Pages

Tuesday, August 3, 2010

TNI AL Tambah Dua Kapal


Batam (ANTARA News) - TNI AL akan menambah dua kapal selam untuk menambah kekuatan di laut, kata Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana Madya TNI Agus Suhartono.

"Sekarang kita sudah punya dua, akan tambah dua lagi," kata Kasal di Batam, Sabtu.

Ia mengatakan pengadaan dua kapal selam untuk TNI AL, dilaksanakan pada 2010 yaitu proses seleksi pengadaan pada 2010 dan diharapkan kapal selam mulai diproduksi pada 2011.

Menurut dia, pembuatan kapal selam memakan waktu tiga tahun, sehingga baru bisa dipergunakan pada 2014.

Untuk pengadaan kapal selam TNI AL ada beberapa negara yang menjadi pilihan seperti Jerman (U-209), Korea Selatan (Changbogo), Rusia (Kelas Kilo), dan Prancis (Scorpen).



kilo class



Scorpene Class



U-209 Class



Changbogo Class

Selain di luar negeri, kata dia, kapal selam juga bisa diproduksi di dalam negeri.

Mabes TNI AL telah melakukan kajian mendalam untuk spesifikasi kapal selam yang dibutuhkan sesuai tingkat ancaman yang akan dihadapi.(*)

http://www.maju-indonesia-ku.co.cc/2010/01/tni-al-tambah-dua-kapal-selam.html

TNI AL Akan Beli Dua Kapal Selam Korea

Changbogo Clas

BANDUNG--MIOL: Kepala Staf TNI AL Laksamana Bernard Kent Sondakh menyatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan membeli dua unit kapal selam dari Korea Selatan.

"Tapi dalam pemebelian tersebut saya sifatnya hanya memberi rekomendasi saja kepada pemerintah sementara proses negosiasinya langsung dilakukan antar pemerintah RI dan pemerintah Korsel," katanya, di Bandung, Senin.

Usai acara penandatanganan serah terima pesawat helikopter produk TP DI, kepada pers dia menyatakan, kapal selam tersebut masing-masing seharga 300 juta dolar AS per unit karena sudah dalam kondisi lengkap dengan semua peralatan militer modern.

"Harga kapal selam standar sebetulnya antara 200-250 juta dolar AS per unit tapi itu belum dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Khusus untuk dua kapal selam dari Korsel tersebut kita beli sudah dalam keadaan lengkap siap untuk dioperasikan," katanya.

Menurut KSAL, kehadiran kapal selam sangat diperlukan jajaran TNI AL untuk mengamankan wilayah perairan Indonesia yang sangat luas.

"Karena dengan adanya kapal selam operasi-operasi pengamanan oleh TNI AL bisa dilakukan dengan efektif dan efisien. Satu unit kapal selam bisa menandingi enam unit kapal perusak jenis 'frigat'," katanya.

Idealnya, kata dia, di Indonesia diperlukan paling sedikit 12 unit kapal selam untuk dioperasikan di berbagai pelosok tanah air.

Namun karena keterbatasan anggaran pihaknya kini hanya memiliki dua unit kapal selam yang belum lama di beli dari Jerman.

"Karena kita sangat terbatas dalam memiliki kapal selam maka posisi tawar kita jadi sangat lemah, dan akibatnya banyak pencoleng-pencoleng ikan yang mengeruk keuntungan dari wilayah kita," katanya.

Rencananya, kata dia, kedua unit kapal selam tersebut tidak akan dibayar secara langsung dengan uang tetapi akan dilakukan dengan pola imbal beli dengan memberi pesawat penumpang N-235 buatan PTDI.

"Kebetulan pemerintah Korsel memerlukan tambahan 30 unit pesawat N-235, jadi mungkin pola pembayarannya akan dilakukan dengan imbal beli seperti itu," katanya.
(Ant/Ol-01)
sumber:http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=5647

SAT 81 KOPASSUS Gelar Latihan Penanggulangan Terror di JHCC PLENARY HALL


Sebagai bagian dari Angkatan Darat Indonesia, Kopassus memiliki tugas yang sangat strategis, antara lain menjaga keutuhan wilayah serta kedaulatan darat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kopassus senantiasa berupaya meningkatkan profesionalisme organisasi, melalui peningkatan profesionalitas keprajuritan, yang antara lain dilaksanakan dengan peningkatan program pendidikan dan latihan termasuk kerjasama dengan Pasukan Khusus negara-negara sahabat.

