Komandan
Angkatan Laut Republik Islam Iran, Laksamana Habibullah Sayyari
mengatakan, kapal perusak produksi dalam negeri kedua akan segera
bergabung dengan armada angkatan laut negara ini.
Produksi kapal perusak Jamaran II itu sedang melalui tahap akhir, kata Sayyari dalam wawancaranya dengan IRNA Kamis (22/9). Pejabat tinggi militer Iran ini menambahkan bahwa Iran telah memproduksi secara massal kapal perusak Jamaran pertama yang sudah bergabung dengan armada angkatan laut. Sayyari menekankan pentingnya partisipasi luas Iran di perairan bebas yang menurutnya bertujuan melindungi perairan teritorial Iran dan menjamin keamanan untuk kapal tanker minyak dan kapal dagang Iran di rute perairan internasional. Ia juga mengatakan bahwa Iran akan segera mengirimkan 16 kapal perang ke Teluk Aden sebagai bagian dari program pengawalan kapal-kapal Iran di perairan yang rawan aksi pembajakan. Iran telah memulai program swasembada industri pertahanan dan telah meluncurkan sejumlah proyek-proyek militer sejak kemenangan Revolusi Islam. Angkatan Laut Iran meluncurkan kapal diproduksi dalam negeri pertamanya, Jamaran, di perairan Teluk Persia pada bulan Februari, 2010. (IRIB/MZ) IRIB |
Monday, September 26, 2011
Iran Akan Segera Luncurkan “Destroyer Jamaran II”
Erdogan: Mengapa Barat Biarkan Israel Miliki Senjata Nuklir ?
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam standar ganda Barat terhadap senjata nuklir Israel.
Dalam
sebuah wawancara dengan CNN pada hari Minggu, Erdogan mencatat bahwa
Israel adalah satu-satunya pemain di Timur Tengah yang memiliki senjata
nuklir. "Mengapa negara-negara Barat melarang Iran memiliki senjata
nuklir, namun pada saat yang sama tidak melarang Israel memiliki
senjata nuklir? "tanya Erdogan sinis menyikapi standar ganda Barat soal
senjata nuklir. Sebelumnya, Erdogan menyatakan, Ankara, jika diperlukan, akan memberikan reaksi lebih keras terhadap Rezim Zionis Israel. "Turki akan menunjukkan reaksi lebih keras terhadap Israel," ungkap Erdogan Kamis (22/9) seperti dilaporkan Press TV. Ia juga mengisyaratkan meningkatnya ketegangan antara Israel dan Turki pasca serangan brutal pasukan komando rezim Tel Aviv terhadap kapal bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza yang mengakibatkan tewasnya sembilan aktivis Turki. Turki menurunkan hubungan dengan Israel setelah Tel Aviv menolak untuk meminta maaf atas serangan terhadap armada Kebebasan Gaza, yang menyebabkan sembilan warga Turki tewas pada tanggal 31 Mei 2010. Sebelumnya pada bulan September, Menteri Ekonomi Turki mengatakan Ankara akan terus menjaga hubungan normalnya di bidang ekonomi dengan Tel Aviv. Dari Januari 2011 sampai Juli 2011, perdagangan antara Turki dan Israel mencapai $ 2,3 miliar. (IRIB/PH) IRIB |
TOT KAPAL SELAM
Tuesday, 27 September 2011 | |
JAKARTA – Kementerian Pertahanan meminta agar seluruh pihak yang terkait dengan pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) kapal selam, menyiapkan diri untuk proses transfer of technology(ToT). Perusahaan dan negara yang diajak bekerja sama akan diputuskan maksimal dua bulan mendatang. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya TNI Eris Herryanto mengungkapkan, pengadaan kapal selam untuk TNI Angkatan Laut seharusnya sudah di-lakukan 2–3 tahun lalu.Pasalnya, jumlah armada kapal selam RI hanya dua unit, yakni Cakra dan Nanggala, sehingga tidak mencukupi untuk mendukung pengamanan wilayah laut. Sudah sejak lama pemerintah mencari perusahaan dan negara yang dinilai paling cocok untuk diajak bekerja sama dalam pengadaan kapal selam. Beberapa negara sempat dijajaki, seperti Jerman dan Korea Selatan. “Kita belum memutuskan siapa negara pemenangnya,” kata Eris di Jakarta kemarin. Diharapkan, tahun ini proses pengadaan memperlihatkan progres yang berarti.