Pages

Tuesday, July 24, 2012

Menunggu kolaborasi TNI AL dan LAPAN

 Pesawat Terbang Nirawak Zen_LAPAN01 (atas) dan Skywalker (bawah) yang digunakan untuk mendukung Program Estimasi Produksi Padi


Jakarta (ANTARA News) - Berbagai langkah diayunkan TNI AL untuk memajukan diri menjaga kedaulatan Indonesia. Kini kerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional digalang agar kelak penguasaan teknologi informatika penginderaan jarak jauh, termasuk penggelaran wahana tanpa awak (UAV/Unmanned Aerial Vehicles) dimungkinkan secara mandiri.

Angkatan Laut Amerika Serikat, sebagai contoh, telah lama memakai teknologi itu untuk mengendus keberadaan anasir yang mengancam kepentingan Amerika Serikat; nun jauh sebelum anasir itu bisa diindera mata dan telinga manusia. 


Salah satunya berupa RQ-8A/B Fire Scout, serupa helikopter mini yang bisa lepas landas dari kapal perang. Fire Scout ditempatkan pertama kali di dalam hanggar USS Denver pada Januari 2002 dengan kemampuan paling berbahaya bertajuk pengintaian (reconnaisanse), peraihan sasaran taktis, melacak sasaran, dan pemilihan sasaran secara akurat.

Ada lagi yang jauh lebih sangar, seturut Jane's Defence, namanya Northrop-Grumman RQ-4A Tier II Plus Global Hawk yang mampu dibekali teknolgi Synthetic Aperture Radar, electro-optical, sensor infra merah, dan masih banyak lagi. Maklum, arsenal classsified, jadi cuma sedikit yang bisa diungkap pabrikan.  

Bisakah Indonesia menuju ke sana? Bisa adalah jawabannya namun tidak seketika. Sejalan penandatanganan nota kerja sama antara TNI AL dan LAPAN, di Markas Besar TNI AL di Cilangkap, Jakarta Timur, Senin, kerangka ke arah sana sedang dibangun bersama.

Pihak penandatangan adalah Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno, dengan koleganya, Kepala LAPAN, Bambang S Tejasukmana, disaksikan para petinggi masing-masing pihak dan belasan jurnalis nasional. Dari sisi waktu pemberlakuan kerja sama itu, ada skema jangka pendek dan jangka panjang. 

Intinya, kedua pihak saling berbagi pengetahuan dan pengalaman serta saling melatih dan meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi-teknologi terkait. TNI AL memiliki Dinas Hidrografi dan Oseanografi yang sangat mumpuni dalam pengamatan perilaku perairan dan kawasan maritim nasional.

Di antara yang paling mudah adalah merekam dan memprakirakan (forecasting) data pasang-surut pantai. Data ini akan sangat berguna untuk banyak kepentingan, baik pelayaran niaga apalagi pertahanan negara.

LAPAN sendiri juga bukan "pemain baru" di dunia kedirgantaraan dan keruangangkasaan. Berbagai kerja sama dan kepercayaan serta capaian telah diraih sejak masa pemerintahan Soekarno, penggagas LAPAN kala itu. Inilah satu-satunya badan di belahan selatan Bumi yang pada masanya telah mampu meluncurkan calon satelit mini asli buatan dalam negeri.

LAPAN juga memiliki organ yang spesialisasinya di bidang penginderaan jarak jauh --contohnya peringatan dini titik-titik panas kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan sehingga bisa cepat diketahui-- yang siap dimanfaatkan bagi kepentingan pertahanan nasional.

Membilang hal ini, teknologi penginderaan jarak jauh berbasis teknologi satelit itu bisa menjelma berupa UAV dengan misi pengintaian dan intelijen maritim. Bukan rahasia lagi bahwa keterbatasan anggaran pertahanan menjadi "tantangan" untuk berinovasi agar tugas pokok bisa dilakukan sebaik mungkin.

Kehadiran UAV ini akan menjadi armada tambahan signifikan bagi banyak kapal perang dan pangkalan TNI AL untuk membuat perairan Indonesia bertambah aman sekaligus mencegah pelanggaran dari pihak-pihak luar negeri. UAV mampu terbang jauh di balik cakrawala, memancarkan data dan temuannya menuju satelit dan memancarkan ulang ke kapal-kapal perang kita.

Sehingga, di ruang kendali operasi (combat situation room) kapal perang, keputusan paling tepat bisa diambil berdasarkan perintah bermodal data paling akurat. Soeparno mengangankan agar hal itu nanti bisa terjadi secara seketika alias real time. UAV ini dioperasikan dari landasannya di kapal perang dan kembali ke kapal asalnya untuk kemudian dioperasikan lagi. 