Hal itu dikatakan Ir Kopassus Kolonel Inf Nugroho Budi Wiryanto, ketika menerima kunjungan kehormatan Study Tour Of Defence Services Command and Staff College Srilangka yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Ranashinge, bertempat di Makopassus Cijantung, Jakarta Timur, Kamis (29/7).

Dalam pertemuan ini Ir Kopassus didampingi oleh Para Asisten dan Kabalak Kopassus serta perwakilan dari Mabesad maupun Duta besar Sri Lanka.
Sementara itu

Kopassus saat ini sedang melaksanakan latihan penanggulangan teror di JHCC Plenary Hall, Senayan, Kamis (29/7). Latihan yang digelar secara intensif bertujuan untuk melatih keterampilan dan kemampuan serta meningkatkan profesionalisme dan kesiapsiagaan prajurit Satuan-81 Kopassus dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman aksi terorisme yang mungkin terjadi.

Latihan Penanggulangan Teror tersebut melibatkan sebagian besar komponen Satuan-81 Kopassus dengan mengerahkan unsur personel dan perlengkapan secara khusus, unit-unit kendaraan taktis, unit anjing pelacak serta didukung oleh unit Penjinak Bahan Peledak dan unsur Satuan Helly dari Penerbad yang dilaksanakan secara terpadu.

Berbagai keterampilan teknis dan taktis dilatihkan dalam rangka penanggulangan aksi terorisme yang mungkin terjadi terutama di wilayah perkotaan besar yang memanfaatkan berbagai fasilitas umum strategis seperti gedung perkantoran, perhotelan dan sentra bisnis lainnya. Dengan demikian Satuan-81 Kopassus akan senantiasa siap setiap saat dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman aksi terorisme. (Penkopassus/Dispenad)


Sbr : Dispenad
rindan brawijaya

Panglima Divif 2 Kostrad Periksa Kesiapan Satgasla PPRC



02 Agustus 2010, Surabaya -- Panglima Divif 2 Kostrad Mayor Jenderal TNI Geerhan Lantara memeriksa kesiapan gelar lapangan 1 Kompi Korps Marinir TNI AL yang tergabung dalam Satuan Tugas Laut (Satgasla) Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI Tahun 2010 di Dermaga Koarmatim Ujung Surabaya, Senin (2/8).

Kegiatan tersebut dihadiri Kepala Staf Koarmatim Laksamana Pertama TNI Arief Rudianto, para Asisten Pangarmatim, Komandan Satuan Kapal, dan Komandan Unsur Koarmatim. Dalam amanat Panglima Divif 2 Kostrad mengatakan, bahwa satuan PPRC TNI merupakan Komando Tugas Gabungan TNI yang dibentuk khusus dan berkedudukan langsung dibawah Panglima TNI, dengan tugas pokok melaksanakan tindakan cepat terhadap ancaman nyata di wilayah darat tertentu, dalam rangka menangkal, menyanggah awal dan menghancurkan musuh atau lawan yang mengganggu kedaulatan NKRI.

“Untuk itu, Satuan PPRC TNI mengemban tugas tanggung jawab yang sangat strategis, sehingga melekat prinsip-prinsip pelaksanaan tugas yang cepat, tepat dan singkat. Cepat dalam mnuver atau gerakan, tepat menentukan sasaran, serta singkat dalam proses dan waktu yang dibutuhkan,”tegas Panglima Divif 2 Kostrad.

Dispenarmatim

Kontrak Persenjataan Domestik Diperpanjang



03 Agustus 2010, Jakarta -- Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, penandatanganan kontrak pengadaan alat utama sistem senjata TNI dan Polri dari dalam negeri diperpanjang hingga akhir tahun.

"Kita beri waktu hingga akhir tahun," katanya ketika di konfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa, menjawab mengenai batas akhir penandatanganan kontrak pengadaan alat utama sistem senjata TNI dan Polri dari dalam negeri yang berakhir 20 Juni 2010.

