Pages

Monday, November 4, 2024

TNI AL dan Angkatan Laut China Bahas Latihan Bersama "Heping Garuda" 04 November 2024


Delegasi TNI Angkatan Laut dan delegasi Angkatan Laut China (PLA) membahas sejumlah kerja sama bidang operasi, pendidikan, dan latihan dalam pertemuan Navy-to-Navy Coordination Meeting di Beijing, China, pada 28–30 Oktober 2024 (photo: Antara)

Jakarta (ANTARA) - TNI Angkatan Laut dan Angkatan Laut China (PLA) membahas berbagai kerja sama bidang operasi, pendidikan dan latihan bersama, termasuk di antaranya Latihan Bersama (Latma) "Heping Garuda 2024" di Jakarta pada Desember 2024.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI I Made Wira Hady Arsanta Wardhana saat dihubungi di Jakarta, Jumat, menjelaskan latihan itu dibahas dalam pertemuan koordinasi antarangkatan laut (NTNCT) di Beijing, China, pada 28–31 Oktober 2024.

“Delegasi TNI AL dipimpin oleh Kepala Kelompok Staf Ahli (Kapoksahli) Komandan Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL (Danpushidrosal) Laksamana Pertama TNI Dyan Primana S, Staf Operasi TNI AL (Sopsal) Kolonel Laut (P) Alfred D. Matthews, dan Atase Pertahanan Laut RI di Beijing, staf Intelijen TNI AL, perwira dari Dinas Pendidikan TNI AL, dan perwakilan dari Satuan Kapal Selam Koarmada II,” kata Kadispenal.

Destroyer Type 052D Luyang III class yang ditawarkan China ke Indonesia bisa jadi dibawa untuk latihan (photo: Shipshub)

Sementara itu, Angkatan Laut China diwakili oleh Asisten Kepala Staf PLA Laksamana Muda Li Wei yang didampingi tujuh staf dari Angkatan Laut China.

Dalam pertemuan itu, delegasi TNI AL juga mengundang secara langsung Angkatan Laut China untuk mengikuti Latihan Bersama Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) Ke-5 di Bali pada Februari 2025, dan ASEAN Plus Cadet Sail 2025 yang diperuntukkan kepada taruna akademi Angkatan Laut China.

Delegasi Angkatan Laut China, dalam pertemuan yang sama, juga mengundang TNI AL menghadiri forum internasional bertajuk “Maritime Community with A Share Future” yang dijadwalkan berlangsung pada November 2024.

TNI AL dan Angkatan Laut China juga membahas rencana untuk latihan bersama (passing exercise) saat kapal perang dari masing-masing negara melewati satu sama lain dalam kunjungan persahabatan ke perairan Indonesia ataupun China.

Komitmen untuk meningkatkan kerja sama antara militer dua negara pernah disampaikan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) RI Letjen TNI (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin saat dia menerima kunjungan Duta Besar China untuk Indonesia Wang Lutong di Kantor Kementerian Pertahanan RI, Jakarta, bulan lalu (24/10).

Menhan Sjafrie menyampaikan langsung keinginannya agar Indonesia dan China ke depan dapat menggelar latihan militer bersama.

Bakamla: Kooperatif, "coast guard" China tak lagi masuk Natuna Utara

 

Foto koordinat Kapal patroli Bakamla RI KN Pulau Dana-323 dan kapal coast guard China 5402 di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Kamis (24/10/2024). ANTARA/HO-Bakamla RI.

Bakamla RI bakal terus mengawasi secara ketat aktivitas di Laut Natuna Utara demi memastikan survei seismik di perairan itu berjalan tanpa gangguan

Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Laksamana Madya TNI Irvansyah menyebut kapal penjaga pantai (coast guard) China kooperatif dan tidak lagi masuk perairan yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara.

Irvansyah memastikan sejauh ini belum ada aktivitas kapal penjaga pantai China (CCG) yang membahayakan aktivitas kapal-kapal Indonesia di Laut Natuna Utara.

“Sampai sekarang belum ada lagi (kapal coast guard China, red.),” kata Irvansyah menjawab pertanyaan ANTARA saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan RI, Jakarta, Senin.

