udara dan permukaan serta dapat membawa dua helicopter. Panjang kapal 445 kaki, berbobot 4100 ton, dapat dipacu hingga 30 knot. Frigate dilengkapi persenjataan peperangan anti kapal selam.

USS McInerney (FFG 8) berlabuh di Caldera Bay, Chile saat masih bertugas di AL AS. (Foto: USN/ Mate 1st Class Marthaellen L. Ball)

Seorang pelaut menurunkan Stars & Stripes saat upacara. (Foto: USN/ Mass Communication Specialist 2nd Class Gary Granger Jr)

Kapten Naveed Ashraf akan menjadi komandan PNS Alamgir. (Foto: USN/ Mass Communication Specialist 2nd Class Gary Granger Jr)

Pelaut AS dan Pakistan berparade di depan frigate saat upacara. (Foto: USN/ Mass Communication Specialist 2nd Class Sunday Williams)

APP/Berita HanKam

TNI AL Ambil Alih Tugas DKP 2011



03 September 2010, Jakarta -- Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menegaskan, usulan penyerahan tugas pengawasan laut ke TNI AL mulai 2011 merupakan hasil Rapat Kabinet.

"Ya, itu hasil dari Rapat Kabinet, bukan dari saya," kata Fadel kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, dalam Rapat Kabinet beberapa waktu lalu telah diputuskan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengurus ekonomi dan kesejahteraan rakyat saja.

"Sedangkan tugas keamanan diserahkan kepada TNI AL," ujar Fadel.

Tugas pengawasan yang bertahap diserahkan kepada TNI AL tersebut termasuk penegakan hukum seperti penanganan "illegal fishing".

Pengalihan tugas pengawasan tersebut akan dikoordinasikan dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan. Begitu pula pengalihan kapal-kapal pengawas yang dimiliki Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sebelumnya Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik menyatakan, penyerahan tugas pengawasan laut ke TNI AL merupakan keputusan Fadel.

Terdapat masa transisi selama dua tahun sebelum akhirnya tugas pengawasan tersebut diserahkan sepenuhnya ke TNI AL.

Tudingan tersebut berdasar pada pengurangan porsi anggaran pengawasan di Kementeriannya. Padahal, menurut Riza, peran TNI AL berbeda dengan peran pengawas kelautan dan perikanan.

Sesuai dengan Undang-undang (UU) 34 Tahun 2004 tentang TNI bahwa peran untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI merupakan milik TNI. Sedangkan dalam UU 45 Tahun 2009 tentang Perikanan peran pengawasan perikanan di serahkan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

ANTARA News

Pidato SBY Soal Malaysia Negara Serumpun Sudah Basi, Malaysia Perlu Shock Therapy


Nograhany Widhi K - detikNews


Jakarta - Dalam pidatonya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membawa latar belakang sejarah hubungan antara Indonesia-Malaysia. Hubungan persahabatan bak kakak-adik, atau negara serumpun itu dinilai basi. Malaysia butuh shock therapy setelah berkali-kali 'ngelunjak'.

"Penekanan saya di sini, kita tidak usah gunakan kata tetangga serumpun karena dalam konteks Indonesia-Malaysia tidak menjamin hubungan itu baik-baik saja. Adanya apologi ketika ada konflik, hubungan kakak-beradik tapi kadang berkelahi, rasanya sudah basi, sebaiknya kita lupakan saja kata itu," ujar Kepala Bidang Perkembangan Politik Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dra Awani Irawati, MA.

Malaysia, menurutnya, membutuhkan terapi kejut ketegasan Indonesia atas pelanggaran yang dilakukannya.

Berikut petikan wawancara Awani saat berbincang dengan detikcom, Kamis (2/9/2010).

Bagaimana tentang pidato SBY kemarin? Apakah kurang menunjukkan adanya ketegasan terhadap Malaysia?

Seperti yang telah diduga bahwa pidatonya itu normatif, menghindari adanya sikap konfrorntatif terhadap Malaysia. Saya kira secara keseluruhan pemerintahan SBY melakukan penyelesaian in accordial manner, penyelesaian berdasarkan sesuatu kalau bisa diredam.

Penekanan saya di sini kita tidak usah menggunakan kata tetangga serumpun, dalam konteks Indonesia-Malaysia tidak menjamin hubungan itu baik-baik saja. Adanya apologi karena ada konflik, hubungan kakak-beradik kadang berkelahi, rasanya sudah basi, sebaiknya kita lupakan saja kata itu

Kenapa? Karena ini menggiring Indonesia pada kondisi semuanya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Tidak ada ketegasan seperti sikap dari Malaysia yang menyulut emosi rakyat Indonesia. Pidato Presiden general, saya yakin tidak meredam tingkat emosional masyarakat yang begitu tinggi.