Menurut dia, jika ada pengadaan peralatan utama TNI yang sudah dapat ditandatangani kontraknya sebelum akhir tahun, hal itu akan segera ditindaklanjuti.

Ia mengatakan, sebagai komitmen pemerintah untuk memberdayakan industri pertahanan dalam negeri maka pihaknya telah menyiapkan daftar belanja peralatan utama sistem persenjataan TNI dan Polri yang tertuang dalam 13 kontrak dengan dana yang disiapkan Rp 800 miliar.

"Dana tersebut diambil dari APBN 2010 sebagai bentuk komitmen kami untuk mendukung pemberdayaan atau revitalisasi industri pertahanan dalam negeri," kata ujar Sjafrie.

Ia menambahkan, 13 kontrak pengadaan peralatan itu dari dalam negeri meliputi persenjataan ringan dan menengah yang telah dapat diproduksi industri pertahanan nasional.

"Secara rinci, jenisnya apa saya tidak tahu. Tetapi kira-kira secara umum meliputi persenjataan ringan dan menengah," kata Sjafrie.

ANTARA News

Berita hankam

F16 C/D BLOK 52 YANG DIMINATI TNI AU

History


F-16C #91-0360, is an early F-16C block 50. (LMTAS photo)

The Block 50/52 is the current production version of the F-16 Fighting Falcon. It features the Improved Performance Engines, either the F110-GE-129 for the Block 50 or the F100-PW-229 for the block 52. The F100-PW-229 is lighter and more powerful than earlier F100s, and had been flying at Edwards AFB since mid-1990 in test ship #81-0816. Both engines are rated at 29,000lbs of thrust (129kN).


This version first appeared in late 1990. It was unofficially designated F-16CJ/DJ for the same reason as the Block 40/42 unofficial designation. The first Block 50/52 F-16 rolled out of the Fort Worth facility on October 31, 1991 (#90-0801). Production of this version is still ongoing and will be expanded well beyond 2005 with the latest aircraft delivered to Greece and Israel.

Structure & Avionics

The standard avionics fit for the Block 50 includes:

  • Honeywell H-423 Ring Laser Gyro Inertial Navigation System (RLG INS) for rapid in-flight alignment;
  • GPS receiver;
  • Data Transfer Cartridge with a larger capacity (128KB) to accommodate the planned avionics growth;
  • Improved Data Modem for faster data transmission;
  • AN/ALR-56M advanced RWR;
  • AN/ALE-47 threat adaptive countermeasure system;
  • digital terrain system data transfer cartridge;
  • cockpit compatible with night vision systems;
  • advanced IFF interrogator;
  • Upgraded Programmable Display Generator (UPDG);
  • MIL-STD-1760 data bus for programming new-generation PGMs;
  • Horizontal Situation Display (HSD) for increased situational awareness and tactical flexibility on all missions.

The Block 50/52 also carries the Westinghouse AN/APG-68 V(5) radar, which offers longer range detection against air targets and higher reliability. The radar has a programmable signal processor that employs very high-speed integrated circuit (VHSIC) technology. The latest batches of Block 50/52 carry the same radar, but versions V(7) and V(8), which offer even greater performance envelopes. The VHF/FM antenna is now incorporated into the leading edge of the vertical fin and has an extended operating distance. The cockpit also includes 2 monochrome MFD's (soon to be replaced by the MLU's color displays) and a FOV HUD.

The Block 50's have the capability to fire the AIM-120 AMRAAM, the new AGM-65G Maverick missile and the PGU-28/B 20mm cannon round. The Block 50/52 is capable of carrying the new JDAM munition, the AGM-154A/B JSOW and is the first F-16 version to integrate the AGM-84 Harpoon antishipping missile. The AGM-137 TSSAM stand-off attack missile was also foreseen in its weaponry, but subsequently cancelled. The aircraft can launch the Harpoon in line-of-sight, bearing-only, and range/bearing modes. The addition of the Harpoon gives the F-16 a significant standoff range anti-shipping capability, especially when combined with optional 600-gallon fuel tanks.

The first Block 50 F-16 was delivered to the USAF in November of 1991. Over 300 have been delivered by early 1997, to four different customers. New production Block 50/52 aircraft ordered after 1996 also include selected features from the MLU program: color multifunction displays, a three-channel video tape recorder, and the modular mission computer.

