INDONESIA DEFENCE
BLOG BERITA PERTAHANAN DAN KEAMANAN DAN ALUTSISTA TERKINI
Monday, November 4, 2024
TNI AL dan Angkatan Laut China Bahas Latihan Bersama "Heping Garuda" 04 November 2024
Bakamla: Kooperatif, "coast guard" China tak lagi masuk Natuna Utara
Bakamla
RI bakal terus mengawasi secara ketat aktivitas di Laut Natuna Utara demi
memastikan survei seismik di perairan itu berjalan tanpa gangguan
Kepala
Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Laksamana Madya TNI Irvansyah menyebut kapal
penjaga pantai (coast guard) China kooperatif dan tidak lagi masuk perairan
yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara.
Irvansyah
memastikan sejauh ini belum ada aktivitas kapal penjaga pantai China (CCG) yang
membahayakan aktivitas kapal-kapal Indonesia di Laut Natuna Utara.
“Sampai
sekarang belum ada lagi (kapal coast guard China, red.),” kata Irvansyah
menjawab pertanyaan ANTARA saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator
Bidang Politik dan Keamanan RI, Jakarta, Senin.
“Ya,
mereka kooperatif,” tambah Irvansyah.
Dia
melanjutkan kapal-kapal Bakamla RI rutin berpatroli di Laut Natuna Utara
sepanjang tahun.
Terlepas
dari insiden pengusiran kapal penjaga pantai China bulan lalu, Bakamla cukup
lama bertekad memperkuat armada patrolinya.
Irvansyah
menyebut perlu ada peningkatan jumlah kapal patroli di daerah-daerah strategis.
“Kita
memang perlu perkuat poros-poros strategis, misalnya di Selat Malaka, di Natuna
Utara, di Ambalat,” kata Kepala Bakamla RI.
Dia
menyebut insiden pengusiran kapal penjaga pantai China di Laut Natuna Utara
bulan lalu itu merupakan yang pertama kali dilakukan oleh kapal patroli Bakamla
sepanjang 2024.
“Untuk
sepanjang tahun ini, (insiden itu, red.) baru pertama,” kata dia.
Kapal
patroli Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI KN Pulau Dana-323 dan KN Tanjung Datu
bulan lalu mengusir kapal penjaga pantai (coast guard) China yang mencoba masuk
perairan yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau,
masing-masing pada 25 Oktober, 24 Oktober dan 21 Oktober.
Kapal
coast guard China 5402 itu diusir keluar perairan yurisdiksi Indonesia di Laut
Natuna Utara karena diyakini mengganggu kegiatan survei dan pengolahan data
seismik yang dilakukan oleh PT Pertamina menggunakan kapal MV Geo Coral.
Bakamla
RI dalam siaran resminya menegaskan Bakamla RI bakal terus mengawasi secara
ketat aktivitas di Laut Natuna Utara demi memastikan survei seismik di perairan
itu berjalan tanpa gangguan.
“Operasi
ini juga mencerminkan komitmen Bakamla RI dalam menjaga ketertiban dan keamanan
maritim di perairan strategis Indonesia,” demikian siaran resmi Bakamla RI.
Laut
Natuna Utara merupakan perairan yurisdiksi Indonesia di Laut China Selatan,
yang masuk dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Walaupun demikian,
China secara sepihak mengklaim perairan itu masuk dalam yurisdiksinya
berdasarkan alasan historis 10-dash-line. Klaim 10-dash-line China itu mencakup
seluruh perairan Laut China Selatan.
sumber : Antara
Friday, October 25, 2024
Malaysia masih menunggu persetujuan AS untuk mendapatkan F/A-18 Hornet eks Kuwait
Menteri
Pertahanan Malaysia Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin mengumumkan pada 8
Oktober, bahwa Kuwait terbuka terhadap permintaan Malaysia untuk mengakuisisi
33 jet tempur F/A-18 C/D Hornet milik angkatan udaranya.
Namun,
akuisisi tersebut bergantung pada persetujuan dari Amerika Serikat dan juga
pada kelancaran program modernisasi Angkatan Udara Kuwait sendiri.
Program
modernisasi armada Kuwait, yang melibatkan Eurofighter Typhoon dan F/A-18E/F
Super Hornet, sejalan dengan jadwal akuisisi Malaysia yang prospektif.
Kuwait
berharap dapat merampungkan armada barunya pada tahun 2027. Hal ini berpotensi
memungkinkan pemindahan armada F/A-18 Hornet lamanya ke Malaysia.