Disebutkan sejarah hubungan kedua negara ini menjadi pilar penting. Masalah ini bukan ASEAN, ini bilateral. Kalau dikaitkan ASEAN, sebaiknya dikembalikan kepada piagam ASEAN, ASEAN High Council, mekanisme yang dibentuk untuk selesaikan masalah anggota ASEAN, tapi nyatanya tidak pernah digunakan. Kembali ke konteks pidato Presiden, tidak ada katakanlah sesuatu yang menggigit, agresif.

Bagaimana seharusnya ketegasan itu ditunjukkan? Apakah harus dengan perang?

Saya setuju berikan terapi shock kepada Malaysia. Seperti kasus Sipadan-Ligitan, itu dulu tingkat Soeharto dengan Mahathir, diselesaikan di ICJ (International Court Justice). Flashback sedikit tentang konflik perbatasan yang dihadapi Malaysia diselesaikan di tingkat ASEAN sebagian besar negara-negara ASEAN memiliki masalah serupa dengan Malaysia, kecuali Laos, karena Laos kan landlock state yang tidak memiliki garis pantai.

Padahal kalau di dalam penyelesaian ASEAN High Council minimal 5 negara anggota yang berikan penilaian, sementara itu mereka memiliki masalah serupa. Makanya kenapa akhirnya diselesaikan di ICJ. Dalam Sipadan-Ligitan hanya minta kepastian tentang kepemilikan, bukan penentuan perbatasan.

Ketegasan kan tidak harus perang secara fisik, bisa perang diplomasi. Tidak hanya kirimkan nota yang dalam kasus Ambalat lebih 30 nota dikirimkan ke Malaysia namun tidak digubris, akhirnya kembali ke meja perundingan dan masalahnya ngambang. Oleh karena itu, Malaysia harus diberikan sedikit shock therapy di masalah Ambalat itu, dari situ saja sudah kelihatan. Memang wacana di grass root ingin perang, tapi kan perang tidak selalu fisik.

Seperti menarik TKI. Ditarik saja, 1,5 juta TKI ambruk perekonomian Malaysia, seperti saat ada eksodus TKI tahun 2004. Kita melihat pada waktu itu betapa pembangunan ekonomi di Malaysia jadi stag sehingga ada permintaan resmi TKI ilegal agar segera memproses perlengkapan dokumen legal dan bisa dikirim kembali ke Malaysia. Kita lihat dulu pembangunan perkebunan sawit tidak ada pekerjanya, bangunan-bangunan juga, karena penduduk Malaysia itu sedikit.

Kalau mempersona non grata-kan (mengusir) dan menarik Duta Besar?

Bisa jadi. Kita pernah menarik dubes kita di Australia daripada perang fisik. Saya kira perlu diberi therapy shock buat Malaysia. Kita selama ini kesannya dipermainkan, kekuatan pertahanan kita masih di bawah mereka, banyak perbatasan kita masih terbuka, bisa dimanfaatkan sumber daya alam kita, seperti sawit dan illegal logging banyak.

Bagaimana dengan alasan Malaysia yang selalu ulur pembahasan perbatasan dengan RI, karena belum selesai dengan Singapura?


Daerah barat perbatasan RI yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura yang belum selesai itu di wilayah Natuna. Kalau menurut kita Malaysia sudah berada di wilayah kita, ya kita harus yakin dan pertahankan mati-matian.

Bayangkan Malaysia mampu buat peta sepihak tahun 1979 bisa memuat peta memasukkan wilayah Ambalat adalah wilayah dia, kenapa tidak bisa meyakinkan bahwa Malaysia sudah masuk pada wilayah kita. Kenapa kita tidak bisa mengcounter dengan mengirimkan nota protes?

Kenapa diplomasi kita lemah?

Para diplomat kita sebenarnya ulung, namun kembali pada kepemimpinan kita. Kepemimpinan normatif, segala sesuatunya bisa diselesaikan secara menghindari konflik fisik, tidak tegas, orang akhirnya mengacu pada Soekarno. Padahal masalah kedaulatan harus lebih bersifat tegas.

Apakah pengawasan militer kita di perbatasan kurang dan kekuatan militer kita kalah dibanding Malaysia sehingga Pemerintah keder dan tidak tegas?


Sangat kurang (pengawasan). Tapi tentara kita di perbatasana dengan keterbatasan peralatan mampu hidup survive di hutan, lebih kuat hadapi tantangan alam ketimbang Polisi Diraja Malaysia di perbatasan yang logistiknya didrop. Tak hanya tentara, kalau misalnya ada perang, rakyat kita juga banyak dan nasionalis.

Apakah anggaran pertahanan kita perlu ditingkatkan? Berapa persen idealnya anggaran pertahanan dari APBN?


Anggaran pertahanan kita memang harus ditingkatkan. Kalau sudah ada semangat tapi peralatan tidak mendukung kan celaka. Dulu dengan bambu runcing aja kita bisa menang.

Idealnya, anggaran pertahanan maksimal 20 persen, sama dengan pendidikan. Itu untuk membeli peralatan karena sudah tua semua. Kita nggak punya kapal induk, kalau lihat di wilayah begitu luas, begitu terbukanya.

(nwk/mok)

DETIK 

BERITA POLULER