Modifications & Upgrades

Wild Weasel


F-16CJ Block 52D #91415 aircraft from USAFE's 52nd FW operate as Wild Weasels. This specimen's equiped with wingtip Amraams, Sidewinders on stations 2 and 8, and AGM-88 HARM (starboard) and Shrike (port) anti-radiation missiles. Note the AN/ASQ-213 Harm Targeting System pod on the starboard intake station. (USAF photo)

The F-16CJ/DJ Block 50D/52D have the HARM avionics/Launcher Interface Computer (ALIC) resulting in a full autonomous employment capability of the HARM missile. This capability adds the SEAD (Suppression of Enemy Air Defenses) mission to the already extensive list of missions the F-16 is capable to perform.

The aircraft features full integration for the advanced AGM-88 HARM II and Shrike anti-radiation missiles, a Lockheed Martin Pave Penny laser ranger pod and the Texas Instruments (now Raytheon) AN/ASQ-213 HTS (HARM Targeting System). The pod is mounted on the starboard intake hardpoint and contains a super-sensitive receiver that detects, classifies, and ranges threats and passes the information to the HARM and to the cockpit displays. With the targeting system, the F-16CJ/DJ has full autonomous HARM capability. The HTS pod can be omitted however - in that case, RC-135 Rivet Joint aircraft support the F-16 in sorting and prioritizing targets in dense threat environments.

Two HARM missiles are normally carried on a typical SEAD mission, however, 4-missiles loads are currently being test-flown at Eglin AFB.

Deliveries of the Block 50D/52D began in May 1993. All but the earliest Block 50 models have been upgraded to Block 50D standard.

Block 50/52 Plus


One of the latest HAF, F-16C Block 52, #501, taxiing. (LMTAS photo)

The Block 50/52 Plus is a version which has special provisions for the adverse weather delivery of the McDonnell Douglas JDAM (Joint Direct Attack Munition). The update includes an add-on tail unit containing a synthetic aperture radar, providing guidance to 1,000lbs Mk.83, 2,000lbs Mk.84 and the 2,000lbs BLU-109 warhead. Other features include passive missile warning, terrain-referenced navigation, and provisions for the 600 US gal (2,271 litre) external fuel tanks and conformal fuel tanks.

Other features of the aircraft include an on-board oxygen generating system (OBOGS), the AN/APX-113 advanced electronic interrogator/transponder IFF system, helmet-mounted cueing system (HMCS), ASPIS internal electronic countermeasures suite (full provisions), the Northrop Grumman APG-68(V)9 radar, which is the latest version of the F-16C/D radar. This radar features significant improvements in detection range, resolution, growth potential, and supportability. Furthermore, application of advanced processing techniques enhances the radar's ability to operate in dense electromagnetic environments and resist jamming better than all previous models.

The V(9) version of the AN/APG-68 radar provides both improved air-to-air capabilities and air-to-ground capabilities. These include:

  • 30 percent increase in detection range;
  • Improvements in false alarm rate and mutual interference;
  • Four versus two tracked targets in the Situation Awareness mode (a search-while-track mode);
  • Larger search volume and improved track performance in Track While Scan mode;
  • Improved track performance in Single Target Track mode;
  • Two-foot resolution in new Synthetic Aperture Radar (SAR) mode, which allows autonomous delivery of precision, all-weather, standoff weapons;
  • Increased detection range in Sea Surveillance mode;
  • Improved target detection and map quality in Ground Moving Target Indication mode.

In general, this radar offers a 5X increase in processing speed and 10X increase in memory compared to the current AN/APG-68 radar and provides large growth potential.

The first production V(9) radar, which was delivered in April 2002, will be installed in the first Greece Block 52+ F-16. Also the new Israeli F-16s will be equiped with it.

The latest Israeli F-16 block 52 will furthermore be equiped with a video data link and Conformal Fuel Tanks manufactured by Israel Aircraft Industries (IAI), advanced avionics and a helmet-mounted display manufactured by Elbit, an advanced electronic warfare suite manufactured by Elisra and advanced weapons and sensors manufactured by Rafael. This makes these aircraft are becoming more and more an Israeli domestic product.