Sebelumnya
pada 6 Oktober, Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin telah melakukan kunjungan
resmi ke Kuwait didampingi oleh Kepala Angkatan Udara Kerajaan Malaysia (RMAF)
Jenderal Tan Sri Asghar Khan Goriman Khan. Hal ini untuk memperkuat hubungan
pertahanan kedua negara.
Dalam
kunjungan tersebut dibahas potensi pengadaan F/A-18 Hornet dan kerja sama
pertahanan yang lebih luas antara Malaysia dan Kuwait.
Menindaklanjuti
hal itu, sebuah komite gabungan dengan pejabat dari kedua negara akan dibentuk
untuk mempercepat akuisisi setelah persyaratan terpenuhi.
Datuk
Nordin mencatat bahwa jika Malaysia tidak dapat memperoleh jet-jet ini dari
Kuwait, RMAF akan menghadapi penundaan tiga hingga empat tahun untuk
mendapatkan alternatif penggantinya.
Diketahui,
Malaysia pertama kali menyatakan minatnya untuk mengakuisisi Hornet F/A-18
milik Kuwait pada bulan Juni 2024, setelah evaluasi oleh tim teknis RMAF.
Saat
ini Armada Pesawat Tempur Serbaguna (MRCA) RMAF mencakup delapan Boeing F/A-18D
Hornet dan 18 Sukhoi Su-30MKM. Sementara armada MiG-29 telah dipensiunkan pada
tahun 2017
Monday, October 14, 2024
Prancis Tantang Dominasi Jet Tempur F-35 AS dengan 'Super Rafale' yang Lebih Siluman dan Dilengkapi Rudal Hipersonik
Produsen
pesawat terbang Prancis Dassault Aviation akan menghadirkan 'Super Rafale' F-5
yang akan dipasangkan dengan drone tempur wingman setia dan amunisi baru untuk
menekan pertahanan antipesawat musuh.
Dilengkapi
dengan radar pengacau gabungan dan sistem pertahanan diri, Rafale F-5 akan
menciptakan 'gelembung pelindung' untuk dirinya sendiri dan peralatan lain yang
akan dibawa ke medan perang.
Pesawat
ini akan berevolusi menjadi sistem teknologi yang disebut “Club Rafale.” Rafale,
yang berarti 'hembusan angin', adalah jet tempur garis depan yang dikembangkan
oleh Prancis. Pesawat ini membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan tempat di
pasar penerbangan militer internasional.
Namun
kini setelah mengantongi beberapa klien besar, hal yang paling dikeluhkan
Dassault adalah bahwa jet tempur garis depan buatannya telah dikalahkan oleh
jet perang AS F-35 di hampir setiap kompetisi dan permainan perang.
Menurut
situs web pertahanan Prancis, 'Meta Defense,' 'Super Rafale' atau Rafale F5
akan berevolusi ke tingkat yang sama sekali baru. "Ini akan menjadi Sistem
Tempur Udara, yang didasarkan pada sistem dari berbagai sistem dan bukan hanya
sebagai pesawat tempur, seperti yang masih terjadi pada Rafale F4," tulis
artikel tersebut.
Seperti
dilansir EurAsian Times , Kementerian
Angkatan Bersenjata Prancis mengajukan
amandemen awal bulan ini untuk memberikan informasi lebih lanjut tentang
upaya program Rafale yang akan datang, khususnya yang terkait dengan versi F5
baru yang akan dikembangkan di bawah Program Perencanaan Militer (LPM)
2024-2030.
Perkembangan
ini penting karena program jet tempur generasi berikutnya Eropa, yang dikenal
sebagai Sistem Pesawat Tempur Masa Depan (FCAS), di mana Prancis juga menjadi
peserta, akhirnya bergerak setelah terjebak dalam kelesuan untuk waktu yang
lama.
Angkatan
bersenjata Prancis berharap bahwa evolusi ini kemungkinan “akan mengubah secara
mendalam posisi relatif Rafale di kancah internasional, khususnya terhadap F-35
Amerika”.
Angkatan
Udara dan Antariksa Prancis (FASF) mengoperasikan apa yang disebut sebagai
Rafale versi standar F3-R. Pesawat ini dikembangkan dan diluncurkan pada akhir
tahun 2013 dan dilantik ke dalam FASF pada tahun 2018.
Versi
jet tempur ini merupakan versi yang ditingkatkan dari Rafale F3 standar. Versi
F3-R membawa rudal udara-ke-udara jarak jauh Meteor yang diproduksi oleh MBDA.
