Pages

Monday, July 23, 2012

Cassidian’s Passive Radar Detects Stealth Aircraft


Cassidian, the defence and security division of EADS, has developed what is known as “passive radar” that can locate even difficult-to-detect flying objects such as stealth aircraft, and that itself is practically undetectable.
In contrast to conventional radar, passive radar doesn’t emit any radiation, but instead analyses radiation reflections from other emitters, such as radio and television stations, to detect objects.
“The principle of passive radar has been known for a long time,” says Elmar Compans, Head of Sensors & Electronic Warfare at Cassidian. “However, we have now integrated the latest capabilities of digital receiver and signal processing technology to significantly enhance range and detection accuracy by monitoring various emitters at the same time.”
With its passive radar, Cassidian is focussing on the requirements of civil and military airspace control which until now could not or not sufficiently be met using active emitting radar. In civil application, passive radar makes cost-effective air traffic control possible without any additional emissions and without making demands on transmission frequencies in short supply. In military applications, the system enables large-area surveillance using networked receivers, while offering the decisive operational advantage that passive radar cannot be located by hostile forces.
The particular characteristics of the omnipresent radio signals used for operation enable detection of even objects that are difficult to detect, such as stealth aircraft or stealth ships. A further advantage of the new technology is its increased detection capacity in areas of radar shadow such as mountainous terrain and its capability to locate extremely slow and low flying objects.
A demonstration system has already been delivered to the German Federal Office of Defense Technology and Procurement (BWB). Cassidian’s passive radar can be used for mobile deployment in a vehicle of the size of a commercial van and thus can be moved very quickly and with little logistical effort. After successful testing, including at Stuttgart Airport, the plan is to set up a production prototype system and to carry out evaluation programmes by both Cassidian and the customer by the end of the year.
Cassidian, an EADS company, is a worldwide leader in global security solutions and systems, providing Lead Systems Integration and value-added products and services to civil and military customers around the globe. In 2011, Cassidian – with around 28,000 employees – achieved revenues of € 5.8 billion. EADS is a global leader in aerospace, defence and related services. In 2011, the Group – comprising Airbus, Astrium, Cassidian and Eurocopter – generated revenues of € 49.1 billion and employed a workforce of more than 133,000.
 
Sumber :DEFENCE TALK

TNI AL Manfaatkan Pesawat Tanpa Awak Milik Lapan


23 Juli 2012
Skywalker UAV (photo : Lapan)


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut akan memanfaatkan pesawat intai tanpa awak (UAV) milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh itu ditandai dengan penandatanganan Piagam Kesepakatan Bersama yang dilakukan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno dan Kepala LAPAN Bambang S Tejasukmana, di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan, di Mabesal, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin.
KSAL Laksamana TNI Soeparno, mengatakan, kerja sama yang dilakukannya itu ada jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendeknya, meningkatkan kapasitas atau kualitas SDM dengan cara pelatihan bersama, saling memberi, saling tukar informasi.
Sementara, jangka panjang memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, seperti penggunaan satelit dan pesawat intai tanpa awak (UAV). "Kerja sama ini dapat membantu tugas TNI AL dalam menjaga kedaulatan negara, seperti pengawasan kapal-kapal yang melintas di perairan Indonesia. Pulau-pulau terluar juga akan diawasi," kata KSAL.
"Untuk pertama ini, kita akan coba lima tahun. Mungkin nanti ditambah lagi lima tahun. Mungkin setelah 10 tahun sudah tercapai apa yang kita inginkan," katanya seraya berharap melalui kerja sama ini pengamanan laut bisa lebih optimal.
Kepala LAPAN Bambang S Tejasukmana, mengatakan, teknis bantuan yang diberikan LAPAN kepada TNI AL, yakni pesawat intai tanpa awak (UAV) dan satelit sebagai penginderaan jauh untuk melakukan pengamatan di daerah laut.
Quadrotor UAV (photo : Lapan)


"Kita akan membangun satelit yang bisa dipakai angkatan laut, umumnya TNI. Kami mencoba membangun kemampuan LAPAN ini yang bisa mendukung kegiatan di TNI AL. Satelit yang akan dibangun membawa sensor sistem identifikasi otomatis," katanya
Menurut dia, tidak ada target pencapaian karena antariksa itu infrastruktur penting untuk pertahanan. "Jadi tidak terbatas. Proyeksi ini akan terus diulang lima tahun dan diulang lagi sampai jelas bentuknya. Lima tahun ini kita lebih fokus ke penginderaan jauh, pemantauan pulau kecil, pemanfaatan satelit untuk kegiatan TNI AL," kata Bambang.
Ruang lingkup kerja sama itu, meliputi bidang penelitian, pengkajian, pengembangan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kedirgantaraan. Iptek kedirgantaraan itu sendiri mencakup, penginderaan jauh, sains dirgantara dan teknologi kedirgantaraan.
Selain itu, kedua instansi juga bekerja sama dalam bidang pertukaran ilmu pengetahuan, data, informasi, dan tenaga ahli serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Marinir RI-AS latihan gabungan.



FOTO: Kapal perang Angkatan Laut AS, USS Benfold, yang ikut melakukan latihan bersama dengan KRI Hasan Basri dan KRI Uling di sekitar perairan Pulau Dewata, Bali (foto: dok). 