“Dalam dua bulan ini, Badan Ranahan Kemhan harus sudah memutuskan negara mana,” kata perwira tinggi berpangkat bintang tiga ini. Badan Ranahan tidak hanya memutuskan negara mana yang dipilih,tapi juga meminta spek dari pengguna, yaitu TNI AL, menyangkut kapal selam seperti apa yang dibutuhkan. “Kemudian, dia (Badan Ranahan) mencari perusahaan mana yang bisa memenuhi. Sekarang ini dalam fase akan memutuskan,” terang dia. Meski belum ditentukan,pihaknya meminta agar semua pihak yang berkepentingan dengan pengadaan kapal selam ini menyiapkan diri mulai dari sekarang. “Nanti begitu diputuskan siapa yang menang,kita sudah punya konsep. Ini lho yang kita butuhkan kalau kita mau transfer teknologi. Nah, konsep itu nanti kita bicarakan dengan siapa pemenangnya,” bebernya. Eris menyatakan sejauh ini telah ada gambaran mengenai seperti apa tahapan-tahapan yang harus dilakukan jika telah ditentukan produsennya.“Kita juga perlu mengaudit sekarang ini, misalkan yang mau diajak kerja sama nantinya PT PAL, bagaimanaPTPALmenyiapkan diri untuk bisa sebagai industri yang kita tunjuk untuk transfer teknologi,”tuturnya. Menurut Eris, sejauh ini PT PAL belum memberikan pernyataan terkait kesanggupannya untuk ikut membuat komponen tertentu dari kapal selam itu. “Belum ada komitmen itu, tetapi kita, pemerintah, menginginkan bahwa teknologi ini bisa kita serap saat kita mengadakan ini,”tegas dia. Di samping itu, ke depan juga akan dinegosiasikan lagi di antaranya terkait teknis pelaksanaan maupun jumlah unit yang akan diproduksi. “Kalau misalnya kita sudah involvedalam pembuatan,bagaimana?” sebutnya. Dirjen Perencanaan Pertahanan Kemhan Marsekal Muda TNI Bonggas S Silaen sebelumnya menuturkan, pengadaan kapal selam merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan alutsista TNI Angkatan Laut.Program ini menjadi salah satu proyek yang bakal cukup banyak menyedot anggaran.
Sumber : SINDO
|
Delegasi IT Kemhan RI Kunker ke Singapura dan Korsel
Jakarta, DMC - Delegasi IT (Information Technologies) Kementerian Pertahanan RI, Mabes TNI dan Mabes Angkatan Darat melaksanakan kunjungan Kerja ke beberapa negara pengguna IT terkemuka. Adapun tujuan kunjungan kerja tersebut adalah mempelajari tentang sistem pengamanan Jaring internal dan Eksternal di jajaran Kemhan dan TNI.
Pada hari berikutnya Delegasi IT Kemhan Selasa, (21/9) melanjutkan rangkaian kunjungan kerjanya menujuHuneed Technologies di Incheon, Korea Selatan dan Pameran IT di CoexMall, Seoul Korsel. Usai mengikuti pameran tersebut Rabu, (22/9) delegasi mengunjungi Microsoft Korea, Inc Seoul Korsel dan diterima oleh Direktur Public Sector, Mr. Woo Sung Lim. Saat berada di Microsoft Korea, Inc rombongan menerima paparan tentang produk-produk terbaru yang dihasilkan Microsoft Korea diantaranya, Microsoft Link Communication serta menyaksikan demo teleconfrance.
Pada hari yang sama delegasi meneruskan kunjungan ke Bandara di Perbatasan Negara Korea Selatan dan Korea Utara. Seluruh rombongan juga berkesempatan menyaksikan sistem pengamanan Bandara dari dalam Bunker. Keesokan harinya Kamis, (23/9) Delegasi melanjutkan perjalanan ke DMZ ( Demiliterized Zone) dan Tunnel no. 3 di Paju perbatasan Korsel dengan Korut.
Turut serta dalam Delegasi IT Kemhan dan TNI, diantaranya Kapusdatin Kemhan, Brigjen TNI Akhmad Buldan, M.A, Kapuskom Publik Kemhan, Brigjen TNI Hartind Asrin, Waka Pusinfolahta TNI, Kolonel Arm. Royke Kaparang, dan Ses Disinfolahta, Kol. Caj Drs. Syarif Usman.