Jet tempur ini dilengkapi dengan pod penunjuk laser generasi baru Thales Talios
yang memberikan tingkat presisi tinggi dalam serangan udara-ke-darat.
Senjata
ini juga memiliki versi laser homing dari Safran Air-to-Ground Modular Weapon,
yang menghasilkan kemampuannya untuk menghancurkan target pada jarak beberapa
puluh kilometer dengan presisi metrik. Senjata ini juga disesuaikan untuk
menargetkan target bergerak. Sensor dalam versi ini juga telah ditingkatkan
untuk memastikan interoperabilitas.
Rafale
telah membuktikan keampuhannya dalam berbagai konflik selama dekade terakhir.
Pesawat ini turut ambil bagian dalam operasi di Afghanistan dan Libya.
Kemampuannya untuk tetap mengudara dalam jangka waktu yang lebih lama juga
terlihat saat pasukan Prancis menghancurkan target musuh di Mali.
Rafale
F5 akan memiliki pesawat tanpa awak tempur -nEUROn, yang terintegrasi ke dalam
sistemnya. UAV eksperimental nEUROn akan memiliki tingkat otonomi tertentu
sambil tetap melekat pada pesawat utama.
Drone
ini akan dikendalikan oleh Rafale sendiri, dengan kru yang memiliki “fungsi
mengoordinasikan dan mengoptimalkan efisiensi sistem ini.”
Laporan
berita menyebut F-35 A sebagai perwakilan generasi ke-5, sedangkan Rafale F5
akan menandai dimulainya era jet tempur generasi ke-6. Angkatan Udara AS juga
akan melengkapi 300 F-35A dengan pesawat nirawak tempur, seperti Rafale F5, di
bawah program Next Generation Air Dominance (NGAD).
Namun,
artikel tersebut menegaskan bahwa bahkan jika F-35 dilengkapi dengan pesawat
nirawak tipe Loyal Wingman, keunggulan relatifnya terhadap generasi ke-5,
seperti kemampuan siluman dan fusi data, akan “terhapus atau berkurang” dan
berubah menjadi jet tempur generasi ke-6.
Namun,
Rafale akan dapat mengandalkan persyaratan yang jauh lebih banyak dari generasi
baru ini, terutama dalam hal kapasitas muatan dan otonomi.
Super
Rafale Bisa Lebih Kuat Daripada F-35?
Peralatan
operasional Rafale kurang mampu meredam pertahanan antipesawat musuh, yang
biasa disebut dengan akronim SEAD. Varian F5 akan mengatasi kekurangan ini.
Artikel
tersebut menunjukkan bahwa kemampuan tersebut akan didasarkan pada
"penggunaan bersama pengacau radar sebagai tambahan terhadap sistem
pertahanan diri perangkat tersebut, untuk memberinya kemungkinan untuk
menyertakan perangkat lain dalam gelembung perlindungannya." Amunisi
antiradiasi dirancang untuk menembus pancaran radar musuh dan menghancurkannya.
Rafale
F5 akan dirancang untuk menyebarkan rudal baru Prancis-Inggris – Rudal Jelajah
Masa Depan (FCM) dan Rudal Anti-Kapal Masa Depan (FASM) sebagai ganti rudal
jelajah SCALP/Storm Shadow dan AM39 Exocet.
Rudal
futuristik ini akan memiliki fitur-fitur canggih, seperti kemampuan siluman
atau kecepatan hipersonik, untuk melawan sistem pertahanan udara modern
sekaligus memberikan Rafale “kemampuan serangan jarak jauh yang sangat
canggih.”
Rafale
F5 juga akan dilengkapi dengan pod yang menggabungkan kemampuan pod penunjukan
target Talios dan pod pengintaian Reco NG.
Pod
Talios akan diintegrasikan dengan Rafale F4 agar dapat melakukan misi
pengintaian udara dan serangan darat/permukaan. Pod ini menyediakan kemampuan
pencarian dan identifikasi target di area yang luas dan dapat langsung beralih
ke mode akuisisi dan pelacakan target.
Sensor
beresolusi tingginya menyediakan gambar berwarna dari situasi taktis untuk
menyederhanakan tugas pilot Rafale. Reco NG saat ini dipasang pada Mirage 2000
dan Rafale dan, dengan jangkauannya yang jauh dan resolusinya yang tinggi,
menyediakan citra intelijen.
