Pages

Wednesday, September 1, 2010

Peluru kendali balistik INDONESIA DAN IRAN

Peluru kendali balistik adalah peluru kendali yang terbang dalam ketinggian sub-orbit melalui jalur balistik. Rudal balistik hanya dapat dikendalikan dalam tahap peluncurannya saja. Rudal balistik pertama adalah roket V-2 yang dikembangkan oleh Nazi Jerman antara 1930-an dan 1940-an berdasarkan perintah dari Walter Dornberger. Uji coba V-2 yang pertama sukses adalah pada 3 Oktober 1942 dan mulai dioperasikan pada 6 September 1944 melawan Paris diikuti dengan serangan terhadap London 2 hari kemudian. Sampai berakhirnya perang pada Mei 1945, lebih dari 3000 V-2 telah ditembakkan.
Trayektori rudal balistik terdiri dari 3 tahap yaitu tahap peluncuran, tahap terbang bebas yang menghabiskan sebagian besar waktu terbang rudal dan tahap memasuki kembali atmosfir bumi. Rudal balistik dapat diluncurkan dari lokasi tetap atau kendaraan peluncur (TEL, kapal, pesawat dan kapal selam). Tahap peluncuran dapat berkisar dari sekian puluh detik sampai beberapa menit dan dapat terdiri sampai tiga tingkat roket. Ketika berada di sub-orbit dan tidak ada lagi dorongan, rudal memasuki tahap terbang bebas. Untuk mencapai jangkauan yang jauh, rudal balistik umumnya diluncurkan sampai ke sub-orbit. Peluru kendali balistik antar benua dapat mencapai ketinggian sekitar 1.200 km.

Jenis rudal

Rudal balistik bervariasi menurut penggunaan dan jangkauannya dan umumnya dibagi kedalam kategori menurut jangkauan.
Misil balistik jarak menengah dan pendek sering disebut sebagai misil balistik taktis atau teatrikal. Misil balistik jarak jauh umumnya dirancang untuk membawa hulu ledak nuklir karena kapasitas muatnya sangat terbatas untuk peledak konvensional agar efisien. Menggunakan misil balistik dengan kemampuan jangkauan lebih jauh dari jarak target menjadi salah satu strategi untuk menyulitkan pertahanan. Contohnya, sebuah misil dengan jangkauan 3.000 km yang ditembakkan untuk target yang berjarak hanya 500 km dapat mencapai ketinggian yang lebih tinggi yaitu sekitar 1.200 km (secara kasar sama dengan ketinggian ICBM), dengan demikian misil tersebut akan menerjang target dengan kecepatan lebih dari 6 km/detik (Mach 17)

WIKIPEDIA

Indonesia Produksi Rudal Balistik(Jelajah)


Satellite Launch Vehicle Lapan (photo : Kaskus Militer)
Untuk menaikan performa kekuatan militer Republik Indonesia kita bisa meniru militer Iran,Korea Utara,India,Pakistan. Yaitu dengan membuat/memproduksi sendiri rudal jelajah yang bisa menjangkau seluruh kawasan ASEAN serta kawasan Australia.Makin sering kita lakukan uji coba daya jangkau rudal akan menaikan pamor & harga diri bangsa INDONESIA. DEPHANKAM harus bisa menujukan kepada rakyat Indonesia bahwa kita bisa membuat senjata berat high technologi sebagai alat pertahanan negara. Selama ini kita masih mengandalkan pembelian alat & senjata pertahanan negara dari negara lain dimana syarat-syarat pembelian senjata selalu ada perjanjian yang berkaitan dng hak asasi manusia dan yg paling parah kena sanksi embargo pembelian suku cadang ya sudah matilah kita.Hal seperti itu jangan terjadi lagi mari kita bangkit membangun pertahanan negara yang kuat dengan kemampuan kita sendiri, jangan selalu membebani APBN yg minim anggaran pertahananya.Lakukan reseach, bentuk lembaga khusus pembuatan rudal Balistik dan libatkan mahasiswa dan perguruan tinggi sebagai bahan kajian,libatkan BIN (Badan Intelejen Negara) mencari & mencuri tehnologi rudal negara lain.Saya yakin DEPHANKAM punya kemampuan untuk mewujudkan bahwa bangsa Indonesia punya kemampuan untuk memproduksi rudal balistik.

