Pages

Thursday, February 9, 2012

Soal Pesawat Tanpa Awak Israel, TNI Tak Persoalkan Negara Produsen


Jurnas.com | RENCANA pengadaan pesawat intai tanpa awak belum final. "Semua masih berproses di Kementerian Pertahanan,” kata Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, di Depok, Jawa Barat, Selasa (7/2). TNI sebagai pengguna tidak mempermasalahkan dari negara mana alat utama sistem senjata yang akan digunakan itu diadakan. “Bila sesuai spesifikasi teknik dan kebutuhan operasi yang dibutuhkan maka semua clear... tidak masalah," ujar Panglima TNI.

Semua pengadaan alat utama sistem senjata dilakukan sesuai kerangka kekuatan pokok minimum yang telah ditetapkan.

Rencananya TNI akan membangun satu skadron pesawat intai tanpa awak (UAV). Pada 2006, digelar tender pembelian empat UAV untuk Badan Intelijen Strategis (Bais) yang akhirnya dimenangkan Searcher Mk II melalui perusahaan Filipina, Kital Philippine Corp. Searcher Mk II produk buatan Israel.

Mengutip United Press International (UPI), pembelian UAV yang satu unit seharga US$6 juta itu, Indonesia menggandeng Bank Leumi dari Inggris dan Bank Union dari Filipina sebagai penyandang dana untuk kredit ekspor.

Indonesia kali pertama memakai produk militer Israel dengan meminjam UAV Searcher Mk II milik Singapura untuk mencari lokasi sandera peneliti asing yang ditawan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Mapenduma, Papua, 1996.

Kini, Malaysia telah mengoperasikan 15 unit UAV buatan Israel, Singapura 35 unit. Dalam pengujian tim Kementerian Pertahanan, UAV Searcher Mk II mengalahkan pesaingnya dari Irkut Rusia dan UAV Hermes buatan Elbit Israel yang diageni ELS Ventures, Belanda. 
 
sumber : JURNAS

Kata Ilham Habibie, Beli Pesawat Intai Berlebihan

IAI Heron 1 UAV in flight

TEMPO.CO, Jakarta- Rencana pembelian pesawat intai (unmanned aero vehicle) atau pesawat UAV dinilai terlalu berlebihan. Salah satu petinggi Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Ilham Akbar Habibie menyatakan Indonesia seharusnya mampu menciptakan sendiri pesawat seperti itu.

"Indonesia harus lebih berani mengembangkan teknologi sendiri, jangan hanya beli-beli saja dari luar," ujarnya ketika ditemui wartawan di Istana Wapres, Selasa (7/2). Bagi putra mantan presiden RI BJ. Habibie itu sudah saatnya Indonesia tidak lagi bergantung pada pihak lain. "Paling tidak terhadap teknologi-teknologi kunci seperti UAV itu," katanya.

Lebih lanjut Ilham menyatakan Indonesia memang sangat membutuhkan pesawat UAV. Baginya, pesawat jenis ini memiliki masa depan yang lebih baik. "Pesawat seperti itu makin banyak dipakai, karena biayanya murah dan memiliki risiko rendah," tuturnya. Apalagi, menurutnya, pesawat UAV memiliki fleksibilitas yang sangat bagus. "Jadi tidak ada salahnya jika kita memiliki program nasional seperti pesawat UAV yang kita kembangkan sendiri."

Kebutuhan akan pesawat UAV muncul saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI beberapa waktu lalu. Kemudian sempat muncul pilihan pesawat produksi industri dari Israel yang akan dipilih TNI AU.
 
sumber : TEMPO

Pesawat intai tanpa awak TNI operasional 2012

Heron.jpgAustralia will begin operating Israel Aerospace Industries Heron unmanned air vehicles in Afghanistan next year, under a new lease agreement with MacDonald, Dettwiler and Associates (MDA)

Kamis, 9 Februari 2012 18:34 WIB | 1554 Views

Jakarta (ANTARA News) - Pesawat intai tanpa awak (UAV) TNI yang dipesan dari PT Kital Philipine Corp mulai operasional pada 2012. Keperluan intelijen menjadi hal mendasar pengadaan wahana udara militer ini.

