Pages

Monday, January 23, 2012

Prabowo Mengecam Parlemen Belanda Soal Tank Leo

Jakarta - Prabowo Subianto
mengecam parlemen Belanda yang
tiba-tiba menolak penjualan tank
Leopard ke Indonesia dengan alasan
takut digunakan untuk tindakan
pelanggaran hak asasi manusia.
Mantan Komandan Jenderal
Kopassus ini menyatakan sikap
pemerintah Belanda harus tegas
apakah jadi menjual Leopard ke
Indonesia atau membatalkannya.
"Mereka mau jual ngga? Kalau mereka
mau jual, kita beli. Kalau tidak, ya
tidak (dibeli)," cetus Prabowo.
Prabowo mendukung rencana
Kementerian Pertahanan membeli
100 tank tempur utama Leopard dari
pemerintah Belanda seharga 280 juta
dollar AS. Pembelian tersebut tidak
menjadi masalah jika harganya
murah. "Kalau saya, asal harganya
tidak terlalu mahal, saya kira oke-oke
saja," ujar Prabowo.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD),
Jenderal Pramono Edhie Wibowo,
mengatakan hingga kini tidak ada
perubahan rencana pembelian 100
tank Leopard. Karena itu, pihaknya
berusaha merealisasikan pembelian
itu sebagai wujud modernisasi
alutsista setelah 20 tahun tidak
melakukannya. Keunggulan MBT
Leopard meliputi kemampuan daya
gerak, tembak, daya kejut dan
penghancuran.
Sumber : Republika

Sunday, January 22, 2012

Beli Alutsista Sesuai Strategi

Sunday, 22 January 2012 

F16 C/D


JAKARTA– Pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI diharapkan lebih mengedepankan kualitas dan sejalan dengan strategi pertahanan yang dibutuhkan.


Pengamat militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie menuturkan, pengadaan alutsista TNI untuk memperkuat pertahanan memang sangat diperlukan. Hal ini juga telah disadari pemerintah dan DPR. Namun, setiap rencana pembelian hampir selalu menjadi pro dan kontra.Munculnya polemik tersebut karena sejumlah kalangan menilai Kementerian Pertahanan tidak mengindahkan aspek-aspek tersebut.

Pengadaan melalui hibah 24 unit F-16 dari Amerika Serikat dan rencana membeli 100 unit main battle tank (MBT) Leopard 2A6 milik Belanda adalah contoh polemik terhangatnya. Pengadaan itu ditentang karena baik F-16 maupun Leopard yang hendak dibeli sama- sama barang bekas sehingga kualitasnya diragukan. Pemerintah beralasan dengan membeli alutsista bekas, jumlah yang didapat bisa jauh lebih banyak ketimbang mendatangkan yang baru.

“Tank Leopard ini memang bisa memberi efek deterrence besar.Tapi harus dilihat bagaimana masa gunanya, jangan hanya lihat kuantitas seperti ketika menerima hibah F-16,” ujar Conni saat dihubungi SINDOkemarin. Dia menerangkan,24 unit F- 16 bekas tersebut tidak lebih baik ketimbang apabila pemerintah membeli 10 pesawat tempur baru generasi anyar. “Pesawat itu bisa langsung habis dihancurkan musuh ketika (pesawat) masih di darat. Kita pasti kalah.Lebih baik sedikit tapi berkualitas,” sebutnya.

Seharusnya setiap pengadaan alutsista diserahkan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Namun, tetap harus ada road mapyang utuh sebagai patokan dalam membangun pertahanan.“ Sekarang ini kita kelihatan sekali tidak punya arah. Anggaran naik sedikit,dimainkan politik,”ungkap dia. Menurut Conni, sekarang ini ada konstelasi politik kedua yang paling strategis, tapi masih luput dari perhatian pemerintah, yakni keberadaan Selat Leti dan Selat Wetar yang menghubungkan dua negara tetangga,Australia dan Timor Leste.

Di sana juga ada 19 pulau kaya akan sumber daya alam tak terbarui. Tapi,blok strategis itu tidak diimbangi pertahanan yang kuat. Perhatian pemerintah masih terfokus pada Selat Malaka. “Kalau Anda berdiri di pantainya, tiap beberapa jam sekali bisa melihat punggung kapal selam bertenaga nuklir melintas. Itu milik Amerika Serikat dan Australia,” beber Conni.