Roket Kendali Lapan (photo : Karbol-Militaryphotos)

http://www.dephan.go.id/modules.php?name=Feedback&op=viewarticle&opid=1395 

SOURSCE: INDONESIA DEFENCE

Tahun 2015, Rudal Balistik Iran Jangkau AS

0
0
Rate This
Quantcast

Sumber : http://www.antara.co.id/berita/1271830947/2015-rudal-balistik-iran-jangkau-as

 



Iran dapat membangun rudal balistik yang dapat menghantam Amerika Serikat tahun 2015, kata seorang pejabat AS kepada para anggota parlemen, Selasa.
Menjawab sebuah pertanyaan dalam dengar pendapat di Senat tentang kemampuan rudal Teheran, James Miller, deputi wakil menteri pertahanan untuk urusan kebijakan, mengatakan perkiraan sekarang menunjukkan “kemungkinan itu paling cepat tahun 2015.”
Tetapi ia mengatakan bahwa perkiraan itu adalah apabila ada “bantuan asing” untuk mungkinkan Iran meningkatkan teknologi rudalnya.
Sebuah laporan tahun lalu dari Pusat Intelijen Udara dan Ruang Angkasa Nasional Angkatan Udara AS mengatakan Iran dapat membangun sebuah rudal balistik antar benua yang dapat menghantam wilayah AS pada tahun 2015-2018, jika mendapat bantuan dari luar.
Para pengamat mengatakan kendaraan ruang angkasa Safir Iran, yang Teheran tempatkan di orbit Februari 2009, memiliki potensi diubah menjadi sebuah rudal jarak jauh.
Washington mengikuti dengan seksama program rudal Iran dan menyatakan ancaman-ancaman dari Teheran dan Korea Utara menjadi dorongan utama untuk membangun pertahanan pertahanan rudal bagi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Pemerintah AS juga menuduh Teheran berusaha secara tidak resmi untuk membangun senjata-senjata nuklir.
Millier mengkonfirmasikan perkiraan-perkiraan sebelumnya bahwa Iran akan dapat membangun sebuah sejata nuklir lebih dari satu tahun dan “mungkin lebih dari tiga tahun.”
Pekan lalu, Jenderal James Cartwright, wakil kepala Staf Gabungan AS, mengemukakan dalam dengar pendapat di Senat bahwa Iran dapat melakukan pengayaan uranium yang berstandar cukup tinggi bagi satu bom nuklir dalam satu tahun tetapi kemungkinan besar tidak dapat membuat satu senjata yang dapat digunakan dalam tiga sampai lima tahun.

http://joglopos.com/tahun-2015-rudal-balistik-iran-jangkau-as.htm

8 Pilot AU Pakistan Selesaikan Pelatihan F-16C/D

F-16 C/D Block 52 AU Pakistan, dikabarkan Indonesia tertarik membeli F-16 C/D guna melengkapi skuadron F-16A/B. (Foto: defence.pk)
10 Mei 2010 — Delapan pilot Angkatan Udara Pakistan menyelesaikan pelatihan terbang jet tempur F-16C/D Block 52 di pusat pelatihan internasional unit F-16 di Tucson, Arizona.
Delapan pilot tersebut dilatih selama tujuh bulan di Tucson, meliputi konversi ke F-16C/D, pelatihan peningkatan flight lead dan sertifikasi pelatih hingga mereka dapat melatih para pilot Pakistan lainnya.
Amerika Serikat menjamin kepada India, jet tempur F-16 yang dibeli Pakistan kemampuannya dibawah F-16 yang ditawarkan ke India dibawah program MRCA.
Daily Times/@beritahankam

Hawk Advanced Jet Trainer Offers Strong Bilateral Economic Benefits


02 September 2010, WARSAW, Poland -- Poland’s plans to procure a new advanced jet training system can act as a catalyst for Polish industry in a number of industrial sectors, not just in aerospace and defence, according to Alan Garwood, group business development director at BAE Systems - the world’s second largest defence, security and aerospace company.