Pod
dengan kualitas yang dimiliki Talios dan RECO NG akan memberikan “para pemburu
dan visi taktis udara-ke-darat, udara-ke-permukaan dan bahkan udara-ke-udara
dengan presisi tinggi” dan dengan demikian akan memiliki beberapa opsi
operasional sembari tetap dalam mode non-transmisi.
Rafale
F5 akan dirancang untuk membawa rudal jelajah hipersonik bertenaga nuklir baru
ASN4G, yang akan menggantikan rudal jelajah bertenaga nuklir Prancis air-sol
moyenne portée (ASMPA) di dua skuadron Angkatan Udara dan Antariksa dan pesawat
Angkatan Laut Prancis. Ini akan menjadi bagian dari pencegahan nuklir Prancis.
SUMBER eurasiantimes.com
Monday, September 30, 2024
Indonesian Aerospace ( PT DI ) masih berharap mendapatkan prototipe pesawat tempur KF-21
Indonesian Aerospacemasih berharap untuk mendapatkan prototipe pesawat tempur KF-21 buatan Korea Aerospace Industries, tetapi ini akan bergantung pada negosiasi antar pemerintah.
Indonesian Aerospace, yang juga dikenal sebagai PTDI (PT Dirgantara Indonesia), merupakan peserta industri dalam program bersama tersebut, yang terjerat dalam berbagai masalah seputar pendanaan dan transfer teknologi, serta tuduhan Korea Selatan bahwa para insinyur Indonesia dalam program tersebut telah mencuri data sensitif.
Saya meminta pemerintah untuk memiliki [prototipe],” kata Gita Amperiawan, presiden direktur Dirgantara Indonesia pada pameran udara Bali baru-baru ini.
“Pemerintah
sedang mencoba untuk menegosiasikan ini, karena ini penting.”
Indonesia awalnya menjadi mitra 20% dalam program Korea Selatan senilai W8,1 miliar ($6,1) miliar, yang juga bertujuan untuk memproduksi pesawat tempur untuk Indonesia yang disebut IFX.
Selain transfer teknologi, Jakarta akan menerima prototipe KF-21 kelima dari enam prototipe. Prototipe kelima KF-21, yang berkursi tunggal, melakukan penerbangan perdananya pada Mei 2023, dan merupakan bagian dari kampanye uji enam pesawat tempur tersebut. Keenam prototipe tersebut memiliki bendera Indonesia dan Korea Selatan.
Selama bertahun-tahun Jakarta telah berupaya mengurangi paparan finansialnya terhadap program tersebut. Pada bulan Agustus, Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Seoul akhirnya mengatakan akan mengurangi porsi biaya pengembangan Indonesia menjadi W600 miliar ($441 juta), turun dari W1,6 miliar sebelumnya, atau 20% dari biaya pengembangan program.
Akibatnya, tingkat transfer teknologi Indonesia akan berkurang. DAPA tidak menyebutkan nasib prototipe Jakarta, tetapi pernyataan Amperiawan menunjukkan bahwa itu adalah titik negosiasi
Kita harus memastikan bahwa uang yang dikeluarkan pemerintah [untuk kemitraan] sepadan," tambahnya. Amperiawan juga dengan tegas menyatakan pandangan bahwa para insinyur Indonesia yang diselidiki karena diduga mengunduh informasi KF-21 ke driver USB tidak bersalah. Ia juga merasa bahwa isu tersebut telah mengalihkan fokus yang dibutuhkan untuk program itu sendiri.
Indonesia
telah menjadi peserta KF-21 – yang sebelumnya dikenal sebagai KFX – sejak awal
pembentukannya pada tahun 2010. Meskipun awalnya bersemangat untuk mengikuti
program tersebut, Jakarta telah memasang taruhan besar pada jet tempur lain,
yaitu pesanannya untuk 42 unit Dassault Aviation Rafale pada tahun 2022.
Indonesia juga dapat memesan 24 unit Boeing F-15ID, sebutan lokal untuk F-15EX.
SUMBER : www.flightglobal.com
Sunday, September 29, 2024
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menekankan pentingnya penguasaan teknologi kunci pesawat tempur Rafale
Pemerintah
Indonesia memilih pesawat tempur Rafale produksi Dassault Aviation, Prancis,
untuk menjaga kedaulatan udara Tanah Air.
Dilansir
dari siaran pers yang tayang di kemhan.go.id pada 9 Januari 2024, Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI telah mengaktifkan kontrak
pengadaan tahap pertama pesawat tempur Rafale pada September 2022 sebanyak 6
unit.