“Ya, mereka kooperatif,” tambah Irvansyah.

Dia melanjutkan kapal-kapal Bakamla RI rutin berpatroli di Laut Natuna Utara sepanjang tahun.

Terlepas dari insiden pengusiran kapal penjaga pantai China bulan lalu, Bakamla cukup lama bertekad memperkuat armada patrolinya.

Irvansyah menyebut perlu ada peningkatan jumlah kapal patroli di daerah-daerah strategis.

“Kita memang perlu perkuat poros-poros strategis, misalnya di Selat Malaka, di Natuna Utara, di Ambalat,” kata Kepala Bakamla RI.

Dia menyebut insiden pengusiran kapal penjaga pantai China di Laut Natuna Utara bulan lalu itu merupakan yang pertama kali dilakukan oleh kapal patroli Bakamla sepanjang 2024.

“Untuk sepanjang tahun ini, (insiden itu, red.) baru pertama,” kata dia.

Kapal patroli Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI KN Pulau Dana-323 dan KN Tanjung Datu bulan lalu mengusir kapal penjaga pantai (coast guard) China yang mencoba masuk perairan yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, masing-masing pada 25 Oktober, 24 Oktober dan 21 Oktober.

Kapal coast guard China 5402 itu diusir keluar perairan yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara karena diyakini mengganggu kegiatan survei dan pengolahan data seismik yang dilakukan oleh PT Pertamina menggunakan kapal MV Geo Coral.

Bakamla RI dalam siaran resminya menegaskan Bakamla RI bakal terus mengawasi secara ketat aktivitas di Laut Natuna Utara demi memastikan survei seismik di perairan itu berjalan tanpa gangguan.

“Operasi ini juga mencerminkan komitmen Bakamla RI dalam menjaga ketertiban dan keamanan maritim di perairan strategis Indonesia,” demikian siaran resmi Bakamla RI.

Laut Natuna Utara merupakan perairan yurisdiksi Indonesia di Laut China Selatan, yang masuk dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Walaupun demikian, China secara sepihak mengklaim perairan itu masuk dalam yurisdiksinya berdasarkan alasan historis 10-dash-line. Klaim 10-dash-line China itu mencakup seluruh perairan Laut China Selatan.


sumber : Antara

Friday, October 25, 2024

Malaysia masih menunggu persetujuan AS untuk mendapatkan F/A-18 Hornet eks Kuwait

 

F18 Hornat Kuwait

Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin mengumumkan pada 8 Oktober, bahwa Kuwait terbuka terhadap permintaan Malaysia untuk mengakuisisi 33 jet tempur F/A-18 C/D Hornet milik angkatan udaranya.

Namun, akuisisi tersebut bergantung pada persetujuan dari Amerika Serikat dan juga pada kelancaran program modernisasi Angkatan Udara Kuwait sendiri.

Program modernisasi armada Kuwait, yang melibatkan Eurofighter Typhoon dan F/A-18E/F Super Hornet, sejalan dengan jadwal akuisisi Malaysia yang prospektif.

Kuwait berharap dapat merampungkan armada barunya pada tahun 2027. Hal ini berpotensi memungkinkan pemindahan armada F/A-18 Hornet lamanya ke Malaysia.

Sebelumnya pada 6 Oktober, Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin telah melakukan kunjungan resmi ke Kuwait didampingi oleh Kepala Angkatan Udara Kerajaan Malaysia (RMAF) Jenderal Tan Sri Asghar Khan Goriman Khan. Hal ini untuk memperkuat hubungan pertahanan kedua negara.

Dalam kunjungan tersebut dibahas potensi pengadaan F/A-18 Hornet dan kerja sama pertahanan yang lebih luas antara Malaysia dan Kuwait.

Menindaklanjuti hal itu, sebuah komite gabungan dengan pejabat dari kedua negara akan dibentuk untuk mempercepat akuisisi setelah persyaratan terpenuhi.

Datuk Nordin mencatat bahwa jika Malaysia tidak dapat memperoleh jet-jet ini dari Kuwait, RMAF akan menghadapi penundaan tiga hingga empat tahun untuk mendapatkan alternatif penggantinya.