Speaking ahead of his company’s participation in the MSPO defence exhibition in Kielce (September 6-9) Garwood said that a key requirement for the Polish government should be ensuring that large defence procurements, such as the advanced jet trainer programme, sustain Polish jobs and support the development of skills and high-end technology transfer, through mutually beneficial industrial partnerships.

“BAE Systems delivers on its promises and has an unrivalled track record of producing economic and industrial benefits for its customers, in support of defence equipment sales,” Garwood says. “If our Hawk advanced jet trainer is selected to meet Poland’s new generation pilot training requirements, it will present opportunities for Polish industry to become part of a global supplier network, not just of BAE Systems but also its partners such as Rolls-Royce, which already has a significant presence in Poland.

“This would give Polish companies access to and involvement in the development of the latest emerging technologies in both the defence and commercial business sectors,” he adds.

In neighbouring Czech Republic, where BAE Systems is delivering a 10 year
US$1.3 billion industrial partnership programme in support of the Gripen fighter lease, delivery is approaching 80% of requirement, some 2 years ahead of plan.

“Our approach has been to provide Czech companies with access to inward investment, export promotion, research and development and manufacturing opportunities, linked to the global footprint of BAE Systems and its supplier base,” states Garwood.

BAE Systems will be using its participation in MSPO Kielce to highlight its capabilities in the land systems, security and aerospace sectors, with a particular focus on its ability to meet Poland’s stated need for a new fast jet pilot training system.

The company’s Hawk advanced jet trainer is already training frontline pilots to fly the world’s most advanced and capable combat aircraft, including F16 Block 50/60, F18 Super Hornet, F35, Su30, Gripen and Eurofighter Typhoon. Air powers ranging from Australia to the United States, with 20 others in between, choose Hawk to meet their lead-in fighter trainer requirements.

Last month, India committed to buying a further 57 Hawk advanced jet trainers, in addition to the 66 already in manufacture. These aircraft, to be built in India through a partnership with local aerospace company Hindustan Aeronautics, will be used to train Navy and Air Force pilots in preparation for flying the Su30 and India’s next generation fighter aircraft. Eurofighter Typhoon, Gripen NG, F18 Super Hornet and a number of other combat aircraft are currently being evaluated by the Indian MoD.

The advanced training systems built into today’s new generation Hawk jet trainers enable one aircraft to carry out a number of tasks, for which its rivals may need two or more aircraft.

“Today’s Hawk advanced jet trainer will be training some of the world’s most capable frontline pilots for decades to come. It builds on a pedigree of success, established by previous generations of this highly successful platform which, although entirely different to today’s aircraft, share the same name,” comments Garwood.

“For Poland, we will offer a low risk solution based on the aircraft selected by the UK to train its frontline F-35 and Eurofighter Typhoon pilots. This will provide a seamless entry into service and delivery of the required training capability, from day one.”

About BAE Systems

BAE Systems is a global defence, security and aerospace company with approximately 107,000 employees worldwide. The Company delivers a full range of products and services for air, land and naval forces, as well as advanced electronics, security, information technology solutions and customer support services. In 2009 BAE Systems reported sales of £22.4 billion (US $36.2 billion).


BAE Systems

Five Power Defence Arrangements




Five Power Defence Arrangements (FPDA) adalah kerjasama pertahanan yang ditandatangani pada tahun 1971 antara United Kingdom, Australia, New Zealand, Malaysia dan Singapore.

Dalam FPDA disebutkan bahwa lima negara tersebut akan berkonsultasi bersama-sama untuk menentukan tindakan apa yang harus diambil bersama-sama atau secara terpisah dalam kaitannya dengan adanya serangan atau ancaman.

FPDA dibentuk setelah UK pada bulan Januari 1968 mengumumkan akan menarik pasukannya dari Malaysia dan Singapore pada tahun 1971. Keputusan bersama akhirnya dibuat untuk memberikan solusi atas kemungkinan serangan terhadap Malaysia dan Singapore setelah pasukan UK meninggalkannya.

Satu dekade awal FPDA masih diisi dengan latihan pertahanan udara sederhana yang terus meningkat, hingga akhir 80-an latihan ini meningkat dari sisi ukuran, ruang lingkup dan kompleksitasnya. Sejak tahun 1997 latihan matra laut dan udara telah digabungkan.