Padahal dalam sejarah peperangan, lanjut dia, ada tiga hal yang bisa memicu perang, yakni agama, resources (SDA), dan trade (perdagangan).Karenanya, dalam strategi pertahanan jangan memandangnya seolah-olah tidak ada perang. “Aneh kalau berpikir seperti itu (tidak ada perang). Kita itu kaya resources,jantungnya Asia itu kita,”Conni mengingatkan.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin menuturkan, polemik rencana pembelian alutsista mencuat setelah muncul besaran anggaran yang diperlukan.“Karena (pengadaan) itu harus ada persetujuan DPR juga,”sebutnya. Dengan membeli Leopard bekas, lanjut dia, dengan anggaran yang sama pemerintah bisa mendapat tank lebih banyak.

“Pengadaan Leopard juga sudah sesuai dengan defence strategy kita. User (TNI AD) juga sudah meninjau ke lapangan untuk melihat spesifikasi teknisnya,”kata Hartind. Hartind mengakui adanya kelemahan dalam pertahanan di jalur yang masuk dalam alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) III itu. “Semua ALKI kita prioritaskan. Di ALKI III ada selat yang ke Australia masih sering jebol,”imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menegaskan, DPR setuju dilakukan pengadaan perlengkapan yang canggih untuk TNI. “Tapi pemilihannya harus selektif, memperhatikan jangka panjang, dan harus melibatkan (industri pertahanan) dalam negeri,”ujarnya. Menurut dia, hasil kajian Litbang Kementerian Pertahanan pada 2009–2010 menyebutkan Indonesia butuh tank medium, bukan heavy tank seperti MBT Leopard.

sumber : SINDO

Saturday, January 21, 2012

Prabowo: Pembelian MBT Leo Gak masalah Asal Harga Tidak Mahal

21 Januari 2012, Jakarta: Mantan
Danjen Komando Pasukan Khusus
(Kopasus), Prabowo Subianto tak
mempermasalahkan rencana
pemerintah yang ingin membeli
100 Tank Leopard dari
Pemerintah Belanda. Syaratnya
pembelian ke 100 tank tidak
dipatok dengan harga tingggi.
”Kalau harganya tidak terlalu
mahal saya kira oke saja,” ujar
Prabowo usai pelantikan
Pengurus Pimpinan Pusat
Perempuan Indonesia Raya (PP
PIRA) di Kantor Sekretariat DPP
Partai Gerindra di Jakarta, Sabtu
(21/1 ).
Namun Prabowo mengaku tak
mengetahui apabila rencana
pembelian tersebut ditentang
oleh parlemen Belanda.
Parlemen Belanda menentang
lantaran khawatir ikut memberi
andil dalam pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia.
”Oh ya mereka menolak?” kata
Ketua Pembina Partai Gerindra
itu setengah bertanya kepada
wartawan.
Seperti diketahui, parlemen
Belanda sampai saat ini masih
belum menyetujui niat
Pemerintah Indonesia yang ingin
membeli 100 Tank Leopard dari
pemerintah negara itu. Pasalnya,
parlemen Belanda kawatir tank
nantinya akan digunakan dalam
aktivitas militer yang berpotensi
menyebabkan terjadinya
pelanggaran HAM.
Sementara Kementerian
Pertahanan RI dikabarkan telah
menyiapkan dana sebesar US
$280 Juta untuk membeli 100 unit
tank Leopard milik pemerintah
Belanda. Dana tersebut diperoleh
dari alokasi dana pertahanan
periode 2010-2014.
Sumber: Jurnas