Diketahui, Malaysia pertama kali menyatakan minatnya untuk mengakuisisi Hornet F/A-18 milik Kuwait pada bulan Juni 2024, setelah evaluasi oleh tim teknis RMAF.

Saat ini Armada Pesawat Tempur Serbaguna (MRCA) RMAF mencakup delapan Boeing F/A-18D Hornet dan 18 Sukhoi Su-30MKM. Sementara armada MiG-29 telah dipensiunkan pada tahun 2017

Monday, October 14, 2024

Prancis Tantang Dominasi Jet Tempur F-35 AS dengan 'Super Rafale' yang Lebih Siluman dan Dilengkapi Rudal Hipersonik

 

Rafale

Produsen pesawat terbang Prancis Dassault Aviation akan menghadirkan 'Super Rafale' F-5 yang akan dipasangkan dengan drone tempur wingman setia dan amunisi baru untuk menekan pertahanan antipesawat musuh.

Dilengkapi dengan radar pengacau gabungan dan sistem pertahanan diri, Rafale F-5 akan menciptakan 'gelembung pelindung' untuk dirinya sendiri dan peralatan lain yang akan dibawa ke medan perang.

Pesawat ini akan berevolusi menjadi sistem teknologi yang disebut “Club Rafale.” Rafale, yang berarti 'hembusan angin', adalah jet tempur garis depan yang dikembangkan oleh Prancis. Pesawat ini membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan tempat di pasar penerbangan militer internasional.

Namun kini setelah mengantongi beberapa klien besar, hal yang paling dikeluhkan Dassault adalah bahwa jet tempur garis depan buatannya telah dikalahkan oleh jet perang AS F-35 di hampir setiap kompetisi dan permainan perang.

Menurut situs web pertahanan Prancis, 'Meta Defense,' 'Super Rafale' atau Rafale F5 akan berevolusi ke tingkat yang sama sekali baru. "Ini akan menjadi Sistem Tempur Udara, yang didasarkan pada sistem dari berbagai sistem dan bukan hanya sebagai pesawat tempur, seperti yang masih terjadi pada Rafale F4," tulis artikel tersebut.

Rafale


Seperti dilansir  EurAsian Times , Kementerian Angkatan Bersenjata Prancis mengajukan  amandemen awal bulan ini untuk memberikan informasi lebih lanjut tentang upaya program Rafale yang akan datang, khususnya yang terkait dengan versi F5 baru yang akan dikembangkan di bawah Program Perencanaan Militer (LPM) 2024-2030.

Perkembangan ini penting karena program jet tempur generasi berikutnya Eropa, yang dikenal sebagai Sistem Pesawat Tempur Masa Depan (FCAS), di mana Prancis juga menjadi peserta, akhirnya bergerak setelah terjebak dalam kelesuan untuk waktu yang lama.

Angkatan bersenjata Prancis berharap bahwa evolusi ini kemungkinan “akan mengubah secara mendalam posisi relatif Rafale di kancah internasional, khususnya terhadap F-35 Amerika”.

Angkatan Udara dan Antariksa Prancis (FASF) mengoperasikan apa yang disebut sebagai Rafale versi standar F3-R. Pesawat ini dikembangkan dan diluncurkan pada akhir tahun 2013 dan dilantik ke dalam FASF pada tahun 2018.

Versi jet tempur ini merupakan versi yang ditingkatkan dari Rafale F3 standar. Versi F3-R membawa rudal udara-ke-udara jarak jauh Meteor yang diproduksi oleh MBDA. Jet tempur ini dilengkapi dengan pod penunjuk laser generasi baru Thales Talios yang memberikan tingkat presisi tinggi dalam serangan udara-ke-darat.

 

Senjata ini juga memiliki versi laser homing dari Safran Air-to-Ground Modular Weapon, yang menghasilkan kemampuannya untuk menghancurkan target pada jarak beberapa puluh kilometer dengan presisi metrik. Senjata ini juga disesuaikan untuk menargetkan target bergerak. Sensor dalam versi ini juga telah ditingkatkan untuk memastikan interoperabilitas.