LAPAN memang tidak mengurusi persenjataan fisik berupa perancangan dan pembuatan peluru kendali. Terlepas dari unsur manusia pengawak, apalah arti peluru kendali tanpa bisa dikendalikan bersandar teknologi state of the art? TNI AL tengah membangun postur kekuatannya yang kuat, ramping, liat, dan modern; salah satunya berupa kapal perang sekelas KAL Clurit ukuran 48 meter yang bisa ngebut di perairan dangkal.

Masih ada kapal kelas Kapal Cepat Rudal 60 yang masih mampu berlayar sempurna sambil tetap memungkinkan sistem giroskop meriam 57 milimeter dan peluru kendali hingga kelas MM-40 Exocet Block II (kelak) diaktifkan dari pijakan luncurnya.

Menurut Sidang Pleno Ke-VI Komite Kebijakan Industri Pertahanan pada 23 Mei 2012 lalu, hal ini masih ditambah dengan kapal kelas Perusak Kawal Rudal dengan kodifikasi PKR 10514 sepanjang 105 meter dengan harga 220 juta dollar AS perunit. "Tampang" kapal yang direncanakan dibuat di galangan PT PAL Surabaya ini mirip dengan kapal fregat kelas SIGMA yang penuh dengan diamond cut-nya.

Perompakan di Selat Malaka, sebagai satu hal, sempat menempatkan nama Indonesia sebagai negara yang kurang baik dalam mengamankan wilayahnya sendiri. Namun berbagai langkah digiatkan sehingga patroli kerkoordinasi digelar di antara negara-negara pihak di perairan yang menguasai sekitar 70 persen omzet perdagangan dunia itu bisa semakin aman.

Kalau sudah begitu nanti, bayangkan capaian yang bisa diraih jika sepertiga saja kapal-kapal perang TNI AL dibekali dengan sistem penginderaan jarak jauh (baca: UAV) yang lebih mumpuni. Tidak akan mudah pihak luar menyodorkan "data pembanding" yang kerap bisa disesuaikan dengan kepentingan mereka.

Apalagi belakangan dan ke depan nanti isu Kepulauan Spratly di Laut China Selatan alias Laut Filipina Barat, di utara Laut Natuna, Provinsi Riau Kepulauan, bisa makin menghangat. Indonesia berada persis di persimpangan konflik antara China, sebagian negara ASEAN, dan (bisa melibatkan) Amerika Serikat.

Indonesia perlu mewaspadai secara khusus tiap perkembangan di perairan itu. Percepatan pembangunan sistem arsenal militer nasional layaklah menjadi prioritas pembangunan demi kemandirian dan kedaulatan bangsa. Di sinilah kontribusi TNI AL dan LAPAN kali ini berawal mula.

sumber : ANTARA

Indonesia and the Philippines to Increase Spending on Defense in 2013


The 2013 defence budget of Philippines include procurement of anti-ship missile (photo : Militaryphotos)

TSAMTO - The two governments of Southeast Asia - Indonesia and the Philippines - have announced significant increases in defense spending for 2013 fiscal year.
According to "Jane's Defence Industry," The Cabinet of Ministers of Indonesia announced an increase in the budget of the Ministry of National Defense to 76.54 trillion rupiah (8.1 billion dollars), which is 18% more than in FY 2012
Department of Budget and Management (DBM) said the Philippines July 19 on the allocation of the Ministry of National Defense 121.6 billion pesos (2.9 billion dollars) - an increase of 12.5% ​​compared to FY 2012
According to the Department's Budget and Management, the Philippines, the 47.2 billion pesos allocated to the article "internal security" and 2.1 billion pesos - the "territorial defense initiative."
Armed Forces of the Philippines in the arms procurement program (CUP-Capability Upgrade Programme) will also receive five billion pesos, which will be used to purchase critical equipment, boats and airplanes.
As part of the CUP in the next few years will be a series of acquisitions of military hardware. In particular : air-and sea-based missile system,  various types of helicopters, patrol aircraft, medium-sized military transport aircraft and combat-capable aircraft.