"Pesawat ini merupakan pesawat baru dan akan dikirim tahun ini," kata Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, di Kantor Kemhan, Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan bahwa pesawat intai tanpa awak itu memiliki kemampuan jelajah hingga radius 200 km dalam waktu 15 jam saja.

Sjafrie mengungkapkan pengadaan pesawat intai tanpa awak tersebut merupakan program pengadaan 2004, dan kontraknya sudah dilakukan sejak 2006. Kemhan pun telah melakukan uji teknis pesawat tersebut.

Ia berpendapat Indonesia sangat memerlukan pesawat itu, terutama untuk operasi intelijen. Namun begitu, pesawat itu juga dapat digunakan untuk keperluan lain, seperti mendeteksi cuaca.

Pada tahun 2006, TNI menggelar tender pembelian empat UAV untuk Badan Intelijen Strategis (Bais) yang akhirnya dimenangi Searcher Mk II melalui perusahaan Filipina, Kital Philippine Corp.

Berdasar laman kantor berita internasional United Press International (UPI), untuk pembelian UAV yang satunya senilai enam juta dolar AS tersebut, Indonesia menggandeng Bank Leumi dari Inggris dan Bank Union dari Filipina sebagai penyandang dana untuk kredit ekspor.

Belakangan karena ramai dikritik DPR, proyek pengadaan tersebut tertunda.

UAV buatan Divisi Malat Israeli Aircraft Industries (IAI) dinilai paling unggul untuk penggunaan di angkasa Nusantara.

Indonesia kali pertama memakai produk militer Israel dengan meminjam pesawat pengintai tanpa awak (UAV) Searcher Mk II milik Singapura untuk mencari lokasi sandera peneliti asing yang ditawan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Mapenduma, Papua, pada 1996.

Namun, Singapura bukan satu-satunya negara yang memakai senjata buatan Israel. Malaysia telah mengoperasikan 15 unit, sedangkan Singapura 35 unit.

Dalam pengujian tim Kementerian Pertahanan, UAV Searcher Mk II mengalahkan pesaingnya dari Irkut Rusia dan UAV Hermes buatan Elbit Israel yang diageni ELS Ventures, Belanda.

Sekjen Kementerian Pertahanan Eris Heriyanto menegaskan, dalam setiap pengadaan alat utama sistem senjata dari mancanegara, pihaknya mengutamakan teknologi yang sesuai dengan spesifikasi teknik dan kebutuhan operasi TNI.

"Jadi, yang kami lihat teknologinya, bukan dari negara mana produk alat utama sistem senjata itu diadakan," katanya menambahkan. (R018)

sumber : Antara

RI Berencana Beli 8 Unit Helikopter Apache Buatan AS




AH 64 Apache

ah64-apache

9 Februari 2012, Jakarta: Pemerintah berencana untuk membeli sejumlah helikopter tempur jenis Apache dari Amerika Serikat. Hal itu dilakukan untuk menambah kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Kalau tidak salah sebanyak delapan unit," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di kantornya, Kamis, 9 Februari 2012.

Menurut dia, pengadaan delapan unit helikopter tempur jenis Apache itu bukan karena ditawarkan begitu saja oleh pihak Amerika kepada pemerintah Indonesia. Rencana pembelian helikopter sejumlah itu dilakukan sesuai dengan kebutuhan Indonesia. "Mereka tidak menawarkan, kita yang mencari," ujar Sjafrie.

Namun, ia menambahkan, hingga kini belum ada deal antara pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat ihwal pembelian helikopter tempur tersebut. Sejauh ini, yang sudah disepakati adalah pembelian pesawat tempur jenis F16 dari Amerika Serikat. "Kita semua tahu yang F16 sudah deal," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan saat ini banyak proyek pengadaan alutsista. Jenis alutsista yang dibeli Indonesia pun beragam, ada yang bergerak dan ada yang tidak bergerak. Yang jelas, pemerintah mengusahakan agar pembelian senjata tersebut sesuai dengan kebutuhan. "Prosesnya dari user (TNI AD, TNI AL atau TNI AU), ke Mabes TNI, baru ke Menhan. Dari situ (baru) ada pembelian," kata Purnomo.