Korina, Begitu Dekat Begitu Nyata
- Oleh Jagarin Pane
SEPANJANG minggu kedua September 2011, hampir semua media di Indonesia menempatkan berita gembira tentang kabar belanja alat utama sistem senjata (alutsista) TNI. Ada sidang kabinet terbatas tanggal 7 September 2011 yang dihadiri Presiden, Wapres, Menko Polhukam, Menkeu, Menhan, Panglima TNI dan Kapolri, khusus membahas dana alutsista dan progres pengadaannya sampai dengan tahun 2014.
Presiden yang tahu persis tentang seluk beluk pengadaan alutsista, termasuk potensi korupsinya (karena dia seorang jenderal purnawirawan TNI) memberi arahan secara lugas, rinci dan sistematis bahwa pengadaan alutsista TNI harus tepat waktu, tepat sasaran dan tepat anggaran.
Senada dengan itu, Menteri Keuangan memperjelas kembali bahwa sampai dengan tahun 2014 telah disediakan anggaran Rp 100 triliun untuk pengadaan alutsista. Yang sedang disiasati saat ini adalah penambahan Rp 50 triliun lagi agar target anggaran yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR sebesar Rp 150 triliun bisa tercapai.
Menteri Keuangan sangat berharap agar penyerapan belanja alutsista tepat waktu karena yang terjadi selama ini proses pengadaannya yang bertele-tele, sehingga tahun anggaran terlewati begitu saja.
Kalau mau dirunut, ini adalah puncak rangkaian gelar statemen yang dilakukan oleh para petinggi TNI dan Kemhan. Sebelumnya, di Wates, 1 September 2011, KSAU Marsekal TNI Imam Sufaat mempertegas bahwa proses pengadaan alutsista TNI AU akan dipercepat sehingga tahun 2014 pengawal dirgantara ini sudah memiliki kekuatan alutsista yang kuat bersamaan dengan berakhirnya era SBY.
Kemudian KSAL Laksamana TNI Soeparno dalam sertijab Panglima Armada Timur, 6 September 2011, di Surabaya, menyatakan alutsista TNI AL tahun 2014 akan sesuai dengan target Minimum Essential Force (MEF).
Terbesar
Harus diakui, inilah proyek pengadaan alutsista terbesar setelah era Dwikora, di mana dalam kurun waktu 5 tahun (2010 - 2014) dilakukan penambahan alutsista TNI secara besar-besaran. Yang menarik adalah dalam pengadaan alutsista itu, di samping mengutamakan industri hankam strategis di dalam negeri, salah satu pola yang dilakukan adalah pola transfer teknologi. Kita membeli alutsista dari luar negeri, namun dengan persyaratan bahwa negara / perusahaan / produsen luar negeri mau memberikan transfer teknologi kepada kita.
Contohnya dalam proses pembuatan kapal jenis light fregat PKR (Perusak Kawal Rudal) saat ini PT PAL melakukan kerja sama dengan Damen Schelde Belanda untuk pembuatan 10 KRI.
Demikian juga pola kerja sama alih teknologi alutsista dengan Korea Selatan. Negeri Park Ji Sung ini mendulang berkah karena tak pelit transfer teknologi sehingga ketiban rezeki devisa (dolar).
Korea Selatan memang sudah memiliki industri alutsista berskala dunia akreditasi A sejak 10 tahun terakhir ini yang semuanya diawali dengan pola kerja sama alih teknologi dengan negara-negara utama penghasil industri alutsista seperti AS, Jerman, Israel, Inggris, dan6Prancis. Walaupun terhitung baru dalam perjalanan industri alutsista dibanding negara-negara tadi, negeri ginseng ini tak pelit ilmu dan mau berbagi jurus dengan Indonesia, misalnya yang sudah terbukti kerja sama pembuatan empat kapal perang jenis Landing Platform Dock (LPD) untuk TNI AL.
KFX/IFX/F-33 STEALTH
Saat ini, berbagai jenis alutsista buatan Korsel yang sudah bermukim di Indonesia selain LPD adalah pesawat latih KT-1 Wongbee, rantis Barracuda untuk Brimob, senapan mesin K3, ranpur amphibi LVT-7, radio panggul VHF dan FM PRC 999KE/C, submachinegun Daewoo K7, truk angkut pasukan sekelas Reo, jip KIA dan upgrade kapal selam KRI Cakra.Yang sedang dinantikan kedatangannya adalah upgrade KRI Nanggala selesai akhir tahun ini, jet latih tempur T-50 golden eagle, panser canon Anoa Tarantula, tank IFV K-21. Yang sedang diriset-kembangkan bersama adalah jet tempur generasi 4.5 KFX.
