Pages

Wednesday, March 9, 2011

F-35C Breaks Sound Barrier for the First Time

F-35C Breaks Sound Barrier for the First Time

By US Navy on Wednesday, March 9th, 2011
The first F-35C test aircraft (CF-1) flew faster than the speed of sound for the first time over a test range near the Navy and Marine Corps F-35 integrated test facility at Naval Air Station Patuxent River March 4.
During a test flight to expand the flutter envelope, CF-1 reached Mach 1.02 at 30,000 feet with U.S. Marine Corps pilot Lt. Col. Matt Taylor at the controls.
“It’s great to be part of bringing stealth capability to the big-deck carriers,” said Taylor. “We accomplished a large number of test points, and CF-1 handled great going past Mach 1. It was a privilege for me to take the F-35C over that milestone for the first time.”
CF-1 gathered enough supersonic flutter data for the team to continue supersonic envelope expansion in the near future.
Flutter is an evaluation of structural loads on the aircraft experienced at various speeds and while performing prescribed maneuvers. The test and evaluation team at NAS Patuxent River will expand the flutter envelope to demonstrate the required durability and reliability of the aircraft in advance of delivery of the aircraft to the fleet.
The F-35C is distinct from the F-35A and F-35B variants with its larger wing surfaces and reinforced landing gear for greater control in the demanding carrier take-off and landing environment. Carrier suitability testing for the F-35C variant is scheduled to begin later this year with land-based catapult and jet blast deflector testing.
The F-35 Lightning II Joint Strike Fighter program is in the system development and demonstration phase, focusing on delivering three different, new aircraft variants to the U.S. Navy, Marine Corps and Air Force. The integrated test force at NAS Patuxent River is focused on testing and evaluation of the F-35B and F-35C.
 

Chinese military growing fast but concerns ‘regional’: IISS

Chinese military growing fast but concerns ‘regional’: IISS


China is building its military capability at a rapid pace but it remains a "regional power with regional concerns", the think tank IISS said in its annual report on the world's armies Tuesday.
The respected International Institute for Strategic Studies said that despite the effects of the global financial crisis, the 7.5 percent growth in the Chinese defence budget in 2010 was greater than most countries.
Such growth "continued to provoke concern", the London-based group said in its "Military Balance 2011" study.
However, it said China's primary focus was regional, pointing to the status of Taiwan -- which Beijing still claims as part of its territory to be reunified by force if necessary -- and disputes in the East and South China Seas as Beijing's overriding concerns.
"By and large, China remains a regional power with regional concerns, as demonstrated in 2010 by a series of exercises, construction projects and equipment purchases," it said.
But the report underlined that the world's military powers were watching China warily as it begins "tentatively to explore operations further afield".
Those concerns heightened on Friday when China announced a double-digit rise its defence budget in 2011, with spending to increase 12.7 percent to 601.1 billion yuan ($91.5 billion).
That was a return to normal service for China -- the 7.5 percent rise last year broke with a multi-year trend of double-digit percentage increases in Chinese military spending.
The IISS said however that China's goal of closing the technological gap with the West could be undermined by "serious structural weaknesses".
"One overarching problem is the widespread duplication and balkanisation of industrial and research facilities," it said.
Factories producing arms are scattered around the vast country "and often possess outdated manufacturing and research attributes", it said.
Elsewhere in Asia, the IISS said North Korea's military ranks as the fourth-largest in the world, with only China, the United States and India ahead of it.
Approximately five percent of North Korea's estimated population of 24 million are active military personnel "and these forces are equipped with a substantial array of military equipment", the study says.
The North sparked regional security fears in November when it disclosed an apparently functional uranium enrichment plant to visiting US experts.
The announcement raised concerns that the reclusive Stalinist state could produce highly-enriched weapons-grade uranium on top of the plutonium it already possesses.
The IISS said North Korea -- which has carried out two nuclear weapons tests -- has enough plutonium to produce four to eight warheads.