Canada beli leo ex belanda lebih mhl dari RI

Leopard 2 A4M CAN. Krauss-
Maffei Wegmann (KMW)
memodernisasi 20 Leopard AD
Kanada mejadi Leopard 2 A4M
CAN. Canada membeli 100
Leopard 2 dari Belanda. (Foto:
Canada Army)
21 Januari 2012, Jakarta:
Indonesia jika dihitung-hitung
mendapatkan harga sangat
murah untuk membeli macan
besi bekas Belanda yang terdiri
dari 50 unit Leopard tipe 2A4 dan
50 unit Leopard tipe 2A6 .
TNI Angkatan Darat diketahui
hanya membayar US$280 juta
untuk 100 Main Battle Tank (MBT)
bekas Leopard milik Koninklijke
Landmacht (AD Belanda) yang
selama ini nganggur di gudang.
Bandingkan dengan Kanada yang
pada 2007 mesti merogoh kocek
hingga US$574 juta untuk
menebus jumlah dan jenis tank
yang sama. Tank bekas milik
Belanda itu digunakan Kanada
untuk menggantikan Leopard
jenis 1C2 mereka, seperti dikutip
dari Defence Update.
Kanada sebagai negara kaya raya,
tetangga Amerika Serikat dan
tidak memiliki masalah dengan
kepemilikan senjata milik NATO,
memilih membeli Leopard bekas
Belanda karena lebih murah
dibandingkan beli produk baru.
Tak hanya beli bekas, Kanada
bahkan sempat menyewa 20 tank
Leopard tipe 2A6 milik Jerman
untuk diterjunkan di Afghanistan.
Soal kenapa Kanada enggan beli
baru, saat itu mereka memberi
contoh Australia yang membeli 66
tank Abrams M-1A 1/M88 dan
peralatan pendukung (truk,
pengangkut dan pelatih) senilai
US$416 juta. Bandingkan dengan
Kanada yang hanya bayar US$574
juta untuk tank dengan kualitas
sama.
Sayangnya, rencana pembelian
100 tank Leopard bekas milik
Belanda oleh Indonesia itu
ditentang luar dalam. Dari luar,
parlemen Belanda dengan alasan
HAM yang dimotori Fraksi Kiri
Hijau, Arjan El Fassed.
Sementara dari dalam, DPR
menyebut Indonesia tak butuh
Main Battle Tank. Maklum
pembelian Leopard bekas ini
tanpa melalui perantara alias tak
ada 10% fulus buat broker yang
beredar untuk memuluskan jalan.
Sumber: Bisnis Jabar

Friday, January 20, 2012

Kemenhan 2012. Targetkan Capai Kekuatan Pokok Alutsista

16 Januari 2012 15:49
2012, Kemenham Targetkan Capai
Kekuatan Pokok Alutsista
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA - Semester
pertama tahun
2012,menjadi target
Kementrian Pertahanan
untuk menyelesaikan
beberapa kontrak
alutsista dengan tiga matra TNI. Dirjen
Sarana Pertahanan Kementerian
Pertahanan, Marsekal Muda Bogas Silaen,
menyatakan rencana itu bertujuan
memperkuat sistem persenjataan militer
demi mencapai essential minimum forces
(kekuatan minimum pokok).
Untuk TNI AD, ujarnya, Kemenhan
mengalokasikan belanja 100 tank tempur
utama (main battle tank), senjata anti
altileri berupa roket, sistem peluncur
multi roket dan meriam bersenjata
dengan fokus meriam kaliber 150 mm,
serta senjata artileri pertahanan udara
yang difokuskan pada peluru kendali.
Selain amunisi, TNI AD juga akan
diperkuat unit baru helikopter yang
difokuskan pada heli serbu dan serang,
dan beberapa panser buatan PT Pindad.
"Diharapkan akan selesai pada semester
awal tahun ini," katanya di kantor
Kemenhan, Senin (16/1) .
Untuk TNI AL, imbuh Bogas, Kemenhan
mengagendakan belanja kapal pengaman
laut, fastboat patrol, kapal perusak, hidro
oceanic, serta kapal latih untuk pengganti
KRI Dewarutji. Tidak ketinggalan
pembelian kapal angkut tank dan minyak,
serta kapal selam.
Adapun TNI AU, pihaknya menyebut
dalam waktu dekat dapat menyelesaikan
pembelian senjata anti pesawat udara, jet
tempur F-16, helikopter Super Puma, dan
empat kapal herkules empat unit dari
Australia. "Inilah daftar shopping list
Kemenhan pada 2011," papar Bogas.