Dari pola produksi bersama ini nantinya Indonesia akan mendapatkan 50 unit jet tempur dengan kemampuan tempur melebihi kualitas F16.
Dan, puncak dari semua kerja sama transfer teknologi alutsista itu adalah dinantikannya proyek prestisius pembuatan 3 kapal selam dalam waktuddkat ini. Kunjungan Menhan Korsel ke Jakarta 8 September 2011 lalu menyiratkan upaya kuat negeri itu memenangkan pertarungan tender pengadaan kapal selam melawan Turki. Yang menarik, Turki dan Korsel sebenarnya masih satu perguruan dalam alih teknologi kapal selam, yaitu berguru pada maestro kapal selam tangguh, Jerman.
Kedekatan Emosional
Nah, kalau mau didolarkan, nilai kerja sama proyek alutsista RI termasuk dengan pola berbagi ilmu tadi, Korsel setidaknya akan mendulang 3,8 miliar dolar AS. Rinciannya 2 miliar dolar AS untuk proyek jet tempur KFX, 1,2 miliar dolar AS untuk proyek kapal selam, 400 juta untuk proyek jet latih tempur T-50, sisanya proyek tank IFV K21, proyek panser anoa tarantula dan upgrade kapal selam KRI Nanggala.
Kedekatan hubungan Korina (Korea - Indonesia) tidak hanya belaku pada sektor alutsista. Barang-barang produk Korsel mulai dari otomotif sampai dengan gadget sudah begitu kita kenal dan pergunakan. ?Kdekatan lain yang mampu mengikat kedekatan emosional adalah hadirnya beragam jenis sinetron Korea di layar kaca TV kita. Sinetron dari negeri ginseng itu saat ini begitu melekat di mata pemirsa.
Hebohnya lagi, ada satu stasiun TV nasional, Indosiar, yang menayangkan beragam jenis sinetron Korsel dari pagi sampai sore, mestinya namanya ditukar saja dari Indosiar menjadi Indorea (Indonesia - Korea). Tak ketinggalan jua, kiblat model dan gaya grup penyanyi kita, ya prianya ya wanitanya, mengikuti banget gaya artis Korsel.
Nah, kalau yang ini bukan transfer teknologi melainkan transfer mode dan style kontemporer. Ini adalah sebuah fenomena yang jarang terjadi untuk hubungan antarnegara. Ada kerja sama pertahanan yang begitu dekat, ada kerja sama alih teknologi militer, ada kerja sama ekonomi yang sudah akrab duluan, dan sekarang ada pula kerja sama kedekatan emosional dalam dunia hiburan.
Siapa yang tak kenal dengan nama-nama artis Korea yang setiap hari berkunjung via media TV untuk kemudian pemirsa kita terbawa dalam dinamika emosi jalan cerita sinetron.
Suka tidak suka, itulah yang terjadi saat ini. Budaya Korsel memang banyak persamaan dengan Indonesia, menghargai tata krama, tidak arogan, hubungan antar negara dan rakyatnya dibangun dalam konsep kesetaraan. Tenaga kerja Indonesia banyak yang bekerja di Korsel dengan perjanjian kerja yang menghargai konsep kemitraan.