soursce: http://www.defencetalk.com/chinese-military-growing-fast-but-concerns-regional-iiss-32646/#ixzz1G5r3tmlP

Komandan Malcon Siap Bekerjasama Dengan Indobatt


indo_malLebanon, Seruu.com - Komandan Malaysia Contingent (Malcon) yang baru, Letkol Mohd. Samin didampingi beberapa perwira staf melaksanakan kunjungan ke Markas Konga XXIII-E/Unifil (Indobatt) di Adshit Al Qusayr Lebanon Selatan, Selasa siang (8/3/2011) waktu Lebanon.
Kedatangan rombongan Malcon yang berjumlah delapan orang tersebut, disambut langsung oleh Komandan Indobatt Letkol Inf Hendy Antariksa didampingi Kasiops Mayor Inf Hendriawan Senjaya beserta para perwira staf.
Menurut Letkol Inf Hendy, kunjungan Komandan Malcon dan staf dalam rangka memperkenalkan diri dan bersilaturahmi dengan jajaran Indobatt serta saling berkoordinasi untuk menjalin kerjasama yang baik antara kedua kontingen.
“Komandan Malcon menyatakan kesediaannya untuk selalu bekerjasama dengan Indobatt dalam pelaksanaan misi perdamaiannya di Lebanon. Kunjungan ini dilaksanakan bagi kontingen yang baru bergabung dengan Unifil sebagai peacekeepers dalam rangka memperkenalkan diri dan bekerjasama dengan satuan lain demi kelancaran tugas di lapangan”, ujar Letkol Hendy.
Acara diakhiri dengan tukar menukar cendera mata antara kedua Komandan Batalyon dan foto bersama.[ir]

Tuesday, March 8, 2011

KSAU Minta Sistem Lalu Lintas Udara Diperbaiki




JAKARTA - KSAU menginginkan sistem lalu lintas udara nasional segera diperbaiki, ini berkaitan dengan dipaksa turunnya sebuah pesawat milik Pakistan beberapa hari lalu oleh TNI AU karena tidak memiliki izin melintas.

"Walaupun dianggap berhasil, sistem kita masih belum bagus sehingga kadang Kohanudnas terlambat menerima approval," kata Kasau Marsekal Imam Sufaat di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (9/3). KSAU juga menjelaskan fungsi tugas Kohanudnas sebagai garda terdepan dalam mengantisipasi ancaman di wilayah udara Indonesia dan jika ada pesawat tak dikenal, penerbang tempur TNI AU-lah yang bertugas melakukan intercept.

"Tugas intercept itu satu prosedur. Kalau tidak bisa di force-down ya kita tembak itu sudah prosedur," tegas jenderal bintang empat ini.

Menurut Imam, kasus ini kini sudah selesai. Pihak TNI AU sudah melepaskan pesawat komersil Pakistan International Airline yang mengangkut pasukan perdamaian dari negaranya ini.

"Kemarin kita sempat tahan pesawat tersebut hingga tengah malam. Begitu clearance keluar kita ijinkan lepas landas, meskipun ada denda yang dibebankan ke pemerintahnya," ujarnya.

Sumber : DETIKNEWS.COM

Serah Terima Pesawat Boeing 737-400 Kepada TNI AU



JAKARTA - Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal TNI Imam Sufaat (kiri) berbincang dengan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar, pada acara serah terima dua pesawat Boeing 737-400 di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (9/3). Pengadaan dua pesawat Boeing 737-400 eks Garuda tersebut merupakan realisasi dari rencana strategis pembangunan kekuatan TNI AU tahun 2010-2014, di mana kedua pesawat tersebut akan dioperasionalkan sebagai angkut militer VIP di Skadron 17 Halim Perdanakusuma.