Alhasil,
secara keseluruhan, Kemhan RI akan mengakuisisi 42 unit pesawat tempur Rafale. Merujuk
artikel yang tayang di antaranews pada Jumat (27/9/2024), perusahaan pelat
merah PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menekankan pentingnya penguasaan teknologi
kunci dalam kerja sama pengadaan 42 unit pesawat tempur Rafale dari Dassault
Aviation, Prancis.
Direktur
Utama PTDI, Gita Amperiawan, menjelaskan bahwa menguasai teknologi tersebut
akan membuka peluang bagi Indonesia untuk memproduksi pesawat tempur di dalam
negeri.
"Ada
beberapa teknologi kunci yang justru kami harapkan ini menjadi komplementer
pada saat kita membangun kemampuan (produksi) fighter (pesawat tempur) di Tanah
Air," ujar Gita saat berbicara di fasilitas produksi PTDI di Bandung, Jawa
Barat, Jumat (27/9/2024).
Saat
ini, kata Gita, perundingan mengenai alih teknologi atau ofset dalam pengadaan
42 unit Rafale antara Pemerintah Indonesia, Dassault Aviation, dan Pemerintah
Prancis masih berlangsung.
Gita
mengatakan PTDI juga telah mengusulkan paket pekerjaan produksi untuk beberapa
komponen pesawat Rafale, yang akan memungkinkan perusahaan pelat merah tersebut
untuk terlibat dalam rantai produksi global Dassault Aviation. "Ini bagus,
karena kami disertifikasi, dan ke depannya kami bisa menjadi bagian dari rantai
produksi globalnya mereka," kata Gita.
"Di luar itu, pemeliharaannya tentu di kami juga, karena kita harus bisa mengambil kemampuan MRO (pemeliharaan, perawatan, dan perbaikan)," lanjut dia. Dalam kesempatan lain, PTDI juga menegaskan ambisinya untuk membangun kemampuan memproduksi pesawat tempur sendiri.
Oleh
karena itu, dalam proyek kerja sama membangun KF-21 Boramae buatan Korea
Aerospace Industries (KAI) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea
Selatan, PTDI menekankan bahwa berbagai bentuk ofset yang diajukan dalam proyek
tersebut harus diarahkan untuk mendukung kemampuan memproduksi pesawat tempur
di dalam negeri.
"Apapun programnya di berbagai macam ofset, tujuannya cuma satu, bagaimana PTDI mampu ke depannya membangun fighter," kata Gita.
Terkait
pengadaan Rafale, pada tahun 2022 PTDI dan Dassault Aviation menandatangani
nota kesepahaman (MoU) mengenai kerja sama ofset dan alih teknologi untuk jet
tempur tersebut.
Indonesia Beruntung Rafale Gantikan Rencana Pembelian F-35 Karena ALIS dan ODIN yang Ancam Kedaulatan Negara
Indonesia
sempat dikabarkan telah menandatangani kontrak pengadaan 48 unit F-35 pada
tahun 2021. Akan tetapi kontrak tersebut dibatalkan lantaran fitur Autonomic
Logistics Information System (ALIS) dan the Operational Data Integrated Network
(ODIN) yang dianggap mengancam kedaulatan negara.
Beruntung
ada Rafale yang efektif menggantikan rencana pembelian F-35 yang sempat dibuat
Indonesia sebelumnya.
Dilansir
ZONAJAKARTA.com dari artikel berjudul "Indonesia troubled by F-35s and
real-time data transmission" yang dimuat laman Bulgarian Military pada
Minggu, 22 September 2024, F-35 memang sempat masuk dalam daftar rencana
pembelian jet tempur kekinian yang dibuat Indonesia.
Hal
ini dilakukan untuk mewujudkan program modernisasi alutsista khususnya bagi TNI
AU yang dicanangkan oleh negara.
Modernisasi
yang dimaksud tidak hanya berupa armada tempur namun juga skill sumber daya
manusia (SDM) di dalamnya.
Tak
tanggung-tanggung, nilai kontrak untuk pengadaan pesawat generasi kelima buatan
Lockheed Martin itu diperkirakan mencapai angka 14 miliar dolar AS.
Ketika
itu, pemerintah secara diam-diam juga sudah menandatangani kesepakatan agar
proses pengiriman unit pesawat segera dimulai sehingga pesanan yang sudah
dibeli bisa mendarat bertahap di tanah air mulai tahun 2026 mendatang.