Kedekatan hubungan dengan Korsel itu malah melebihi kedekatan hubungan kita dengan negara tetangga Malaysia. Jadi tak salah kalau kita menyebut kedekatan dan kemesraan hubungan Korina ini seperti moto iklan sebuah perusahaan telekomunikasi: ''begitu dekat, begitu nyata''. Atau, walau jauh di mata, namun dekat di hati. (24)
—Jagarin Pane, pemerhati alutsista TNI
sumber : SUARA MERDEKA
Kemhan Gelar Rakor Penentu Kebijakan, Pengguna dan Produsen Bidang Alutsista dan Non Alutsista
Dirjen Potensi Pertahanan Pos Hutabarat (kiri) dan Sekjen Kementerian Pertahanan Mardya TNI Eris Herryanto (kanan) saat memimpin Rapat Koordinasi Penentu Kebijakan, Pengguna dan Produsen Bidang Alutsista XIV dan Non Alutsista IV di Jakarta, Senin (26/9). Rakor ini membahas permasalahan program kegiatan bidang industri pertahanan dan perlunya keputusan-keputusan yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan di lapangan, terkait pembinaan industri pertahanan menuju kemandirian alutsista. (Foto: ANTARA/M Agung Rajasa/Koz/pd/11)
26 September 2011, Jakarta (DMC): Kementerian Pertahanan melalui Direktorat Teknik dan Industri Pertahanan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Dit Tekindhan Ditjen Pothan) menggelar Rapat Koordinasi Penentu Kebijakan, Pengguna dan Produsen Bidang Alutsista ke XIV dan Bidang Non Alutsista ke IV, Senin (26/9) di kantor Kemhan, Jakarta.
Rakor ini merupakan pertemuan tiga bulanan dari tiga pilar pembina industri pertahanan untuk mendukung kebutuhan sarana pertahanan, yaitu pemerintah dalam hal ini Kemhan sebagai penentu kebijakan, TNI sebagai pengguna dan industri sebagai produsen/penyedia jasa baik bidang Alutsista dan Non Alutsista.
Maksud dan tujuan Rakor ini adalah sebagai media koordinasi pelaku industri pertahanan guna mengevaluasi dan menindaklajuti program / kegiatan yang sedang berjalan serta merencanakan kegiatan ke depan dalam rangka pembinaan dan pemberdayaan industri pertahanan.
Rakor yang di pimpin oleh Sekjen Kemhan Mardya TNI Eris Herryanto, S.IP, M.A., ini akan membahas permasalahan program kegiatan bidang industri pertahanan dan perlunya keputusan – keputusan yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan di lapangan, terkait pembinaan industri pertahanan menuju kemandirian Alutsista.
Pertemuan ini diharapkan akan menghasilkan suatu keputusan maupun arahan semua kebijakan dan komitmen yang disepakati nantinya dapat mendukung tercapainya sasaran untuk memberdayakan dan memajukan industri pertahanan menuju kemandirian Alutsista dan Non Alutsista.
Selain dihadiri oleh pejabat dari Kemhan, hadir pula sejumlah pejabat perwakilan dari kementerian terkait yang mendukung Kemhan sebagai penentu kebijakan antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ristek dan Bappenas. Keikutsertaan kementerian terkait dalam Rakor ini diharapkan dapat memberikan respon dan masukan terkait dengan pelaksanaan kebijakan yang mendukung program pembinaan, pemberdayaan dan perkuatan industri pertahanan.
Selain tiga pilar dari pembina industri pertahanan, Rakor juga dihadiri oleh Tim Pokjad$n Tim Asistensi Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Kehadiran Tim Pokja dan Tim Asistensi KKIP ini juga diharapkan dapat memberikan tanggapan dan masukannya sekaligus dapat memberikan hal – hal yang mungkin perlu diangkat pada level kebijakan KKIP sebagai pelaksana tugas Presiden dalam mengkoordinasikan perumusan kebijakan pemberdayaan industri pertahanan.
Jangan Sampai Gagal Beli Kapal Selam
Walau diakui sudah terlambat sampai tiga tahun, namun Kementerian Pertahanan sangat tidak ingin gagal membeli armada kapal selam untuk memperkuat jajaran kapal perang TNI-AL. Kini, tahapan pengadaan kapal-kapal perang itu sudah di tingkat Tim Evaluasi Pengadaan.
"Pengadaan kapal selam sudah telat dua hingga tiga tahun," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Eris dalam Rapat Koordinasi Penentu Kebijakan, Pengguna dan Produsen Bidang Alutsista ke XIV dan Bidang Non-Alutsista, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin.
Dia katakan, selain sudah ke tingkat TEP, Kemhan juga sudah melakukan penjaringan ke produsen kapal selam untuk melakukan kerja sama.
"Sudah kita jaring ke beberapa produsen. Jangan sampai program ini lewat begitu saja," katanya.
Tak hanya mengenai pengadaan kapal selam, rapat itu juga membahas realisasi program kerja sama pengembangan rudal C-705 yang telah dipilih TNI-AL sebagai senjata strategis yang akan dipasang di kapal Kawal Cepat Rudal (KCR).