Unsur penting yang terlihat dari FPDA adalah Markas Besar Sistem Pertahanan Wilayah Terpadu (HQ IADS) yang dijabat oleh Marsekal berbintang dua dan memiki personil dari negara anggota dari tiga matra.

Memasuki tahun 2000-an maka latihan ditingkatkan untuk menangani ancaman non konvensional dan peningkatan kapasitas dalam bantuan kemanusiaan dan penangulangan bencana.


(Defense Studies)

Thai Offshore Patrol Vessel Takes Shape


01 September 2010


Thai's new design OPV (image : Thales)
Bangkok, Thailand: Construction of the first BAE Systems designed Offshore Patrol Vessel for the Royal Thai Navy is now well underway in Thailand, as demonstrated this week at a formal keel laying ceremony at Bangkok Dock, the Company’s local partner.
The occasion, attended by Thailand's Royal representative, HRH Princess Maha Chakri Sirindhorn and senior officials from the Royal Thai Navy, comes just 14 months after the initial contract was signed.
Under the agreement, BAE Systems supplied the design of its proven 90 metre Offshore Patrol Vessel, which Bangkok Dock has adapted to meet the specific requirements of the Royal Thai Navy, for example incorporating a similar combat system to that being fitted to other ships in its fleet. Engineers from BAE Systems are working alongside Bangkok Dock, throughout the construction of the vessel to transfer design knowledge, technology and skills that will contribute to the growth of a sustainable shipbuilding capability in Thailand.

Commenting on the programme, Alan Johnston, Managing Director of BAE Systems’ Surface Ships division, said: “At a time when we are seeking to boost exports, this approach to industry partnerships shows the strength that BAE Systems can bring to navies around the world as they look for cost-effective solutions to enhance the capability of their fleets to meet future requirements.”

Captain Chumpol Promprasit, managing director of Bangkok Dock, said: “To promote a domestic shipbuilding industry, the Royal Thai Navy assigned Bangkok Dock to undertake the provision of design and supply of ship build material using both domestic and international experts during construction of the Offshore Patrol Vessel.

“This is considered as promoting and improving the technical competency and potential of the Royal Thai Navy personnel in building ships for domestic purposes, based on the King’s self sustainability programme.

”The multi-mission Offshore Patrol Vessel will be used by the Royal Thai Navy to primarily be used for Economic Exclusion Zone roles, including routine patrols and border controls. It will also undertake fishery protection tasks as well as protection of natural resources in the Gulf of Thailand and the Andaman Sea and disaster relief.

The BAE Systems designed 90 metre Offshore Patrol Vessel being built by Bangkok Dock for the Royal Thai Navy is the same core platform design as the ships that BAE Systems is building in the UK for the Trinidad & Tobago Coast Guard. The platform is based on the design for the smaller River Class vessels used by the UK Royal Navy and is a highly capable vessel that is attractive to the export market.

As the company continues to expand its international maritime footprint, there are ongoing discussions with prospective customers and partners in a number of markets, including South America and India.


(BAE System)

Deklarasi Pembuatan Kapal Selam Akan Dilakukan Tahun Ini


01 September 2010

Deklarasi pembuatan kapal selam dapat diartikan sebagai pengumuman pemenang tender pengadaan kapal selam yang mensyaratkan transfer of technology (photo : naval.com)
Indonesia Segera Bikin Kapal Selam Tempur

JAKARTA, — Guna memperkuat armada tempur untuk menjaga kedaulatan NKRI serta menjaga perbatasan RI dengan negara lain, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menyatakan segera membuat kapal selam tempur. Kapal selam tempur tersebut akan menjadi yang pertama kali dibuat di Indonesia.

Setelah berhasil membuat kapal perang terbesar se-Asia Tenggara dengan dilengkapi peralatan tempur canggih, kini Kementerian Pertahanan mulai serius mempersiapkan rencana pembuatan kapal selam yang merupakan alat tempur bawah laut tersebut. Bahkan, Purnomo menjadwalkan kapal tempur dasar laut tersebut akan rampung pada tahun ini.

