Pages

Thursday, March 3, 2011

Kapal Selam Siluman Berbahan Bakar Hidrogen


MM Tadaro-S528 kapal selam AL Italia dari kelas U-212A. (Foto: Goldenpixel)

3 Maret 2011, Eckernfoerde -- (Surya Online!): Kapal selam baru buatan Jerman U-212 A ini hampir tidak bersuara. Juga hampir tidak memancarkan radiasi panas dan sepenuhnya terbuat dari logam nonmagnetik.

Kendati canggih kapal selam ini bukan sebuah kapal selam nuklir, tetapi juga bukan kapal selam diesel. U-212 A merupakan kapal selam tercanggih di dunia karena menggunakan sel bahan bakar hidrogen yang dikembangkan oleh galangan kapal angkatan laut Jerman Howaldtswerke Deutsche Werft, yang mengklaim itu menjadi “puncak teknologi kapal selam Jerman.”

Kapal super-stealth ini adalah yang pertama dari jenisnya yang akan diaktifkan oleh sel bahan bakar hidrogen revolusioner yang memungkinkan itu pelayaran tanpa kebisingan atau knalpot panas.

Itu penting, karena menurut Bernd Arjes, seorang kapten di Angkatan Laut Jerman. ”Kami beroperasi di perairan pesisir sekitar Eropa dan kapal selam ini dirancang khusus untuk menemukan kapal selam. Jika Anda ingin menemukan kapal selam lain tentu saja anda harus tak bersuara,” katanya. Dengan teknologi terbaru, ia menambahkan, “Kapal selam ini hampir tidak terdeteksi.”

U-212 A tidak seperti kapal selam konvensional, yang perlu udara untuk membakar solar, fuel cell tidak memerlukan oksigen untuk beroperasi.
Ini berarti dapat tetap terendam selama berminggu-minggu – menahan napas berkali-kali lebih lama dari sepupu kapal selam yang menenggak solar.

Sebagai kapal selam pemukul kapal selam dipersenjatai 12 torpedo kelas berat yang dipandu, masing-masing mampu menghancurkan sebuah kapal perang atau menonaktifkan sebuah kapal induk.

“Sebuah kapal induk tidak mungkin dapat dirusak dengan satu torpedo tapi mungkin mengenai kemudi atau sesuatu kemudian kapal induk mungkin tidak bisa bermanuverdan untuk menggunakan pesawat,” kata Arjes.

Jerman, yang tidak memiliki senjata nuklir atau kapal bertenaga nuklir sendiri, adalah eksportir ketiga terbesar di dunia barang pertahanan.

Edisi Ekspor telah dijual kepada angkatan laut Yunani, Portugal dan Korea Selatan. Dengan perangkat otomat, kapal selam hanya membutuhkan sedikit kru karenanya ada sedikit kenyamanan bagi mereka di kapal. Meskipun begitu kehidupan awak kapal selam masih tetap menjadi salah satu tempat tinggal terbatas .

Sumber: Surya

TNI & SAF Tingkatkan Kerjasama Militer


JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Singapore Armed Forces (SAF) sepakat akan terus meningkatkan hubungan kerjasama militer yang telah terbina dengan baik selama ini, demikian dikatakan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E. saat menerima kunjungan kehormatan Panglima SAF Lieutenant General Neo Kian Hong di Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur, Kamis (3/3).

Adapun maksud kunjungan kehormatan ini selain untuk bersilaturahmi dan memperkenalkan dirinya yang kini menjabat Panglima Angkatan Bersenjata Singapura yang baru.

Kerjasama yang telah dilaksanakan TNI dengan SAF tidak hanya di bidang militer saja namun juga di bidang pendidikan. Dalam kerangka kerjasama militer dengan militer maupun angkatan dengan angkatan antara lain adalah ISJTC (Indonesia-Singapura Joint Training Committee), Safkar Indopura (Angkatan Darat), Joint Minex (Angkatan Laut) dan Elang Indopura (Angkatan Udara).



Dalam waktu dekat Singapura juga terlibat dalam latihan penanggulangan bencana ARF Disaster Relief Exercise (DiREx) 2011 di Manado.

Kedua Panglima Angkatan Bersenjata tersebut, merupakan alumni dari Sekolah Staf dan Komando Angkatan (Sesko Angkatan) pada tahun 1994-1995, Neo Kian Hong pernah mengikuti pendidikan di Seskoad di Bandung, sedangkan Panglima TNI mengikuti pendidikan di Seskoal Jakarta.

Selanjutnya, Panglima SAF didampingi Panglima TNI akan melakukan kunjungan ke Menteri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro di Jakarta.