"Letter of Intent" (LOI) tentang program transfer teknologi rudal C-705 telah ditandatangani di Kementerian Pertahanan oleh Dirjen Pothan Kemhan dan Sastind China pada 22 Maret 2011.
Program akuisisi alutsista dari luar negeri perlu dibarengi dengan upaya pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri (offset). Program offset telah dituangkan dalam Rencana Pengadaan Alutsista TNI Program Pengadaan Luar Negeri tahun anggaran 2011-2014.
Sumber: DMC/ANTARA News
26 September 2011, Jakarta (DMC): Kementerian Pertahanan melalui Direktorat Teknik dan Industri Pertahanan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Dit Tekindhan Ditjen Pothan) menggelar Rapat Koordinasi Penentu Kebijakan, Pengguna dan Produsen Bidang Alutsista ke XIV dan Bidang Non Alutsista ke IV, Senin (26/9) di kantor Kemhan, Jakarta.
Rakor ini merupakan pertemuan tiga bulanan dari tiga pilar pembina industri pertahanan untuk mendukung kebutuhan sarana pertahanan, yaitu pemerintah dalam hal ini Kemhan sebagai penentu kebijakan, TNI sebagai pengguna dan industri sebagai produsen/penyedia jasa baik bidang Alutsista dan Non Alutsista.
Maksud dan tujuan Rakor ini adalah sebagai media koordinasi pelaku industri pertahanan guna mengevaluasi dan menindaklajuti program / kegiatan yang sedang berjalan serta merencanakan kegiatan ke depan dalam rangka pembinaan dan pemberdayaan industri pertahanan.
Rakor yang di pimpin oleh Sekjen Kemhan Mardya TNI Eris Herryanto, S.IP, M.A., ini akan membahas permasalahan program kegiatan bidang industri pertahanan dan perlunya keputusan – keputusan yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan di lapangan, terkait pembinaan industri pertahanan menuju kemandirian Alutsista.
Pertemuan ini diharapkan akan menghasilkan suatu keputusan maupun arahan semua kebijakan dan komitmen yang disepakati nantinya dapat mendukung tercapainya sasaran untuk memberdayakan dan memajukan industri pertahanan menuju kemandirian Alutsista dan Non Alutsista.
Selain dihadiri oleh pejabat dari Kemhan, hadir pula sejumlah pejabat perwakilan dari kementerian terkait yang mendukung Kemhan sebagai penentu kebijakan antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ristek dan Bappenas. Keikutsertaan kementerian terkait dalam Rakor ini diharapkan dapat memberikan respon dan masukan terkait dengan pelaksanaan kebijakan yang mendukung program pembinaan, pemberdayaan dan perkuatan industri pertahanan.
Selain tiga pilar dari pembina industri pertahanan, Rakor juga dihadiri oleh Tim Pokjad$n Tim Asistensi Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Kehadiran Tim Pokja dan Tim Asistensi KKIP ini juga diharapkan dapat memberikan tanggapan dan masukannya sekaligus dapat memberikan hal – hal yang mungkin perlu diangkat pada level kebijakan KKIP sebagai pelaksana tugas Presiden dalam mengkoordinasikan perumusan kebijakan pemberdayaan industri pertahanan.
Jangan Sampai Gagal Beli Kapal Selam
Walau diakui sudah terlambat sampai tiga tahun, namun Kementerian Pertahanan sangat tidak ingin gagal membeli armada kapal selam untuk memperkuat jajaran kapal perang TNI-AL. Kini, tahapan pengadaan kapal-kapal perang itu sudah di tingkat Tim Evaluasi Pengadaan.
"Pengadaan kapal selam sudah telat dua hingga tiga tahun," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Eris dalam Rapat Koordinasi Penentu Kebijakan, Pengguna dan Produsen Bidang Alutsista ke XIV dan Bidang Non-Alutsista, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin.
Dia katakan, selain sudah ke tingkat TEP, Kemhan juga sudah melakukan penjaringan ke produsen kapal selam untuk melakukan kerja sama.
"Sudah kita jaring ke beberapa produsen. Jangan sampai program ini lewat begitu saja," katanya.
Tak hanya mengenai pengadaan kapal selam, rapat itu juga membahas realisasi program kerja sama pengembangan rudal C-705 yang telah dipilih TNI-AL sebagai senjata strategis yang akan dipasang di kapal Kawal Cepat Rudal (KCR).
