KARANG UNARANG - Unsur TNI AL KRI Hasanuddin-366, Rabu (29/8) lalu, menangkap sejumlah kapal ikan asing berbendera Malaysia di perairan laut Karang Unarang Kalimantan Timur dalam wilayah ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia).
KRI Hasanuddin-366 yang dikomandani Letnan Kolonel Laut (P) Retiono Kunto sedang melaksanakan tugas patroli pengamanan wilayah laut perbatasan Indonesia di Kalimantan Timur memergoki kapal-kapal ikan asing tersebut ketika sedang mengambil ikan secara ilegal di wilayah perairan laut Indonesia. Pengamatan lewat radar KRI diketahui ada sejumlah kapal sedang berada di wilayah laut Indonesia dan setelah di dekati kapal-kapal tersebut menggunakan bendera negara Malaysia sedang melakukan pemindahan muatan ikan tangkapan ke kapal penampung berbendera Malaysia.
Melihat posisi kapal-kapal tersebut berada diwilayah laut Indonesia tim pemeriksa dari KRI melakukan pemeriksaan dan penggeledahan. Selain ditemukan sejumlah ikan hasil curian juga masing-masing kapal tersebut tidak memiliki surat ijin penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia.
Menurut Kadispenal, keempat kapal ikan berbendera Negara Malaysia tersebut sedang melakukan aktifitas penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia dan sangat cukup bukti untuk diproses hukum. Saat ini keempat kapal, keempat nakhoda dan sejumlah ABK serta barang bukti ikan campuran hasil curian diamankan di Pangkalan Angkatan Laut Nunukan untuk kepentingan penyidikan TNI Angkatan Laut.
Indonesia Tolak Peta Batas Laut Malaysia
Menkopolhukam Djoko Suyanto dalam rapat kerja dengan Komisi I di Jakarta, Selasa (31/8) kembali menegaskan Indonesia menolak peta Malaysia tahun 1979 yang dijadikan patokan dalam penentuan garis batas laut antara kedua negara. Indonesia tetap berpegangan pada aturan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982 yang sudah diratifikasi oleh Indonesia.
"Dalam perundingan terkait batas maritim di lima segmen, Indonesia menolak peta Malaysia tahun 1979," kata Djoko.
Lima segmen yang masih menjadi sengketa kedua negara adalah perbatasan Selat Malaka, Selat Malaka Selatan, Selat Singapura yang menyangkut tiga kawasan, Laut China Selatan, dan Laut Sulawesi. Indonesia tidak ingin perundingan tersebut diatur segmen per segmen tetapi ingin pembahasan menyeluruh sehingga persoalan batas wilayah menjadi tuntas.
"Kita menggunakan UNCLOS tahun 1982 sebagai dasar hukum dan dasar perundingan karena yang dianut ada dua cara penetapan landasan yang berbeda untuk landasan teritorial dan batas zona ekonomi eksklusif," jelasnya.
Sumber : MEDIAINDONESIA.COM