sumber Repulika.co.id

RI Produksi Ratusan Roket Balistik

REPUBLIKA.CO.ID, Konsorsium Roket
Nasional akan kembali memproduksi 200
unit roket balistik R Han 122 kaliber 122
mm dengan jarak jangkau 15 km sebagai
bagian dari program 1.000 roket
Kementerian Pertahanan sepanjang
2012-2014. "Ini melanjutkan 100 unit roket
R Han 122 yang telah diproduksi pada
2011," kata Deputi Menristek bidang
Relevansi dan Produktivitas Iptek Dr
Teguh Rahardjo usai kunjungan Menristek
Gusti Mohammad Hatta ke pabrik bahan
berenergi tinggi PT Dahana.
Teguh yang juga Kepala Bidang Pokja
Litbangyasa Komite Kebijakan Industri
Pertahanan itu mengatakan, sebanyak 32
dari 100 unit roket produksi 2011 sudah
ditembakkan untuk keperluan pelatihan
militer TNI. "Sisanya 68 unit juga akan
ditembakkan di tahap berikutnya pada
Februari ini," katanya.
Produksi 1.000 roket nasional, lanjut dia,
merupakan kerja sama antara PT
Dirgantara Indonesia yang memproduksi
struktur roketnya, Lapan (Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional)
yang membuatkan motor roketnya, PT
Pindad memproduksi hulu ledaknya
(forehead), serta bahan bakarnya
(propelan) oleh PT Dahana.
Tim ini, ia mengatakan, juga sedang
mengembangkan roket balistik kaliber 200
mm yang jarak jangkaunya lebih dari 20
km dan roket kendali kaliber 200 mm yang
sudah diujicobakan sebanyak tiga unit.
Deputi Bidang Teknologi Dirgantara
Lapan, Dr Ing Soewarto Hardhienata
mengatakan, pihaknya sudah menguasai
pengembangan roket dasar, karena itu
jika kemampuan pendanaan tidak masalah
maka program roket nasional bisa lebih
cepat.
sumber Republika.co.id

Tank Leopard: Bukan Soal Hubungan dengan Indonesia


Leopard Bundeswehr latihan menyebrangi sungai. (Foto: Bundeswehr)

19 Januari 2012: Niat pemerintah Belanda menjual peralatan militernya ke Indonesia menghadapi mosi parlemen yang meminta supaya transaksi itu tidak dilakukan. Indonesia dinilai belum juga menghormati hak-hak asasi manusia, terutama di Papua. Dikhawatirkan, kalau dibeli Indonesia, tank Leopard yang diobral itu akan digunakan untuk menghajar rakyat sendiri.

Mosi tidak melakukan penjualan senjata itu diajukan oleh Arjan El Fassed, anggota parlemen fraksi GroenLinks, keturunan Palestina Belanda. Alasannya tidak ada yang baru: Indonesia pernah melanggar hak-hak asasi manusia di Aceh, Timor Timur dan sekarang masih terus Papua.

Bermusuhan dengan Parlemen


Belakangan pers Belanda memang ramai memberitakan pelanggaran hak-hak asasi manusia di Indonesia. Misalnya kekerasan di Papua Oktober silam ketika berlangsung Kongres Papua. Apa yang oleh Jakarta disebut langkah separatisme itu menewaskan enam orang. Begitu pula pengejaran kalangan Ahmadiyah yang disebut sebagai tidak bebas di negeri yang sudah merdeka.

Akankah Pemerintah Belanda Mengikuti Kemauan Parlemen?


Kalau mosi ini dituruti, dalam arti penjualan tank Leopard batal, hubungan Belanda Indonesia akan terganggu. Sebaliknya kalau mosi ini tidak dituruti maka hubungan dengan Indonesia memang akan lancar, tapi pemerintah Belanda akan bermusuhan dengan parlemennya sendiri. Bisa-bisa muncul ketegangan yang akan mengganggu stabilitas pemerintahan minoritas Perdana Menteri Mark Rutte.

Bagi profesor Nico Schulte Nordholt, pengamat hubungan Indonesia Belanda, yang penting walaupun menentang, mosi parlemen ini sebenarnya tidak melarang. Artinya pemerintah tetap bisa menjual tank Leopard kepada Indonesia. Dan kalau kelak pemerintah Belanda bertransaksi dengan pemerintah Indonesia, maka partai-partai yang tetap mendukung koalisi ini tidak akan menentang pemerintah. Diakuinya, hal ini tidak terlalu sering terjadi.

Pemerintah Belanda sekarang terdiri dari dua partai, partai kristen demokrat CDA dan partai liberal konservatif VVD. Keduanya berkoalisi dan mendukung penjualan tank Leopard ke Indonesia. Tetapi masih ada partai ketiga yang tidak resmi mendukung koalisi, sehingga kabinet minoritas ini memerintah. Itulah PVV pimpinan Geert Wilders. Menariknya, PVV mendukung mosi yang menentang penjualan tank kepada Indonesia. Tapi kalau kelak tank Leopard itu jadi dijual, maka menurut perhitungan prof. Nico Schulte Nordholt, PVV tidak akan menjatuhkan kabinet.