Anggota Komisi I DPR RI Effendi Choirie mengatakan di Jakarta Minggu (22/7), langkah-langkah yang diambil Panglima TNI dan Kementerian Pertahanan yang terus berupaya meningkatkan kualitas latihan bersama dengan pihak militer negara mitra, akan memperkuat kemampuan prajurit TNI, salah satunya kesatuan marinir dan personil TNI AL umumnya.
“Tentara Nasional Indonesia (TNI) cukup aktif , angkatan laut diberdayakan sedemikian rupa, (Indonesia) inikan negara kepulauan yang mesti agresif itu angkatan lautnya,” ujar Effendi.
Effendi Choirie menambahkan, keterbatasan alat utama sistem senjata (alutsista) militer Indonesia hendaknya tidak menjadi hambatan bagi meningkatkan profesionalitas prajurit TNI.
Mengutip laman situs Kementerian Pertahanan RI, Pekan lalu (12/7), personil marinir AS yang bertugas di kapal perang milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy), USS Benfold melakukan latihan bersama dengan prajurit marinir Indonesia dari Kapal Perang KRI Hasan Basri dan KRI Uling milik TNI Angkatan Laut. Latihan bersama digelar di kawasan timur Indonesia tepatnya di sekitar perairan Pulau Dewata, Bali.
Kehadiran kapal perang milik AS tersebut merupakan rangkaian kunjungan ke kawasan Asia Tenggara. Kapal perang USS Benfold berangkat langsung dari pangkalan AL di San Diego, Amerika Serikat.
Pakar menilai setiap bentuk latihan militer akan menguntungkan kedua belah pihak, selain saling memahami perkembangan teknologi dan berbagi pengalaman, personel militer kedua negara dapat memetakan dan merumuskan strategi pertahanan bersama dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman militer di masa depan.
Pengamat pertahanan (militer) , Wawan Purwanto dari Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional (LPKN) lebih jauh mengatakan, “Yang namanya latihan bersama (joint training) itu pasti ada manfaatnya, ini semua ditujukan untuk menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas kawasan, bukan untuk hal-hal yang sebaliknya.”
Dari pengamatan VOA selama tahun 2012 ini, tercatat beberapa kali TNI menggelar latihan bersama dengan personel militer AS.
Para pengamat menyorot khusus kehadiran militer AS di Indonesia. Pengamat politik Internasional dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, DR Adli Abdullah menilai, peran AS di dunia masih cukup dominan, disamping kerjasama militer, pihak AS juga cukup berpegaruh dalam bidang diplomasi global dan kampanye penegakan hak-hak sipil di dunia.
“Amerika Serikat dapat lebih berperan lebih banyak, seperti kasus Rohingnya di Burma (Myanmar), di mana etnis Rohingnya sangat dilanggar hak-hak dasar mereka , yang sampai hari ini tidak diakui mereka sebagai warga negara oleh rezim militer di sana. Harapannya, AS bisa berperan aktif untuk memediasi antara jungta militer dan Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil sekarang supaya tetap menghormati hak-hak dasar, hak asasi manusia (HAM) etnis Rohingnya,” papar Adli Abdullah.
Latihan bersama marinir TNI AL dengan personel militer AS baru-baru ini juga digelar di Jawa Timur, latihan melibatkan sekitar 1200 marinir TNI-AL dan lebih 800 pasukan Angkatan Laut AS dari jajaran Pusat Komando Armada Pasifik , United State Pacific Command (USPACOM).
Latihan bersama diberi nama, Cooperation Afloat Readiness And Training (CARAT) 2012, tepatnya digelar di Pantai Banongan Situbondo Jawa Timur. Para pejabat militer Indonesia mengatakan, latihan tersebut merupakan yang ke-18 (delapan belas) kalinya. Latihan digelar guna meningkatkan kemampuan tempur Angkatan Laut kedua negara, dalam pertempuran dan pengamanan perairan.
Sebelumnya dalam pekan pertama bulan Juni lalu, gelar latihan bersama juga berlangsung di Jawa Timur melibatkan tiga kapal perang AS yang berlabuh di pelabuhan Perak Surabaya , ketiga kapal perang AS tersebut USS Vandegriff , USCG Waesche dan USS Germantown.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro pekan lalu saat memberikan pengarahan kepada peserta sosialisasi Program Studi Universitas Pertahanan (UNHAN) di Jakarta mengatakan, saat ini ancaman terhadap pertahanan negara tidak hanya ancaman militer saja, tetapi juga non militer. Ancaman tidak hanya tradisional tetapi juga non tradisional, dan itu memerlukan pengetahuan tersendiri untuk menanggulanginya.
Menhan Purnomo mengatakan, banyak isu-isu di bidang pertahanan yang harus diselesaikan, dan untuk dapat menyelesaikannya sangat dibutuhkan latar belakang yang kokoh di dalam ilmu terapan pertahanan.
Menhan memberikan contoh, salah satunya terkait revolusi kerjasama militerdi dunia, Revolution in Military Affairs (RMA). Menhan Purnomo menambahkan kemajuan teknologi dan ilmu pengatahuan di bidang militer menuntut profesionalisme seluruh jajaran Kementerian Pertahanan dan TNI. (voa/sol)

sumber : SWATT ONLINE

BERITA POLULER