Seperempat Anggaran Pertahanan untuk Alutsista

Pemerintah tahun ini telah menganggarkan seperempat dari seluruh total anggaran pertahanan untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Kurang lebih 25 persen dari alokasi anggaran sebesar Rp 74 triliun," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di kantor Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis, 9 Februari 2012.

Menurutnya 52 persen dari total alokasi anggaran tahun ini sudah ditujukan untuk kebutuhan belanja pegawai, seperti membayar gaji. "Sisanya untuk belanja barang dan modal, khususnya alutsista," ujar Sjafrie.

Sebelumnya Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengakui saat ini banyak proyek pengadaan alutsista. Jenis alutsista yang dibeli Indonesia pun beragam, ada yang bergerak dan ada yang tidak bergerak. Tapi pemerintah mengusahakan agar pembelian senjata sesuai dengan kebutuhan. "Prosesnya dari pengguna (TNI AD, TNI AL atau TNI AU), ke Mabes TNI, baru ke Menhan. Dari situ baru ada pembelian," kata Purnomo.

Sumber: TEMPO

Serpihan Pesawat Militer AS Lepas di Atas Jepang

TOKYO, KOMPAS.com —
Angkatan Laut Amerika
Serikat (US Navy) hingga saat
ini masih menyelidiki
penyebab lepasnya beberapa
bagian dari pesawat
pengacak sinyal radar EA-6B
Prowler saat terbang di atas
wilayah udara Jepang.
Serpihan itu jatuh di sebuah
kota di dekat Tokyo, Kamis
(9/2 /2012).
Enam bagian pesawat perang
elektronik tersebut lepas di
udara, termasuk bagian dari
penutup mesin dan satu
bagian berukuran 2,2 x satu
meter persegi saat pesawat
tengah terbang di atas kota
Yamato, dekat Tokyo. Salah
satu bagian tersebut jatuh
mengenai kendaraan pribadi
warga di kota itu sehingga
menyebabkan kerusakan
minor.
Menurut US Navy, pesawat
tersebut sedang dalam
perjalanan pulang dari misi
latihan rutin menuju
pangkalannya di Yokosuka,
Prefektur Kanagawa, Jepang.
Seorang pejabat kota Yamato
mengatakan, reruntuhan
pesawat sering jatuh di
kawasan kota tersebut
bahkan pernah merusak
sebuah rumah pada 2010.
Saat ini AS menempatkan tak
kurang dari 50.000 prajurit
di Jepang yang tersebar di
beberapa pangkalan militer
di seluruh negara itu. EA-6B
Prowler adalah modifikasi
dari pesawat tempur A-6
Intruder dengan misi khusus
menjalankan perang
elektronik, seperti mengacak
sinyal radar musuh dan
mengumpulkan data intelijen
elektronik.
Pesawat itu sekaligus
menjadi pusat komando dan
kendali serangan bagi
pesawat tempur lain.
Pesawat itu juga dilengkapi
persenjataan untuk
menghancurkan lokasi radar
musuh atau instalasi rudal
darat-ke-udara musuh.

sumber : kompas

Pesawat TempurJepang CegatKonvoi PesawatRusia

Kamis, 9 Februari 2012 |

TOKYO, KOMPAS.com —
Pasukan Bela Diri Udara
Jepang, Rabu (8/2 /2012),
menerbangkan beberapa
pesawat tempur untuk
mencegat serombongan
pesawat militer Rusia yang
tiba-tiba muncul di sekitar
perairan Jepang.
Kantor berita Kyodo News
dalam laporan hari Kamis
(9/2 /2012), mengutip
pernyataan Kementerian
Pertahanan Jepang,
mengatakan, sedikitnya lima
pesawat militer Rusia
terdeteksi terbang di atas
Samudra Pasifik dan Laut
Jepang di dekat Pulau
Hokkaido dan kawasan
Tohoku di timur laut Jepang.
Pesawat Rusia tersebut terdiri
atas dua pesawat pengebom
strategis jarak jauh Tu-95
Bear, dua pesawat pengintai
Su-24 Fencer, serta satu
pesawat kendali dan
peringatan dini (AWACS)
A-50. Pejabat Jepang
mengatakan, ini adalah
untuk pertama kalinya
pesawat AWACS Rusia itu
terdeteksi di dekat wilayah
Jepang.
Tidak dilaporkan terjadi
insiden lebih lanjut dari
pencegatan tersebut. Pihak
Angkatan Udara Rusia sendiri
telah berulang kali
menyatakan semua
penerbangan patroli pesawat
Rusia dilakukan dengan
mematuhi setiap peraturan
internasional dan selalu
terbang di kawasan udara di
atas perairan netral tanpa
masuk ke wilayah udara
negara lain.
Tu-95 adalah pesawat
pengebom strategis yang
mampu membawa bom
nuklir. Rusia melanjutkan
patroli pesawat pengebom di
wilayah Samudra Pasifik,
Atlantik, dan Artik sejak
2007, setelah sempat
terhenti sejak berakhirnya
Perang Dingin.
Sumber : Ria Novosti
sumber Kompas

