Pages

Sunday, August 29, 2010

PM Najib: RI Sadar Ada 2 Juta Warganya yang Bekerja di Malaysia

Minggu, 29/08/2010 17:25 WIB

Nurul Hidayati - detikNews


Dudi Anung/Setpres
Jakarta - Presiden SBY mengirim surat pada PM Datuk Seri Najib Tun Razak untuk mengajak mempercepat membicarakan masalah perbatasan kedua negara. Namun Najib belum membaca surat itu.

Meski demikian, Najib telah memprediksi isi surat itu.

"Saya yakin Presiden Indonesia menyampaikan kekecewaannya atas situasi yang berkembang dan demonstrasi-demonstrasi yang terjadi seharusnya tidak dikaitkan dengan pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia sadar ada 2 juta warganya yang bekerja di Malaysia dan ada investasi besar oleh perusahaan-perusahaan Malaysia (di Indonesia)," komentar PM Najib.

Hal ini dikatakan Najib pada Sabtu kemarin seperti dilansir media Malaysia, The Star, Minggu (29/8/2010).

Najib menyatakan, kedua negara memiliki kepentingan mutual dan situasi yang berkembang saat ini jangan sampai mengganggu hubungan bilateral.

Dia menambahkan, sejauh ini Malaysia tidak ada rencana untuk mengeluarkan saran perjalanan (travel advisory) bagi warga Malaysia yang bermaksud ke Indonesia.

Surat SBY pada PM Najib dikirim Jumat (27/8) sore. SBY mengajak mempercepat proses perundingan perbatasan dan menyelesaikan semua masalah yang ada secara baik. SBY berupaya juga mengajak bagaimana agar suasana ini sejuk kembali.

Di dalam surat itu, juga berisi dorongan mempercepat penuntasan secara bertahap perundingan soal perbatasan laut RI-Malaysia. Sudah disepakati masalah ini akan dibahas dalam pertemuan rutin yang tahun ini akan berlangsung pada 6 September 2010 di Kinabalu, Malaysia.

"Mulai dari yang di Selat Malaka, Tanjung Berakit, Selat Sulawesi, sekitar Pulau Natuna dan semuanya. Pembicaraannya akan bertahap dan prosesnya terus berlanjut," papar Menko Polhukam Djoko Suyanto.

(nrl/anw)
detik news

Iran Produksi Peluru Artileri 130 mm


(Foto: MNA/Vahid-Reza Allaii)

30 Agustus 2010 – Iran mulai memproduksi peluru artileri 130 mm yang mampu menghancurkan sasaran hingga jarak 42 km. Minggu (29/8).

Menteri Pertahanan Iran Ahmad Vahidi mengatakan peluru artileri ini seperti rudal balistik dan peluru menggunakan propelan padat.







MNA/Berita HanKam

Syahganda: Malaysia Tekan RI, Surat SBY Tak Digubris


Monday, August 30, 2010

Fajar Isnu alias Inung Bonek dengan mengenakan kaos bertuliskan 1 Love RI, membawa sebuah poster yang berbunyi 'Lawan Malaysia? SIAPA TAKUT?'. (Foto: detikFoto/Zainal Effendi)

29 Agustus 2010, Jakarta -- Ultimatum yang disampaikan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Tun Najib Rajak, Sabtu (28/8/2010) agar pemerintah Indonesia menertibkan aksi-aksi demo di Jakarta yang dapat membuat murka warga Malaysia, juga tudingan adanya demonstran bayaran, pernyataan dua juta Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia serta investasi pengusaha Malaysia di tanah air, menunjukkan Indonesia berada dalam posisi mudah ditekan pihak Malaysia.

Hal tersebut dikemukakan Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan di Jakarta, Minggu (29/8/2010). "Pernyataan bernada tekanan itu bukti yang nyata bahwa surat Presiden SBY kepada PM Malaysia yang disampaikan Jumat (27/8/2010), tidak pernah digubris," kata Syahganda.