Rafale telah membuktikan keampuhannya dalam berbagai konflik selama dekade terakhir. Pesawat ini turut ambil bagian dalam operasi di Afghanistan dan Libya. Kemampuannya untuk tetap mengudara dalam jangka waktu yang lebih lama juga terlihat saat pasukan Prancis menghancurkan target musuh di Mali.

Rafale F5 akan memiliki pesawat tanpa awak tempur -nEUROn, yang terintegrasi ke dalam sistemnya. UAV eksperimental nEUROn akan memiliki tingkat otonomi tertentu sambil tetap melekat pada pesawat utama.

Drone ini akan dikendalikan oleh Rafale sendiri, dengan kru yang memiliki “fungsi mengoordinasikan dan mengoptimalkan efisiensi sistem ini.”

Laporan berita menyebut F-35 A sebagai perwakilan generasi ke-5, sedangkan Rafale F5 akan menandai dimulainya era jet tempur generasi ke-6. Angkatan Udara AS juga akan melengkapi 300 F-35A dengan pesawat nirawak tempur, seperti Rafale F5, di bawah program Next Generation Air Dominance (NGAD).




Namun, artikel tersebut menegaskan bahwa bahkan jika F-35 dilengkapi dengan pesawat nirawak tipe Loyal Wingman, keunggulan relatifnya terhadap generasi ke-5, seperti kemampuan siluman dan fusi data, akan “terhapus atau berkurang” dan berubah menjadi jet tempur generasi ke-6.

Namun, Rafale akan dapat mengandalkan persyaratan yang jauh lebih banyak dari generasi baru ini, terutama dalam hal kapasitas muatan dan otonomi.

Super Rafale Bisa Lebih Kuat Daripada F-35?

Peralatan operasional Rafale kurang mampu meredam pertahanan antipesawat musuh, yang biasa disebut dengan akronim SEAD. Varian F5 akan mengatasi kekurangan ini.

Artikel tersebut menunjukkan bahwa kemampuan tersebut akan didasarkan pada "penggunaan bersama pengacau radar sebagai tambahan terhadap sistem pertahanan diri perangkat tersebut, untuk memberinya kemungkinan untuk menyertakan perangkat lain dalam gelembung perlindungannya." Amunisi antiradiasi dirancang untuk menembus pancaran radar musuh dan menghancurkannya.

 

 

 

Rafale F5 akan dirancang untuk menyebarkan rudal baru Prancis-Inggris – Rudal Jelajah Masa Depan (FCM) dan Rudal Anti-Kapal Masa Depan (FASM) sebagai ganti rudal jelajah SCALP/Storm Shadow dan AM39 Exocet.

Rudal futuristik ini akan memiliki fitur-fitur canggih, seperti kemampuan siluman atau kecepatan hipersonik, untuk melawan sistem pertahanan udara modern sekaligus memberikan Rafale “kemampuan serangan jarak jauh yang sangat canggih.”

Rafale F5 juga akan dilengkapi dengan pod yang menggabungkan kemampuan pod penunjukan target Talios dan pod pengintaian Reco NG.

Pod Talios akan diintegrasikan dengan Rafale F4 agar dapat melakukan misi pengintaian udara dan serangan darat/permukaan. Pod ini menyediakan kemampuan pencarian dan identifikasi target di area yang luas dan dapat langsung beralih ke mode akuisisi dan pelacakan target.

Sensor beresolusi tingginya menyediakan gambar berwarna dari situasi taktis untuk menyederhanakan tugas pilot Rafale. Reco NG saat ini dipasang pada Mirage 2000 dan Rafale dan, dengan jangkauannya yang jauh dan resolusinya yang tinggi, menyediakan citra intelijen.

Pod dengan kualitas yang dimiliki Talios dan RECO NG akan memberikan “para pemburu dan visi taktis udara-ke-darat, udara-ke-permukaan dan bahkan udara-ke-udara dengan presisi tinggi” dan dengan demikian akan memiliki beberapa opsi operasional sembari tetap dalam mode non-transmisi.