"Pada tahun ini kami akan deklarasikan untuk membangun kapal selam di Indonesia. Kami akan bekerja keras mewujudkannya. Saya, Wakil Menhan, segenap Sekjen, dan Dirjen di lingkup Kemenhan saat ini sedang mencari satu program, satu master plan bagaimana kami bisa membangun kapal selam di Indonesia," ujar Purnomo saat memberikan sambutannya dalam acara buka puasa bersama di kantor Kemenhan, Selasa (31/8/2010).

Purnomo juga menjelaskan, hingga saat ini produk-produk hasil industri pertahanan dalam negeri yang terus dikembangkan sudah mendapat respons positif dunia internasional. Karena selain untuk memenuhi kuota persediaan peralatan tempur dalam negeri, peralatan serta kendaraan tempur yang diproduksi nasional juga dipasarkan ke negara lain.

Beberapa produk seperti helikopter, pesawat tempur, hingga kapal tempur teknologi canggih serta persenjataan lainnya juga kerap mendapat pujian dari negara-negara lain. "Beberapa hasil industri pertahanan hingga saat ini memang terus kami pasarkan ke luar negeri," ujar Menhan.


(TribunNews)

KRI Hasanuddin-366 Tangkap Kapal Pencuri Ikan Asal Malaysia






KARANG UNARANG - Unsur TNI AL KRI Hasanuddin-366, Rabu (29/8) lalu, menangkap sejumlah kapal ikan asing berbendera Malaysia di perairan laut Karang Unarang Kalimantan Timur dalam wilayah ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia).

KRI Hasanuddin-366 yang dikomandani Letnan Kolonel Laut (P) Retiono Kunto sedang melaksanakan tugas patroli pengamanan wilayah laut perbatasan Indonesia di Kalimantan Timur memergoki kapal-kapal ikan asing tersebut ketika sedang mengambil ikan secara ilegal di wilayah perairan laut Indonesia. Pengamatan lewat radar KRI diketahui ada sejumlah kapal sedang berada di wilayah laut Indonesia dan setelah di dekati kapal-kapal tersebut menggunakan bendera negara Malaysia sedang melakukan pemindahan muatan ikan tangkapan ke kapal penampung berbendera Malaysia.

Melihat posisi kapal-kapal tersebut berada diwilayah laut Indonesia tim pemeriksa dari KRI melakukan pemeriksaan dan penggeledahan. Selain ditemukan sejumlah ikan hasil curian juga masing-masing kapal tersebut tidak memiliki surat ijin penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia.

Menurut Kadispenal, keempat kapal ikan berbendera Negara Malaysia tersebut sedang melakukan aktifitas penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia dan sangat cukup bukti untuk diproses hukum. Saat ini keempat kapal, keempat nakhoda dan sejumlah ABK serta barang bukti ikan campuran hasil curian diamankan di Pangkalan Angkatan Laut Nunukan untuk kepentingan penyidikan TNI Angkatan Laut.

Indonesia Tolak Peta Batas Laut Malaysia


Menkopolhukam Djoko Suyanto dalam rapat kerja dengan Komisi I di Jakarta, Selasa (31/8) kembali menegaskan Indonesia menolak peta Malaysia tahun 1979 yang dijadikan patokan dalam penentuan garis batas laut antara kedua negara. Indonesia tetap berpegangan pada aturan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982 yang sudah diratifikasi oleh Indonesia.

"Dalam perundingan terkait batas maritim di lima segmen, Indonesia menolak peta Malaysia tahun 1979," kata Djoko.

Lima segmen yang masih menjadi sengketa kedua negara adalah perbatasan Selat Malaka, Selat Malaka Selatan, Selat Singapura yang menyangkut tiga kawasan, Laut China Selatan, dan Laut Sulawesi. Indonesia tidak ingin perundingan tersebut diatur segmen per segmen tetapi ingin pembahasan menyeluruh sehingga persoalan batas wilayah menjadi tuntas.

"Kita menggunakan UNCLOS tahun 1982 sebagai dasar hukum dan dasar perundingan karena yang dianut ada dua cara penetapan landasan yang berbeda untuk landasan teritorial dan batas zona ekonomi eksklusif," jelasnya.

Sumber : MEDIAINDONESIA.COM

BERITA POLULER