"Letter of Intent" (LOI) tentang program transfer teknologi rudal C-705 telah ditandatangani di Kementerian Pertahanan oleh Dirjen Pothan Kemhan dan Sastind China pada 22 Maret 2011.
Program akuisisi alutsista dari luar negeri perlu dibarengi dengan upaya pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri (offset). Program offset telah dituangkan dalam Rencana Pengadaan Alutsista TNI Program Pengadaan Luar Negeri tahun anggaran 2011-2014.
Sumber: DMC/ANTARA News
DPR Beri Dua Opsi Soal Hibah F-16
F-16 Fighting Falcon mendarat di Eielson Air Force Base, Alaska, 8 April 2011. (Foto: U.S. Air Force/Staff Sgt. Christopher Boitz)
26 September 2011, Jakarta (Koran Jakarta): Komisi I DPR memberi dua opsi kepada pemerintah terkait pengadaan pesawat tempur jenis F-16 dari Amerika Serikat (AS). Pertama, pemerintah diminta membeli enam pesawat tempur F-16 Block 52 yang merupakan pesawat jenis baru untuk menampilkan efek getar dan daya tangkal yang cukup. Kedua, menerima hibah dengan syarat bisa di-up grade dengan melibatkan BUMN industri pertahanan.
"Untuk yang pilihan pertama, kan anggarannya sudah dialokasikan sebesar 430 juta dollar AS, tinggal beli saja," kata anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (25/9). Pesawat baru itu juga memungkinkan untuk mengganti pesawat F-16 lama yang saat ini dimiliki Indonesia.
Untuk opsi kedua, kalau pemerintah memilih mengambil 24 pesawat F-16 Block 24 hasil hibah dari Amerika, ada dua syarat utama yang diajukan. Pertama, pesawat tersebut harus bisa di-up grade menjadi Block 52 agar sesuai dengan rencana strategis tentang minimum essential force (MEF).
Syarat kedua, up grade harus dilakukan di Indonesia dan melibatkan BUMN industri pertahanan sesuai dengan program nasional yang bertujuan mewujudkan kemandirian sistem pertahanan Indonesia. "Kemandirian ini sesuai dengan UU Industri Pertahanan yang sedang kita buat," katanya.
Kalau dua syarat itu tak bisa dipenuhi, Tjahjo akan tegas menolak rencana hibah tersebut. Sebaliknya, DPR akan tetap mendorong pemerintah membeli enam pesawat F-16 baru yang sebelumnya memang sudah dianggarkan.
Kalaupun ada opsi lain, Tjahjo mengatakan, Indonesia sebaiknya membeli pesawat tempur jenis Sukhoi buatan Rusia sebanyak satu skuadron atau 16 pesawat. Harganya hanya 800 juta dollar AS untuk satu skuadron. "Pemerintah kan masih punya plafon pinjaman State Credit dari Rusia sebesar 1,1 miliar dollar AS. Langsung bisa terbeli," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Azman Yunus mengatakan pihaknya menerima hibah 24 pesawat F-16 Block 24 jelas lebih menguntungkan. Selain secara kuantitas banyak, pesawat tersebut bisa di-up grade ke Block 32 dengan harga yang hampir sama dengan membeli enam pesawat F-16 Block 52.
Keuntungan lain, tambah dia, Indonesia juga akan mendapatkan enam pesawat sebagai suku cadangnya. Kondisinya jelas masih bagus, apalagi setelah nanti diadakan peningkatan kemampuan. Hibah pun memungkinkan Indonesia melakukan transfer teknologi dengan Amerika pada saat proses up grade.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat mengatakan sulit melakukan up grade pesawat di Indonesia. Selain harus membawa ke-24 pesawat itu ke Indonesia, tentu biayanya sangat mahal. Kemampuan BUMN industri pertahanan pun masih meragukan. "Industri pertahanan kita belum memiliki peralatan lengkap untuk bisa meretrofit F-16," katanya.
Untuk membawa pesawat-pesawat itu ke Indonesia, sebenarnya ada dua kemungkinan, yakni membawanya memakai kapal atau meminta pilot Amerika untuk menerbangkannya ke Indonesia. "Kalau diangkut menggunakan kapal, biayanya akan sangat besar. Hampir sama dengan anggaran meretrofit pesawat itu. Kalaupun diterbangkan, pilot Amerika pasti tidak berani," katanya.