Rafale F5 akan dirancang untuk membawa rudal jelajah hipersonik bertenaga nuklir baru ASN4G, yang akan menggantikan rudal jelajah bertenaga nuklir Prancis air-sol moyenne portée (ASMPA) di dua skuadron Angkatan Udara dan Antariksa dan pesawat Angkatan Laut Prancis. Ini akan menjadi bagian dari pencegahan nuklir Prancis.


SUMBER eurasiantimes.com

Monday, September 30, 2024

Indonesian Aerospace ( PT DI ) masih berharap mendapatkan prototipe pesawat tempur KF-21




Indonesian Aerospacemasih berharap untuk mendapatkan prototipe pesawat tempur KF-21 buatan Korea Aerospace Industries, tetapi ini akan bergantung pada negosiasi antar pemerintah. 

Indonesian Aerospace, yang juga dikenal sebagai PTDI (PT Dirgantara Indonesia), merupakan peserta industri dalam program bersama tersebut, yang terjerat dalam berbagai masalah seputar pendanaan dan transfer teknologi, serta tuduhan Korea Selatan bahwa para insinyur Indonesia dalam program tersebut telah mencuri data sensitif. 

Saya meminta pemerintah untuk memiliki [prototipe],” kata Gita Amperiawan, presiden direktur Dirgantara Indonesia pada pameran udara Bali baru-baru ini. 

“Pemerintah sedang mencoba untuk menegosiasikan ini, karena ini penting.”

Indonesia awalnya menjadi mitra 20% dalam program Korea Selatan senilai W8,1 miliar ($6,1) miliar, yang juga bertujuan untuk memproduksi pesawat tempur untuk Indonesia yang disebut IFX. 

Selain transfer teknologi, Jakarta akan menerima prototipe KF-21 kelima dari enam prototipe. Prototipe kelima KF-21, yang berkursi tunggal, melakukan penerbangan perdananya pada Mei 2023, dan merupakan bagian dari kampanye uji enam pesawat tempur tersebut. Keenam prototipe tersebut memiliki bendera Indonesia dan Korea Selatan. 

Selama bertahun-tahun Jakarta telah berupaya mengurangi paparan finansialnya terhadap program tersebut. Pada bulan Agustus, Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Seoul akhirnya mengatakan akan mengurangi porsi biaya pengembangan Indonesia menjadi W600 miliar ($441 juta), turun dari W1,6 miliar sebelumnya, atau 20% dari biaya pengembangan program. 

Akibatnya, tingkat transfer teknologi Indonesia akan berkurang. DAPA tidak menyebutkan nasib prototipe Jakarta, tetapi pernyataan Amperiawan menunjukkan bahwa itu adalah titik negosiasi 

Kita harus memastikan bahwa uang yang dikeluarkan pemerintah [untuk kemitraan] sepadan," tambahnya. Amperiawan juga dengan tegas menyatakan pandangan bahwa para insinyur Indonesia yang diselidiki karena diduga mengunduh informasi KF-21 ke driver USB tidak bersalah. Ia juga merasa bahwa isu tersebut telah mengalihkan fokus yang dibutuhkan untuk program itu sendiri. 

Indonesia telah menjadi peserta KF-21 – yang sebelumnya dikenal sebagai KFX – sejak awal pembentukannya pada tahun 2010. Meskipun awalnya bersemangat untuk mengikuti program tersebut, Jakarta telah memasang taruhan besar pada jet tempur lain, yaitu pesanannya untuk 42 unit Dassault Aviation Rafale pada tahun 2022. Indonesia juga dapat memesan 24 unit Boeing F-15ID, sebutan lokal untuk F-15EX.


SUMBER : www.flightglobal.com

 

 

Sunday, September 29, 2024

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menekankan pentingnya penguasaan teknologi kunci pesawat tempur Rafale

 

Rafale


Pemerintah Indonesia memilih pesawat tempur Rafale produksi Dassault Aviation, Prancis, untuk menjaga kedaulatan udara Tanah Air.

Dilansir dari siaran pers yang tayang di kemhan.go.id pada 9 Januari 2024, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI telah mengaktifkan kontrak pengadaan tahap pertama pesawat tempur Rafale pada September 2022 sebanyak 6 unit.