Emirsyah Satar mengatakan, dua pesawat yang diserahkan masih dalam kondisi bagus dan laik operasional. "Ini memang pesawat bekas pakai, namun jam terbang dan operasionalnnya masih panjang," ungkapnya. TNI AU membeli ke-dua pesawat bekas ini seharga Rp.90 miliar FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf/Koz/nz/11

ANTARA

Komisi I DPR RI Akan Segera Selesaikan RUU Revitalisasi Industri Pertahanan


Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro (tengah) yang juga ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) mengikuti rapat koordinasi bersama Komisi I DPR, di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (7/3). Rapat bersama Menteri BUMN, Mustafa Abubakar, Menteri Perindustrian, MS Hidayat, dan Menteri Riset dan Tekonologi, Suharna, Wakil Menhan Sjafrie Sjamsuddin, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, dan Panglima TNI Jenderal (TNI) Agus Suhartono tersebut membahas kebijakan tentang revitalisasi industri pertahanan. (Foto: ANTARA/Yudhi Mahatma/ss/ama/11)

8 Maret 2011, Jakarta -- (DMC): Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Senin (7/3) memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Jakarta. Rapat tersebut menghasilkan lima butir kesimpulan, salah satu diantaranya yaitu Komisi I DPR RI akan segera menyelesaikan Rancangan Undang Undang (RUU) Revitalisasi Industri Pertahanan. RUU tersebut diperlukan dalam rangka untuk memperkuat payung hukum KKIP dan revitalisasi industri pertahanan nasional.

Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddik dan dihadiri oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro selaku Ketua KKIP. Hadir pula sejumlah jajaran dalam KKIP antara lain Menteri BUMN Mustafa Abubakar selaku Wakil Ketua KKIP, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Ristek Drs. Suharna Surapranata, M.T, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo selaku anggota KKIP, serta Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin selaku Sekretaris KKIP.

Selain terkait dengan RUU Revitalisasi Industri Pertahanan, dalam kesimpulan rapat yang dibacakan oleh Ketua Komisi I, rapat juga menyimpulkan beberapa hal antara lain Komisi I DPR RI menghargai KKIP yang telah menyusun dan menghasilkan konsepsi, grand strategy, dan master plan revitalisasi industri pertahanan. Sejalan dengan itu Komisi I DPR RI meminta KKIP untuk sesegera mungkin mengimplementasikan konsepsi tersebut melalui road map dan program yang terperinci, terukur dan terkontrol.

Sementara itu, dalam rangka merevitalisasi industri pertahanan, Komisi I DPR RI mengharapkan keperpihakan yang jelas dari pemerintah melalui berbagai kebijakan yang menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan industri pertahanan nasional.

Untuk itu, Komisi I DPR RI meminta pemerintah melalui KKIP untuk, pertama sesegera mungkin melakukan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) agar perusahaan tersebut baik dan sehat, termasuk diantaranya Penyertaan Modal Negara (PMN), kedua memberikan jaminan pemasaran produk – produk pertahanan dalam negeri, khususnya dalam pengadaan alat pertahanan dan keamanan di lingkungan TNI/Polri dan lembaga pemerintah lainnya., ketiga memberikan kemudahan melalui berbagai regulasi yang selama ini menghambat pengembangan industri pertahanan antara lain insentif fiskal, keempat menjamin tercapainya alih teknologi dan peningkatan penggunaan komponen lokal dalam setiap pengadaan produk pertahanan dari luar negeri, dan kelima mencukupi kebutuhan Alutsista dalam negeri sekaligus melakukan perluasan pasar.

Sedangkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat pengembangan BUMNIP, Komisi I DPR RI meminta KKIP dapat menyusun tahapan - tahapan penyelesaian serta jadwalnya secara terperinci, sehingga berbagai permasalahan tersebut jelas tindak lanjut penyelesaiannya.