Sumber: Koran Jakarta
26 September 2011, Jakarta (Koran Jakarta): Komisi I DPR memberi dua opsi kepada pemerintah terkait pengadaan pesawat tempur jenis F-16 dari Amerika Serikat (AS). Pertama, pemerintah diminta membeli enam pesawat tempur F-16 Block 52 yang merupakan pesawat jenis baru untuk menampilkan efek getar dan daya tangkal yang cukup. Kedua, menerima hibah dengan syarat bisa di-up grade dengan melibatkan BUMN industri pertahanan.
"Untuk yang pilihan pertama, kan anggarannya sudah dialokasikan sebesar 430 juta dollar AS, tinggal beli saja," kata anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (25/9). Pesawat baru itu juga memungkinkan untuk mengganti pesawat F-16 lama yang saat ini dimiliki Indonesia.
Untuk opsi kedua, kalau pemerintah memilih mengambil 24 pesawat F-16 Block 24 hasil hibah dari Amerika, ada dua syarat utama yang diajukan. Pertama, pesawat tersebut harus bisa di-up grade menjadi Block 52 agar sesuai dengan rencana strategis tentang minimum essential force (MEF).
Syarat kedua, up grade harus dilakukan di Indonesia dan melibatkan BUMN industri pertahanan sesuai dengan program nasional yang bertujuan mewujudkan kemandirian sistem pertahanan Indonesia. "Kemandirian ini sesuai dengan UU Industri Pertahanan yang sedang kita buat," katanya.
Kalau dua syarat itu tak bisa dipenuhi, Tjahjo akan tegas menolak rencana hibah tersebut. Sebaliknya, DPR akan tetap mendorong pemerintah membeli enam pesawat F-16 baru yang sebelumnya memang sudah dianggarkan.
Kalaupun ada opsi lain, Tjahjo mengatakan, Indonesia sebaiknya membeli pesawat tempur jenis Sukhoi buatan Rusia sebanyak satu skuadron atau 16 pesawat. Harganya hanya 800 juta dollar AS untuk satu skuadron. "Pemerintah kan masih punya plafon pinjaman State Credit dari Rusia sebesar 1,1 miliar dollar AS. Langsung bisa terbeli," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Azman Yunus mengatakan pihaknya menerima hibah 24 pesawat F-16 Block 24 jelas lebih menguntungkan. Selain secara kuantitas banyak, pesawat tersebut bisa di-up grade ke Block 32 dengan harga yang hampir sama dengan membeli enam pesawat F-16 Block 52.
Keuntungan lain, tambah dia, Indonesia juga akan mendapatkan enam pesawat sebagai suku cadangnya. Kondisinya jelas masih bagus, apalagi setelah nanti diadakan peningkatan kemampuan. Hibah pun memungkinkan Indonesia melakukan transfer teknologi dengan Amerika pada saat proses up grade.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat mengatakan sulit melakukan up grade pesawat di Indonesia. Selain harus membawa ke-24 pesawat itu ke Indonesia, tentu biayanya sangat mahal. Kemampuan BUMN industri pertahanan pun masih meragukan. "Industri pertahanan kita belum memiliki peralatan lengkap untuk bisa meretrofit F-16," katanya.
Untuk membawa pesawat-pesawat itu ke Indonesia, sebenarnya ada dua kemungkinan, yakni membawanya memakai kapal atau meminta pilot Amerika untuk menerbangkannya ke Indonesia. "Kalau diangkut menggunakan kapal, biayanya akan sangat besar. Hampir sama dengan anggaran meretrofit pesawat itu. Kalaupun diterbangkan, pilot Amerika pasti tidak berani," katanya.
Sumber: Koran Jakarta
Subscribe to:
Posts (Atom)
BERITA POLULER
-
Rusia Jamin Indonesia Bebas Embargo Militer TEMPO.CO , Jakarta - Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander A. Ivanov, menyatakan pem...
-
Rencana kedatangan alutsista TNI 2010-2014 dengan anggaran pembelian US$ 15 Milyar : Renstra TNI 2010-2014 memberikan nuansa pelangi terhad...
-
T-90S Rusia (Main Battle Tank Russia) Kavaleri Peroleh 178 Unit Kendaraan Tempur Kaveleri TNI Angkatan Darat (AD) akan mendapatkan tambah...