Alhasil, secara keseluruhan, Kemhan RI akan mengakuisisi 42 unit pesawat tempur Rafale. Merujuk artikel yang tayang di antaranews pada Jumat (27/9/2024), perusahaan pelat merah PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menekankan pentingnya penguasaan teknologi kunci dalam kerja sama pengadaan 42 unit pesawat tempur Rafale dari Dassault Aviation, Prancis.

Rafale


Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan, menjelaskan bahwa menguasai teknologi tersebut akan membuka peluang bagi Indonesia untuk memproduksi pesawat tempur di dalam negeri.

"Ada beberapa teknologi kunci yang justru kami harapkan ini menjadi komplementer pada saat kita membangun kemampuan (produksi) fighter (pesawat tempur) di Tanah Air," ujar Gita saat berbicara di fasilitas produksi PTDI di Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024).

Saat ini, kata Gita, perundingan mengenai alih teknologi atau ofset dalam pengadaan 42 unit Rafale antara Pemerintah Indonesia, Dassault Aviation, dan Pemerintah Prancis masih berlangsung.

Gita mengatakan PTDI juga telah mengusulkan paket pekerjaan produksi untuk beberapa komponen pesawat Rafale, yang akan memungkinkan perusahaan pelat merah tersebut untuk terlibat dalam rantai produksi global Dassault Aviation. "Ini bagus, karena kami disertifikasi, dan ke depannya kami bisa menjadi bagian dari rantai produksi globalnya mereka," kata Gita.

"Di luar itu, pemeliharaannya tentu di kami juga, karena kita harus bisa mengambil kemampuan MRO (pemeliharaan, perawatan, dan perbaikan)," lanjut dia. Dalam kesempatan lain, PTDI juga menegaskan ambisinya untuk membangun kemampuan memproduksi pesawat tempur sendiri.

KF-21 Boramae/IFX


Oleh karena itu, dalam proyek kerja sama membangun KF-21 Boramae buatan Korea Aerospace Industries (KAI) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea Selatan, PTDI menekankan bahwa berbagai bentuk ofset yang diajukan dalam proyek tersebut harus diarahkan untuk mendukung kemampuan memproduksi pesawat tempur di dalam negeri.

"Apapun programnya di berbagai macam ofset, tujuannya cuma satu, bagaimana PTDI mampu ke depannya membangun fighter," kata Gita. 

Terkait pengadaan Rafale, pada tahun 2022 PTDI dan Dassault Aviation menandatangani nota kesepahaman (MoU) mengenai kerja sama ofset dan alih teknologi untuk jet tempur tersebut.

 

Sumber Zonajakarta

Indonesia Beruntung Rafale Gantikan Rencana Pembelian F-35 Karena ALIS dan ODIN yang Ancam Kedaulatan Negara

 

Rafale

Indonesia sempat dikabarkan telah menandatangani kontrak pengadaan 48 unit F-35 pada tahun 2021. Akan tetapi kontrak tersebut dibatalkan lantaran fitur Autonomic Logistics Information System (ALIS) dan the Operational Data Integrated Network (ODIN) yang dianggap mengancam kedaulatan negara.

Beruntung ada Rafale yang efektif menggantikan rencana pembelian F-35 yang sempat dibuat Indonesia sebelumnya.

Dilansir ZONAJAKARTA.com dari artikel berjudul "Indonesia troubled by F-35s and real-time data transmission" yang dimuat laman Bulgarian Military pada Minggu, 22 September 2024, F-35 memang sempat masuk dalam daftar rencana pembelian jet tempur kekinian yang dibuat Indonesia.

Hal ini dilakukan untuk mewujudkan program modernisasi alutsista khususnya bagi TNI AU yang dicanangkan oleh negara.

Modernisasi yang dimaksud tidak hanya berupa armada tempur namun juga skill sumber daya manusia (SDM) di dalamnya.

Tak tanggung-tanggung, nilai kontrak untuk pengadaan pesawat generasi kelima buatan Lockheed Martin itu diperkirakan mencapai angka 14 miliar dolar AS.