Sumber : POSKOTA.CO.ID

Wednesday, March 2, 2011

Membedah kebijakan Maritime Security AS di Indonesia

Amphibious dock landing ship USS Germantown (LSD 42). (Foto: USN/Mass Communication Specialist 1st Class Richard Doolin)
Kamis, 3 Maret 2011 13:33 WIB | 164 Views
Jakarta (ANTARA News) - Laksamana Patrick M.Walsh, Komandan Armada Pasifik AS, belum lama berselang bertamu ke Indonesia untuk membuka peluang kolaborasi dengan mitra-mitra domestik dalam rangka memperkuat kemitraan yang telah terjalin.

Pada tataran yang lebih tinggi, kedatangannya merupakan upaya penjajakan terhadap kemungkinan kerja sama dalam berbagai pelatihan pada masa depan (SINDO, 17/1).

Di lain pihak, seperti diungkapkan oleh Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, AS telah membantu Indonesia dalam proyek integrated maritime surveillance system untuk Selat Malaka dan Laut Sulawesi (Kompas, 22/1).

Selain komitmen untuk meningkatkan kerja sama di bidang pelatihan tadi, tidak terungkap dari pemimpin yang mengendalikan kurang-lebih 95 kapal tempur, 56 kapal pendukung, 41 kapal selam, 1.987 pesawat tempur, 106.000 pelaut serta 19.000 pekerja sipil itu nasib berbagai kebijakan maritime security AS yang juga telah ditawarkan kepada Indonesia sebelumnya.

Pertanyaannya kini, apa saja kebijakan maritime security negeri Paman Sam yang telah ditawarkan kepada Indonesia itu? Dan, bagaimana sikap kita terhadap tawaran mereka?

Kebijakan maritime security AS
Ada berbagai kebijakan maritime security yang ditawarkan ke Indonesia oleh AS. Tawaran itu sebetulnya tidak khusus ditujukan kepada kita, melainkan ditujukan kepada banyak pihak.

Maritime security secara umum dimaknai sebagai perpaduan (convergence) antara maritime safety atau keselamatan maritim dan maritime security itu sendiri.

Mengutip Barry Desker, dekan S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, Maritime safety adalah measure employed by owners, operators and administrators of vessels, port facilities, offshore installations, and other marine organizations or establishments to prevent or minimize the occurence of mishap or incident at the sea that may be caused by sub-standard ships, unqualified crew or operator error.

Sementara, maritime security merupakan measure employed by owners, operators and administrators of vessels, port facilities, offshore installations, and other marine organizations or establishments to protect against seizure, sabotage, piracy, pilferage, annoyance or surprise.

Kebijakan yang pertama, container security initiative (CSI) yang diluncurkan pada 2002 oleh Biro Bea Cukai dan Perbatasan (CBP). Obyek kebijakan ini adalah seluruh peti kemas yang masuk ke AS. CSI diadopsi karena, menurut sistem berpikir pihak keamanan AS, organisasi teroris makin hari makin bersemangat menghancurkan infrastruktur ekonomi negara sasaran dalam upaya mencapai target politis mereka.

Ini bisa jadi peti kemas yang masuk ke AS bukan berisi garmen, furnitur atau komoditas lainnya, tetapi bom, kuman penyakit atau berbagai bahan berbahaya lainnya. Saat ini sekitar 90 persen perdagangan dunia dikapalkan dalam peti kemas. Setengahnya, atau kurang-lebih 7 juta unit dibongkar di berbagai pelabuhan di AS setiap tahunnya. CSI memastikan bukan benda-benda terakhir yang masuk ke daratan AS.

Pemeriksaan terhadap peti kemas yang akan diekspor ke AS dilakukan di pelabuhan muat (port of origin) oleh tim dari CBP, dan tentu saja melibatkan tandem-nya, yakni Penjaga Pantai AS atau USCG, bekerjasama dengan instansi setempat.

Pemeriksaan mencakup penggunaan sumberdaya intelijen, teknologi informasi, detektor sinar gamma. Dan, terakhir, pemanfaatan peti kemas yang memiliki  kepekaan terhadap berbagai upaya modifikasi. Kini 47 pelabuhan ikut dalam program ini.

Pada Juni 2002, Organisasi Pabean Internasional atau World Customs Organization secara aklamasi mengesahkan sebuah resolusi yang dapat dijadikan dasar hukum bagi 161 anggotanya untuk penerapan sistem pemeriksaan peti kemas yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara selain yang diterapkan dalam CSI.