Karenanya, Syahganda mengaku sedih oleh respon pemerintah Malaysia terkait surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang sama sekali tidak mencerminkan rasa hormat maupun sikap bersahabat terhadap bangsa Indonesia, khususnya Presiden SBY.

"Yang dilakukan justru menekan-nekan RI. Hal ini tentu bukan sikap dewasa dari petinggi Malaysia, karena mengeluarkan sikap yang selalu merendahkan Indonesia," jelas Syahganda.

Dikatakan, pemerintah Indonesia sebaiknya tidak boleh terlalu menggambarkan sikap yang pasrah menghadapi Malaysia, baik melalui surat Presiden SBY ataupun berupa tindakan para menterinya. Sebab, lanjutnya, cara seperti itu bukan yang diinginkan oleh seluruh rakyat di tanah air.

"Rakyat dan seluruh elemen bangsa menghendaki Indonesia membangun politik yang bermartabat selaku negara besar di panggung internasional, sekaligus memuliakan harapan serta kepentingan bangsa yang berdaulat," ujarnya.

Dengan demikian, Syahganda mengharapkan Presiden SBY mengambil hikmah yang dalam atas semua permasalahan dengan Malaysia akhir-akhir ini.

Pemimpin Indonesia-Malaysia harus redakan ketegangan

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, meminta pemimpin Indonesia dan Malaysia segera meredakan ketegangan yang terjadi di antara kedua negara. Jika dibiarkan, dia khawatir akan menambah rumit hubungan kedua negara.

"Sekarang sudah terjadi ketegangan di tingkat publik. Sekarang tinggal bagaimana kedua elite negara itu meredakan ketegangan di masing-masing negara," kata dia seusai diskusi "Nasib TKI dan Diplomasi Setengah Hati" di Jakarta kemarin.

Hikmahanto menduga tindakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkirim surat kepada Perdana Menteri Malaysia Najib Razak beberapa waktu lalu adalah salah satu upaya untuk menenangkan publik, baik di Indonesia maupun Malaysia.

Insiden penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh polisi Malaysia telah memicu sejumlah demo anarkistis. Para pengunjuk rasa melempari pagar kedutaan dengan tinja. Para pendemo pun segera ditangkap polisi. Pemerintah Malaysia lalu "membalas" demo yang dinilai berlebihan itu dengan ancaman mengeluarkan travel advisory bagi warga negaranya yang akan berkunjung ke Indonesia.

Hikmahanto berharap pejabat kedua negara tak menjadikan travel advisory sebagai instrumen diplomasi. Langkah itu, menurut dia, justru akan membahayakan. Menurut Hikmahanto, kompromi perlu dilakukan.

Hingga kemarin, Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan belum bisa mengeluarkan sikap berkaitan dengan ancaman travel advisory yang dikeluarkan Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Anifah Aman pada Kamis lalu. "Kami tidak mau beranda-andai. Nanti malah membuat situasi semakin runyam," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, saat dihubungi kemarin. Dia menambahkan, hingga kemarin belum ada keterangan resmi dari pemerintah Malaysia mengenai travel advisory itu.

Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri menilai yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia saat ini layaknya perselisihan antara kakak dan adik. "Sedikit ada perselisihan itu biasa, tapi kita harus bisa berpikir jernih," kata dia setelah memimpin upacara wisuda di Balairung UI, Depok, kemarin.

Ketegangan di antara kedua negara tak mempengaruhi dunia pendidikan. Dia mengatakan, UI tetap menjalin hubungan baik dengan universitas-universitas di Malaysia, khususnya Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Deputy Vice Chancellor UKM Hasan bin Basri mengatakan ketegangan di antara kedua negara tak mempengaruhi kehidupan sekitar 600 mahasiswa Indonesia yang belajar di UKM.

"Tidak ada perubahan dan juga tidak ada masalah," ujarnya di UI. Hasan mengakui kedatangannya ke Indonesia tidak ada hambatan.