Sebelumnya, terkait dengan RUU Revitalisasi Industri Pertahanan, Menhan selaku Ketua KKIP menjelaskan bahwa diperlukan sebuah perundang – undangan dengan substansi mengatur industri pertahanan yang diharapkan memberikan iklim yang kondusif sekaligus mengakselerasi terwujudnya industri pertahanan yang kuat. “Tugas kita yang terutama sekarang ini adalah RUU Revitalisasi Industri Pertahanan, adalah bagaimana UU yang ada nanti itu dapat lebih mempercepat dihadirkannya revitalisasi industri pertahanan” jelas Menhan.

Menurut Menhan, memang ada beberapa perundang - undangan yang didalamnya sudah memuat pasal - pasal yang membicarakan mengenai industri pertahanan, namun ada hal - hal yang belum diatur didalamnya . Oleh karena itu, keberadaan RUU Revitalisasi Industri Pertahanan nantinya diharapkan akan mengatur yang belum ada, memadukan, mesinergikan, mempertegas dan menghilangkan overlapping.

Rapat Dengar Pendapat Komisi I DRP RI dengan KKIP ini merupakan rapat untuk yang pertama kali sejak dibentuknya KKIP melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2010. KKIP dibentuk dengan tugas merumuskan kebijakan nasional strategis bidang industri pertahanan, mengkoordinasikan pelaksanaan dan pengendalian kebijakan industri pertahanan, mengkoordinasikan kerjasama luar negeri dalam rangka memajukan industri pertahanan dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan.

Dalam kesempatan tersebut Menhan selaku Ketua KKIP menjelaskan kepada Komisi I DPR RI mengenai kebijakan – kebijakan dan program – program strategis yang sudah dirumuskan dan dijalankan oleh KKIP. Menhan juga menyerahkan dokumen berupa buku panduan grand strategi, revitalisasi dan master pland industri pertahanan.

Sumber: DMC

Kebijakan Fiskal Tetap Dimasukkan dalam RUU Industri Pertahanan


Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (tengah) berbincang dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa (kiri) dan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono (kanan) sebelum upacara kenegaraan menyambut Presiden Filipina Benigno Simeon Cojuangco Aquino III di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (8/3). Purnomo Yusgiantoro menyambut baik permintaan DPR untuk adanya insentif fiskal bagi industri pertahanan dalam mendukung pembangunan alutsista mandiri yang akan dibahas kemudian dan dikeluarkan aturan khusus (lex specialist) atau undang-undang khusus yang diterbitkan bagi industri pertahanan. (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/Koz/Spt/11)

8 Maret 2011, Jakarta -- (MIcom): Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro tidak sependapat dengan DPR terkait kebijakan intensif fiskal untuk Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis Pertahanan.

Menurut Menhan, kebijakan tersebut harus tetap dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Revitalisasi Industri Pertahanan.

Sebelumnya, Komisi I DPR beranggapan kebijakan tersebut tidak perlu dimasukkan sebagai kemudahan regulasi yang menghambat perkembangan industri pertahanan. DPR melihat masalah insentif fiskal merupakan kebijakan pemerintah. Namun, usulan tersebut ditolak Purnomo yang juga Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).

Rancangan SS-2 Bulpup. (Foto: Berita HanKam)

Ia beralasan, pemberian insentif fiskal perlu melihat aturan perundang-undangannya sehingga memungkinkan pemerintah mendapatkan lex specialis.

RUU Revitaliasasi Industri Pertahanan saat ini tengah digodok. Kami katakan ini suatu proses, kata Purnomo seusai upacara penyambutan Presiden Filipina di Istana merdeka, Selasa (8/3).

Lebih jauh, Purnomo mengatakan, Komisi I DPR RI akan membentuk pokja (kelompok kerja) yang akan secara detail menentukan dan membahas jenis-jenis insentif fiskal untuk industri pertahanan dalam RUU Revitalisasi Industri Pertahanan.

"RUU revitalisasi industri merupakan inisiatif DPR Ini kan menjadi hal inisiatif DPR. Jadi DPR nanti akan ditindak lanjuti dengan pokja," cetusnya.

Sumber: MI.com

BERITA POLULER