According to the President Benigno Aquino on July 23, the program has allocated more than the administration CUP 28 billion pesos. Projects worth another 75 billion pesos in the forwarded to the Parliament. These funds will be spent over the next five years.
In addition to the costs of the defense budget and the Department of Planning will provide Philippine Coast Guard (which reports to the Department of Transport and Communications) funds amounting to 1.8 billion pesos, a 62% increase compared to FY 2012
Ministry of Interior and Local Government allocated 120.8 billion Philippine pesos (an increase of 21%).
The Cabinet Office did not disclose Indonesia expenditure for the purchase of military hardware, though, as you know, they include fighter aircraft, transport aircraft, frigates, maritime patrol boats, helicopters, and several types of anti-aircraft missile systems.
Despite the increase in defense spending, accounting for a small percentage of the gross domestic product of Indonesia allocates to defense about 0.8% of GDP, Philippines - about 1.1%. At the same time, both countries have in recent years have seen the compensation inadequate funding of defense spending from extrabudgetary sources.

Monday, July 23, 2012

ROKET TINGKATKAN KECINTAAN MASYARAKAT TERHADAP KEANTARIKSAAN


Print E-mail
Wednesday, 04 July 2012 04:27
 












Yogyakarta, Lapan.go.id – Roket merupakan teknologi yang sangat bergengsi. Hanya terdapat beberapa negara di dunia yang mengembangkan program roket. Mengingat manfaat roket yang besar terutama dalam dunia sipil, Indonesia juga perlu mengembangkan teknologi ini. Pengembangan roket tersebut akan bermuara sebagai peluncur benda antariksa.
 

Hal tersebut diungkapkan Kepala Lapan, Bambang S. Tejasukmana, saat konferensi pers acara Focus Group Discussion (FGD) di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, DIY, Kamis (7/6). FGD tersebut bertema Perspektif Pemanfaatan Teknologi Litbangyasa untuk Roket Uji Muatan (RUM).

Bambang melanjutkan, saat ini Lapan sedang berupaya mencapai kemandirian bangsa di bidang peroketan. Dalam jangka menengah, Lapan membuat program roket sonda dengan diameter 550 milimeter dan berdaya jangkau 300 kilometer. Roket tersebut akan berfungsi sebagai uji coba peluncur satelit sebelum Lapan mengembangkan Roket Peluncur Satelit (RPS).

Untuk mewujudkan RPS, perlu dilakukan berbagai percobaan atau latihan. Kepala Lapan menjelaskan, selama ini hanya Lapan dan beberapa instansi saja yang terlibat dalam uji coba pengembangan roket. Mahasiswa atau masyarakat belum dapat terlibat dalam pembangunan teknologi ini.

Maka itu, untuk mengajak mahasiswa dan masyarakat terlibat dalam program ini, perlu dilaksanakan suatu program space mindedness. Program ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan minat masyarakat dan generasi muda terhadap teknologi kedirgantaraan. Bambang mengatakan, salah satu program ini yaitu dengan membentuk komunitas Masyarakat Roket Indonesia. Komunitas ini akan menjadi wadah bagi para pecinta roket.

Ia mengatakan, komunitas tersebut dapat mengembangkan roket sebesar yang digunakan dalam Kompetisi Muatan Roket Indonesia (Komurindo). Pengembangan roket berdiameter 70 milimeter tersebut dapat menjadi sarana pembelajaran mahasiswa.

Roket Uji Muatan (RUM) yang digunakan dalam Komurindo tersebut memiliki banyak manfaat bagi mahasiswa. Kepala Lapan mengatakan, keterlibatan mahasiswa dan masyarakat dalam program roket tersebut bertujuan agar mereka mampu mengendalikan roket dan memanfaatkan roket untuk berbagai aplikasi sipil.

"Bila mahasiswa tertarik menangani roket, maka akan terbentuk komunitas masyarakat yang mengembangkan aplikasinya, seperti untuk pemantauan cuaca maupun telemetri. Pada akhirnya, program ini akan menarik minat masyarakat terhadap ilmu keantariksaan," ujar Kepala Lapan.
Skywalker UAV (photo : Lapan)

Contoh aplikasi roket ini misalnya untuk membawa kabel ke suatu tempat yang tinggi denga mudah. Roket ini juga dapat membantu membuat hujan buatan dengan cara membawa garam. Roket jenis ini disebut flare rocket atau roket petir. "Masyarakat dapat terus ikut terlibat dalam mengembangkan aplikasi ini," ujar Bambang.

Dalam FGD tersebut, Kepala Lapan menjelaskan berbagai keuntungan dalam pengembangan RUM sebagai roket pendidikan. Ia mengatakan masyarakat dapat terlibat dalam pengembangan sistem kendali dan aplikasi roket.

Ia menambahkan, selain melalui roket, kecintaan mahasiswa terhadap keantariksaan juga dapat dipupuk dengan melibatkan mereka dalam program UAV (Unmanned Aerial Vehicle). UAV yang berbahan Styrofoam dapat berfungsi untuk mitigasi bencana.

sumber : LAPAN

BERITA POLULER