KOMPAS/TEMPO Interaktif

PM Najib: RI Harus Tertibkan Demo atau Warga Malaysia Murka

 Minggu, 29/08/2010 16:31 WIB

Nurul Hidayati - detikNews


Jakarta - PM Datuk Seri Najib Tun Razak memperingatkan pemerintah Indonesia bertindak cepat meredakan demonstrasi di Tanah Air. Jika tidak, akan berisiko menimbulkan murka warga Malaysia.

Najib menangkis pihaknya lunak dalam menyikapi demonstrasi di perwakilan Malaysia di Jakarta. Dia menyatakan, jika demo itu terus berlanjut, bisa menimbulkan aksi kemarahan balasan.

"Saya berharap pemerintah Indonesia tidak akan membiarkan demonstrasi warga mereka - yang dibayar oleh beberapa kalangan - untuk membuat kerusuhan," katanya pada Sabtu kemarin seperti dilansir The Star, Minggu (29/10/2010). 

Najib menyatakan, pihaknya menjamin situasi di Malaysia di bawah kendali. Namun yang paling penting, seharusnya tidak mengarah ke situasi yang membahayakan hubungan bilateral kedua negara.

"Warga Malaysia harus tetap tenang dan tidak reaktif pada setiap provokasi," katanya.

Najib juga menekankan semua warga negara harus menghormati hukum negara. Tindakan tegas akan diberlakukan pada mereka yang melanggar UU dan pengadilan akan menjatuhkan hukuman.

Demo terakhir yang terjadi di Kedubes Malaysia di Jakarta terjadi pada Kamis (26/8). Penjagaan perwakilan Malaysia di Indonesia diperketat, demikian juga dengan rumah dinas Dubes. Demo ini terkait peristiwa di perairan Pulau Bintan 13 Agustus pukul 21.00 WIB yang menyebabkan 3 petugas KKP ditahan hingga 16 Agustus oleh polisi Johor. Banyak tokoh dan anggota DPR menuding kurang tegasnya pemerintah dalam berdiplomasi dengan Malaysia.
(nrl/anw)

detik news 

Saturday, August 28, 2010

Komisi I DPR Akan Panggil Djoko Suyanto Perihal Nelayan Malaysia



Komisi I DPR Akan Panggil Djoko Suyanto Perihal Nelayan Malaysia
Jakarta (ANTARA News) – Komisi I DPR RI akan memanggil Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto untuk menjelaskan perihal dilepaskannya tujuh nelayan Malaysia.
“Komisi I DPR telah melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto untuk meminta penjelasan terkait dengan pelepasan nelayan Malaysia yang lebih dulu dilepaskan dibanding petugas KKP yang ditahan Polisi Diraja Malaysia,” kata anggota Komisi I DPR RI, Fayakhun Andriadi, Jakarta, Minggu.
Surat tersebut sudah dilayangkan kepada Djoko Suyanto pada hari Jumat (27/8) lalu.
“Dalam surat itu, Komisi I DPR RI minta Djoko Suyanto datang pada hari Senin (30/8),” kata Fayakhun.
Menurut dia, yang paling bertanggung jawab dengan kejadian tersebut, terutama adanya perbedaan waktu pelepasan tujuh nelayan Malaysia dengan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Kita berharap ada itikad baik dari Djoko Suyanto untuk memenuhi panggilan Komisi I tersebut. Nelayan Malaysia dilepaskan tanggal 17 Agustus 1010 sekitar pukul 07.00 WIB. Sementara petugas kita dilepas pukul 09.00 WIB oleh polisi Malaysia. Ada apa ini dan siapa yang bertanggung jawab,” kata politisi Golkar itu.
Menurut dia, instansi yang berwenang dalam kasus penahanan tiga petugas KKP dan pelanggaran wilayah Indonesia saling lempar tanggung jawab.
“Sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto harus menjelaskan hal tersebut,” kata Fayakhun.
Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto tidak menanggapi adanya surat dari Komisi I tersebut.
“KKP, ya menterinya dong… Masak aku…gimana sih? Apa hubungannya dengan aku? KKP yang urus itu…,” kata Djoko melalui pesan singkatnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi I DPR mengatakan, dirinya tidak mengetahaui adanya perbedaan waktu terkait dengan pelepasan tujuh nelayan Malaysia dengan tiga petugas KKP.
(ANT/P003)
antara (sumut)