Namun
ketika proses akuisisi sudah terlanjur berjalan lancar, muncul kritik dari para
ahli militer di dalam negeri dengan nada khawatir.
Menurut
mereka, Indonesia tak seharusnya mudah tergiur dengan segala kecanggihan F-35
yang ditawarkan oleh pabrikan.
Sebab
di balik kecanggihan itu pula terdapat bahaya mengintai yang dapat mengancam
kedaulatan negara.
Saat
ditelusuri lebih lanjut, fitur canggih pada F-35 yang menjadi kekhawatiran
banyak negara pelanggan adalah ALIS dan ODIN. Menurut informasi dari sebuah
dokumen resmi milik Lockheed Martin, ALIS diklaim banyak membantu crew jet
tempur generasi kelima andalan Amerika Serikat itu dalam hal kemampuan untuk
merencanakan ke depan, memelihara, hingga mempertahankan sistemnya selama unit
jet tempur masih bisa dioperasikan.
Berbagai
kemampuan termasuk operasi, pemeliharaan, prognostik, rantai pasokan, layanan
dukungan pelanggan, pelatihan, dan data teknis juga mampu diintegrasikan oleh
perangkat lunak ini.
Sementara
ODIN merupakan sistem berbasis cloud yang menggabungkan lingkungan data
terintegrasi baru dan rangkaian aplikasi baru yang bersifat user-oriented.
Selain
dapat meningkatkan kinerja dan menjaga keberlanjutan armada F-35, software ini
dianggap mampu mengurangi beban kerja administrator dan tenaga maintenance
pesawat secara substansial serta dapat meningkatkan kapabilitas misi untuk
semua varian.
Sayangnya kedua fitur canggih ini justru dapat menjadi ancaman bagi kedaulatan negara pengguna pesawat terkait tak terkecuali apabila Indonesia menggunakannya.
Jika
Nusantara tetap membelinya, Amerika Serikat akan terus memantau pergerakan
militer negeri ini sehingga secara tidak langsung membuat NKRI
"tergadaikan" ke Negeri Paman Sam.
Beruntung
ketika Indonesia akhirnya memutuskan tak jadi membeli F-35, kontrak pengadaan
Rafale sudah diteken tepat di bulan Januari 2022.
Melansir
laman The Defense Post melalui artikel berjudul "Indonesia Completes 42
Rafale Fighter Jet Order With France" yang terbit pada 11 Januari 2024,
seluruh proses akuisisi jet tempur generasi 4,5 buatan Dassault Aviation itu
sudah 100 persen tuntas awal tahun ini.
Sebelum
delapan belas unit terakhir dibeli kontan tepat 9 Januari 2024 lalu, pemerintah
sudah menyelesaikan seluruh tahapan akuisisi sebagaimana kontrak yang
disepakati. Akuisisi dimulai dengan pemesanan enam unit pertama pada September
2022, kemudian delapan belas unit berikutnya menyusul saat memasuki bulan
Agustus 2023.
Keseluruhan
unit pesawat yang dibeli dengan nilai kontrak 8,1 miliar dolar AS itu
rencananya bakal mendarat di tanah air mulai akhir 2026 mendatang. Selama masa
menunggu, pilot TNI AU juga diberikan kesempatan untuk berlatih secara intensif
termasuk melalui penggunaan simulator.
Dengan
tuntasnya transaksi ini, keberadaan Rafale bukan sekedar menjadi "juru
selamat" bagi Indonesia.
Tetapi
negeri ini juga bisa memperoleh pesawat dengan harga yang lebih murah dari F-35
namun kemampuannya tidak kalah bersaing. Bahkan Dassault Aviation sendiri
berencana untuk mengembangkannya ke varian generasi kelima atau yang disebut
juga dengan "Super Rafale". Sehingga
Prancis memiliki potensi untuk melampaui Amerika Serikat dalam penjualan jet
tempur modern di pasar ekspor.
sumber zonajakarta
BERITA POLULER
-
Rusia Jamin Indonesia Bebas Embargo Militer TEMPO.CO , Jakarta - Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander A. Ivanov, menyatakan pem...
-
Rencana kedatangan alutsista TNI 2010-2014 dengan anggaran pembelian US$ 15 Milyar : Renstra TNI 2010-2014 memberikan nuansa pelangi terhad...
-
T-90S Rusia (Main Battle Tank Russia) Kavaleri Peroleh 178 Unit Kendaraan Tempur Kaveleri TNI Angkatan Darat (AD) akan mendapatkan tambah...