Wednesday, February 8, 2012

DPR Sikapi Kedatangan Pejabat Pentagon Ke Indonesia

Jakarta - Kementerian Pertahanan
hari ini kedatangan tamu istimewa,
pejabat Departemen Pertahanan
Amerika Serikat atau lebih tenar
dengan istilah Pentagon. Selain
memberikan kuliah umum pada
pejabat Kemenhan, juga untuk
meningkatkan kerja sama pertahanan
dua negara.
Kedatangan pejabat Pentagon ke
tanah air juga menjadi perhatian para
wakil rakyat. Wakil Ketua DPR RI,
Pramono Anung menilai, pertemuan
itu menunjukkan, mau tak mau AS
berkepentingan dengan isu keamanan
di wilayah Australia dan Asia. "Tapi
apapun keberadaan mereka tidak
boleh ada yang mengganggu
kedaulatan bangsa kita," kata Pram di
Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta,
Kamis 9 Februari 2012.
Pram mengakui, posisi tawar
Indonesia tak sekuat AS. "Posisi kita
jelas rapuh, sementara Amerika
punya posisi tawar menawar yang
kuat, apalagi mereka punya pusat
pertahanan di Australia," kata dia.
Pramono menambahkan, mau tak
mau kita harus mengaitkan
keberadaan pangkalan AS itu dengan
isu Papua.
Namun, dia menambahkan, bukan
berarti Indonesia lemah. Pramono
mengatakan, Indonesia memiliki
pertahanan yang kuat, yang juga
dibutuhkan AS. RI juga punya posisi
strategis. "Apapun AS dalam
persoalan geopolitik, Asia, Australia,
pasti sangat mempertimbangkan
negara Indonesia. Jadi saya melihat
posisi kita sangat kuat," kata dia.
Apalagi, Indonesia adalah negara
demokrasi terbesar keempat. "Dan
kita negara muslim terbesar, dan itu
perhitungan geopolitik Amerika
sangat diperhitungkan."
Soal agenda pertemuan siang ini
Pram mengaku tak tahu pasti.
Namun, ia menyatakan dukungan jika
Kemenhan bicara soal pengadaan alat
utama sistem senjata (alutsista)
dengan Pentagon.
Politisi PDIP itu menjelaskan,
berdasarkan laporan dari Komisi
Pertahanan DPR, pengadaan alutsista
RI dulu sempat terganggu embargo
AS. Saat ini embargo tersebut telah
dicabut. Akibatnya, "Indonesia perlu
alat-alat itu. Jadi kalau isu ini dibahas
di pertemuan nanti tidak ada yang
salah. Karena kita memang
memerlukan mereka dan kita juga
tahu banyak radar-radar kita
terutama di garis depan, di
perbatasan sangat lemah," kata dia.
Radar yang lemah itu, Pramono
menambahkan, membuat pertahanan
kita sangat mudah dimasuki oleh
asing. "Baik di udara maupun laut.
Dan sudah terbukti beberapa kali
radar kita tidak bisa mendeteksi sama
sekali."
Karena membutuhkan radar yang
kuat, mau tak mau kita membeli
peralatan dari AS. Apalagi, saat ini,
alutsista dari seluruh dunia
tergantung pada dua negara yaitu AS
dan Israel.
Sumber : Vivanews

BERITA POLULER