Production

Production of the block 50/52 totals 813 airframes up to now. Manufacturing started in 1991 and is still ongoing. Block 50 aircraft were delivered to the USAF, Turkey, Greece and Chile, whilst Block 52 aircraft were delivered to the USAF, South Korea, Singapore, Greece, Poland and Israel. Of the total number of Block 50/52, still 260 are waiting delivery to the customer (July 2003).

Specifications (standard Block 50/52)

Engine: One Pratt & Whitney F100-PW-229 turbofan, rated at 17,000 lb.s.t. dry and 28,500 lb.s.t. with afterburning or one General Electric F110-GE-129 turbofan, rated at 17,155 lb.s.t. dry and 28,984 lb.s.t. with afterburning.

Performance: Maximum short-endurance speed: Mach 2.05 (1353 mph) at 40,000 feet. Maximum sustained speed Mach 1.89 (1247 mph) at 40,000 feet. Tactical radius (hi-lo-hi interdiction on internal fuel with six 500-lb bombs) 360 miles. Maximum ferry range 2450 miles with maximum external fuel (excluding 600gal. tanks or CFT's) .

Dimensions: wingspan 31 feet 0 inches, length 49 feet 4 inches, height 16 feet 8 1/2 inches, wing area 300 square feet.

Weights: 18,238 pounds empty, 26,463 pounds normal loaded (air-to-air mission), 42,300 pounds maximum takeoff

http://www.f-16.net/f-16_versions_article9.html

RI Pertimbangkan Beli Jet Tempur F-16 dari AS



F-16 TNI AU dengan persenjataan lengkap. (Foto:Titis Budi Rachman)

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia (RI) tengah mempertimbangkan pembelian enam jet tempur jenis F-16 Fighting Falcon varian terbaru dari Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan kesiapan tempur Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).

"Kita sedang mempertimbangkan tawaran jet tempur F-16 dari AS sebanyak enam unit, dengan masa pembiayaan empat hingga lima tahun," kata Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Juwono Sudarsono, usai pertemuan Menteri Pertahanan (Menhan) AS, Robert Gates, dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, pembelian enam unit F-16 Fighting Falcon itu untuk melengkapi sepuluh unit pesawat sejenis varian A/B milik TNI AU yang akan di-"up grade" (ditingkatkan kemampuannya).

Menhan mengemukakan, pembelian enam unit F-16 itu akan memakai mekanisme pembiayaan `multiyears` sesuai kesepakatan dengan Departemen Keuangan dan Komisi I DPR RI.



"Kami juga masih mempertimbangkan apakah pembiayaannya akan dilakukan melalui mekanisme FMF (Foreign Military Financing) dan FMS (Foreign Military Sale). Semua juga tergantung DPR karena pada tahun ini pemerintah tengah memfokuskan anggaran pada kesejahteraan rakyat," ujar Juwono.

Ia menjamin, rencana pembelian F-16 tersebut tidak akan berpengaruh terhadap komitmen RI dengan pemerintah Rusia dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI.

"Masing-masing negara memiliki kelebihan dan kekurangan. Kesulitan dengan AS adalah masalah birokrasi sedangkan kesulitan dengan Rusia adalah masalah pembayaran," ujar Juwono.

Sementara itu, Komandan Komando Pemeliharaan Material TNI AU (Koharmatau) Marsekal Muda Soenaryo kepada ANTARA News mengatakan, TNI AU kini memiliki sepuluh unit F-16 Fighting Falcon, dan dari jumlah itu ada enam yang masih dinyatakan laik pakai.

"Sepuluh unit yang kita pakai merupakan jenis A/B dan akan ditingkatkan kapasitasnya mendekati varian terbaru Block 52 F-16 Fighting Falcon C/D multi role, terutama untuk sistem avioniknya," ujarnya.

Dalam pertemuan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Madya Subandrio dengan "Under Secretary of The Air Force For International Affair" AS, Bruce S. Lemkin, di Jakarta akhir pekan silam, Pemerintah AS untuk membeli Block 52 F-16 Fighting Falcon C/D multi-role dan pesawat angkut berat 130-J Hercules. (*)

Sumber : ANTARA

BERITA POLULER