Changes proposed to Russia's military procurement system - paper


Military and construction equipment at Defense Expo-2010
Military and construction equipment at Defense Expo-2010
12:04 27/08/2010
© RIA Novosti. Pavel Lisitsyn
The Russian Federal Service for Defense Contracts (Rosoboronzakaz) has proposed changes to the country's procurement system, a business daily said on Friday.
Rosoboronzakaz wants to bring the scheme in line with the U.S.'s Defense Federal Acquisition Regulation Supplement (DFARS), Vedomosti said.
The Defense Procurement Law presupposes market mechanisms of price formation, Rosoboronzakaz Deputy Director Vladimir Muravnik said, adding that these mechanisms have little if nothing to do with what actually goes on.
There are only three suppliers at the very most, so there is no competition, he said. He claimed that one result of this was "numerous cases of contract overpricing". This is also due to the fact that defense procurement is monitored by Rosoboronzakaz, not the Federal Anti-Monopoly Service, Muravnik said.
The DFARS develops uniform acquisition policies, demanding suppliers, or in most cases one supplier, to justify their pricing by providing the proper documentation as well as drawing on labor input and profitability rates.
Pricing should be flexible and account for expenses, Muravnik said.
The majority of the Pentagon's contracts with Boeing, Northrop Grumman and General Dynamics are flexible, meaning that the pricing changes after all of the expenses are accounted for.
If a supplier has raised the price, as is often the case, it should be penalized, Rosoboronzakaz said. Any distortion in accounts should be likewise punished, it added.
President Dmitry Medvedev saw red recently over an overpricing row in the south Russian Rostov region, where several X-ray machines were bought on a government contract for three times the original price.
Rosoboronzakaz said that if the proposals go through, it will help save some 10% of budget funds allocated for defense procurement.
Russia plans to spend more than 600 billion rubles ($19.4 billion) on defense procurement this year.
The government has not yet made any decision on the proposals, Prime Minister Vladimir Putin's spokesman told Vedomosti.
While leading suppliers, including NPO Saturn, are in favor of the changes, there are fears they may increase the amount of red tape and paperwork.
MOSCOW, August 27 (RIA Novosti)

Indian-Russian Brahmos venture to produce missile engines in India

Topic: Russia-India partnership

"The BrahMos missile has a range of 290 km (180 miles) and can carry a conventional warhead of up to 300 kg (660 lbs)".
"The BrahMos missile has a range of 290 km (180 miles) and can carry a conventional warhead of up to 300 kg (660 lbs)".
13:21 27/08/2010
© RIA Novosti/Avrora Sergei Razabakov, Rustam Buzanov
The Indian-Russian venture BrahMos Aerospace Ltd. plans to produce engines for Brahmos missiles in India, CEO Sivathanu Pillai said on Friday.
The engines will be produced at the Brahmos plant in the state of Kerala in southeastern India, Pillai said. In two years its production volumes will exceed the manufacturing capabilities of the plant in Russia's Orenburg which currently produces the engines.
He said the decision was made due to a mounting demand for Brahmos missiles in the Indian Armed Forces.
The BrahMos missile has a range of 290 km (180 miles) and can carry a conventional warhead of up to 300 kg (660 lbs). It can effectively engage ground targets from an altitude as low as 10 meters (30 feet) and has a top speed of Mach 2.8, which is about three times faster than the U.S.-made subsonic Tomahawk cruise missile.
Established in 1998, BrahMos Aerospace, a joint Indian-Russian venture, produces and markets BrahMos supersonic missiles. The sea- and ground-launched versions have been successfully tested and put into service with the Indian Army and Navy.
BENGALURU, August 27 (RIA Novosti)

BERITA POLULER