Ketika itu, pemerintah secara diam-diam juga sudah menandatangani kesepakatan agar proses pengiriman unit pesawat segera dimulai sehingga pesanan yang sudah dibeli bisa mendarat bertahap di tanah air mulai tahun 2026 mendatang.

Namun ketika proses akuisisi sudah terlanjur berjalan lancar, muncul kritik dari para ahli militer di dalam negeri dengan nada khawatir.

Menurut mereka, Indonesia tak seharusnya mudah tergiur dengan segala kecanggihan F-35 yang ditawarkan oleh pabrikan.

Sebab di balik kecanggihan itu pula terdapat bahaya mengintai yang dapat mengancam kedaulatan negara.

Saat ditelusuri lebih lanjut, fitur canggih pada F-35 yang menjadi kekhawatiran banyak negara pelanggan adalah ALIS dan ODIN. Menurut informasi dari sebuah dokumen resmi milik Lockheed Martin, ALIS diklaim banyak membantu crew jet tempur generasi kelima andalan Amerika Serikat itu dalam hal kemampuan untuk merencanakan ke depan, memelihara, hingga mempertahankan sistemnya selama unit jet tempur masih bisa dioperasikan.

Berbagai kemampuan termasuk operasi, pemeliharaan, prognostik, rantai pasokan, layanan dukungan pelanggan, pelatihan, dan data teknis juga mampu diintegrasikan oleh perangkat lunak ini.

Sementara ODIN merupakan sistem berbasis cloud yang menggabungkan lingkungan data terintegrasi baru dan rangkaian aplikasi baru yang bersifat user-oriented.

Selain dapat meningkatkan kinerja dan menjaga keberlanjutan armada F-35, software ini dianggap mampu mengurangi beban kerja administrator dan tenaga maintenance pesawat secara substansial serta dapat meningkatkan kapabilitas misi untuk semua varian.

Sayangnya kedua fitur canggih ini justru dapat menjadi ancaman bagi kedaulatan negara pengguna pesawat terkait tak terkecuali apabila Indonesia menggunakannya.

Jika Nusantara tetap membelinya, Amerika Serikat akan terus memantau pergerakan militer negeri ini sehingga secara tidak langsung membuat NKRI "tergadaikan" ke Negeri Paman Sam.

Beruntung ketika Indonesia akhirnya memutuskan tak jadi membeli F-35, kontrak pengadaan Rafale sudah diteken tepat di bulan Januari 2022.

Melansir laman The Defense Post melalui artikel berjudul "Indonesia Completes 42 Rafale Fighter Jet Order With France" yang terbit pada 11 Januari 2024, seluruh proses akuisisi jet tempur generasi 4,5 buatan Dassault Aviation itu sudah 100 persen tuntas awal tahun ini.

Sebelum delapan belas unit terakhir dibeli kontan tepat 9 Januari 2024 lalu, pemerintah sudah menyelesaikan seluruh tahapan akuisisi sebagaimana kontrak yang disepakati. Akuisisi dimulai dengan pemesanan enam unit pertama pada September 2022, kemudian delapan belas unit berikutnya menyusul saat memasuki bulan Agustus 2023.

Keseluruhan unit pesawat yang dibeli dengan nilai kontrak 8,1 miliar dolar AS itu rencananya bakal mendarat di tanah air mulai akhir 2026 mendatang. Selama masa menunggu, pilot TNI AU juga diberikan kesempatan untuk berlatih secara intensif termasuk melalui penggunaan simulator.

Dengan tuntasnya transaksi ini, keberadaan Rafale bukan sekedar menjadi "juru selamat" bagi Indonesia.

Tetapi negeri ini juga bisa memperoleh pesawat dengan harga yang lebih murah dari F-35 namun kemampuannya tidak kalah bersaing. Bahkan Dassault Aviation sendiri berencana untuk mengembangkannya ke varian generasi kelima atau yang disebut juga dengan "Super Rafale".  Sehingga Prancis memiliki potensi untuk melampaui Amerika Serikat dalam penjualan jet tempur modern di pasar ekspor.

sumber zonajakarta

 

 

BERITA POLULER