Dengan demikian diduga keras penjualan ini tetap akan berlangsung. Bagi Den Haag, dalam kondisi perekonomian seret sekarang, sangat penting untuk menjual sebanyak mungkin perlengkapan militer. Kementerian Pertahanan Belanda harus menghemat sampai 1 milyar euro, sehingga setiap euro tentu akan disambut baik.

Musim Semi Arab


Menariknya mosi parlemen ini memperoleh dukungan mayoritas. Padahal mereka tahu bagi Indonesia tank itu sebenarnya tidak terlalu bermanfaat. “Benarkah negara kepulauan seperti Indonesia butuh tank-tank untuk mempertahankan diri dari ancaman dari luar negeri?” Tanya Nico Schulte Nordholt. Belum lagi kalau melihat keadaan alam Indonesia yang bergunung-gunung yang jelas tidak cocok untuk tank Leopard.

Dengan demikian, kalau memang dibutuhkan, maka tampaknya Indonesia akan mengerahkan tank itu menghadapi para demonstran di jalan-jalan protokol kota-kota besar di Jawa. Di sinilah makna mosi parlemen itu. Dikhawatirkan tank itu akan digunakan untuk melanggar hak-hak asasi manusia.

Tapi menurut penilaian Nico Schulte Nordholt, masalah hak-hak asasi manusia ini tidak hidup terlalu kuat dalam opini publik Belanda. Andaikata pemerintah Belanda berani menentang mosi parlemen, dan kemungkinan ini ada, menurut perhitungan Nico paling banter hanya akan ada protes selama sehari, tidak akan lama. Opini publik Belanda sekarang lebih mengkhawatirkan euro dan kesempatan kerja. Ini artinya masalah lain seperti hak-hak asasi manusia tidak memperoleh perhatian khusus.

Pendapat seperti inilah yang ditentang oleh Arjan El Fassed. Dalam menjelaskan mosinya, anggota parlemen ini menekankan bahwa penjualan tank Belanda ke Bahrein dan Mesir serta suku cadang ke Saudi Arabia telah dipermalukan dengan musim semi Arab. Rejim-rejim pelanggar hak asasi telah berjatuhan, padahal sebelumnya mereka menghadapi kaum demonstran dengan panser yang dibeli di Barat.

Juklak Ekspor Eropa

Indonesia sudah terlebih dahulu mengalami demokratisasi. Ini memberi kesempatan bagi pemerintah Den Haag menjual senjata dan terus memperbaiki hubungan dengan Indonesia. Tapi profesor Nico Schulte Nordholt berpendapat penjualan tank ini sebenarnya bukan soal hubungan baik dengan Indonesia. “Ada satu hal yang lebih mendesak lagi,” kata gurubesar ini, “yaitu keadaan keuangan dan ekonomi Belanda.” Kebutuhan Belanda yang mendesak adalah menjual sebanyak mungkin peralatan militernya dengan harga baik.

“Saya kira dalam hal ini kepentingan sendiri lebih kuat daripada keinginan memelihara hubungan baik dengan negara seperti Indonesia.” Menurut profesor Nico Schulte Nordholt pemerintah Belanda sudah memperhitungkan kalau perlengkapan militer ini tidak terjual, maka akan lebih banyak orang harus diPHK, sehingga pengangguran meningkat.

Yang jelas parlemen Belanda tidak tinggal diam. Begitu tahu terus berlangsung perundingan dengan Indonesia, bahkan konon kedua negara saling kunjung mengenai rencana penjualan ini, Arjan El Fassed melayangkan pertanyaan tertulis. Tidak tanggung-tanggung lagi, dua menteri jadi sasaran surat itu, Menteri Pertahanan Hans Hillen dan Menteri Luar Negeri Uri Rosenthal.

Salah satu pertanyaan yang diajukannya adalah, sudahkah Indonesia diberitahu bahwa menurut Juklak Ekspor Senjata Uni Eropa, sebenarnya Belanda tidak boleh mengekspor senjata ke Indonesia? Dalam juklak ini memang tertera negara-negara anggota Uni Eropa, jadi termasuk Belanda, dilarang mengekspor senjata ke negara yang tidak menghormati hak-hak asasi manusia dan beresiko konflik bersenjata di negara tujuan.

Sumber: RNW

BERITA POLULER