Kebijakan kedua, proliferation security initiative (PSI). Kebijakan ini berkenaan dengan kewenangan negara pihak-ketiga untuk melakukan pencegatan atau interdiction terhadap kapal berkebangsaan tertentu di laut lepas yang dicurigai membawa senjata atau bahan nuklir.

PSI dikembangkan oleh John R. Bolton, mantan Wakil Menteri Pertahanan AS bidang Pengendalian Senjata dan Keamanan Internasional dan Duta Besar untuk PBB. Ia mengusulkan kebijakan ini menyusul ditemukannya 15 rudal Scud di dalam kapal barang Korea Utara yang tengah berada di perairan internasional dan karenanya tidak bisa ditangkap. Secara resmi PSI diumumkan oleh Presiden  George W. Bush pada 31  Mei 2003 di Krakow, Polandia.

Saat ini PSI telah diikuti oleh lebih 90 negara, mencakup, antara lain, Rusia, Kanada, Inggris, Australia, Prancis, Jerman, Italia, Portugal, Spanyol, Japan, Belanda, Polandia, dan Norwegia. Semantara itu, sembilan negara (Bahama, Belize, Kroatia, Siprus, Liberia, Malta, Kepulauan Marshall, Mongolia dan Panama) telah menandatangani perjanjian bilateral Mutual Shipboarding Pacts dengan AS. Dengan penandatanganan itu, USCG diperbolehkan menaiki kapal yang mengibarkan bendera negara tersebut.

Kebijakan ketiga, global maritime partnership initiative (GMP). Kebijakan ini merupakan buah pikiran Laksamana Michael Mullen, mantan Chief of Naval Operation/Kepala Staf AL AS. Di kalangan kemaritiman internasional kebijakan ini disebut juga dengan ”AL berkekuatan 1.000 kapal” atau 1.000-ship Navy. Ada juga yang menyebutnya dengan global maritime network.

Secara umum GMP merupakan sebuah forum kerja sama antara lembaga maritime security (angkatan laut, coast guard atau lainnya) di dunia yang diarahkan untuk menciptakan sebuah tatanan maritim yang bebas dari perompakan, senjata nuklir dan berbagai ancaman lainnya yang menjadikan laut sebagai mediumnya.

Kerja sama ini diwujudkan dalam bentuk pertukaran informasi, intelijen dan sebagainya. Tentu, sebagai pengusung program, AS bertindak sebagai pemimpinnya.

Ketika pertama digagas, Australia langsung menyatakan dukungannya. Sayangnya, tidak diketahui sudah berapa negara yang mengikuti langkah negeri kanguru itu karena komunitas maritim internasional hingga kini masih memperdebatkan inisiatif ini.

Kebijakan maritime security AS keempat adalah regional maritime security initiative atau RMSI. Kebijakan ini sejatinya merupakan bagian dari proses transformasi pertahanan AS dan strategi baru pangkalan AL AS. Kebijakan ini dijalankan dengan membangun kerja sama antara AL AS dengan mitra atau aliansinya melalui pelatihan, penggunaan teknologi informasi dan tukar-menukar informasi (biasanya informasi intelijen).

Sikap Indonesia
Sikap Indonesia terhadap berbagai kebijakan maritime security AS yang ada cenderung beragam. Maksudnya, pada kebijakan tertentu menolak sementara kebijakan yang lain mendukung. Misalnya, Indonesia tidak terlibat alias menolak kebijakan PSI, sama seperti sikap yang diambil oleh Cina, Malaysia dan Iran.

Dalam hal CSI, jika kita berkunjung ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, kita dapat melihat fasilitas detektor terpasang di sana. Hanya saja, hingga saat ini pelabuhan itu tetap saja masuk dalam daftar kawasan perang (war risk zone) yang dikeluarkan oleh Joint War Committee/JWC, sebuah kumpulan asuransi kapal yang berbasis di London, Inggris.

Yang cukup aneh, Pelabuhan Tanjung Priok, juga pelabuhan besar lainnya di Tanah Air, telah menerapkan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code, kebijakan maritime security AS yang lain dan telah diadopsi oleh Organisasi Maritim Internasional atau IMO, namun hingga kini USCG masih memasukkan Tanjung Priok dalam kawasan rawan. Kerusuhan Koja makin memperparah penilaian ini.

Terkait dengan GMP, Indonesia dapat dipastikan tidak terlibat di dalamnya karena keterbatasan armada, baik milik TNI-AL maupun instansi penegakan hukum di laut lainnya. Sementara, Indonesia menolak proposal RMSI yang diajukan oleh AS dengan alasan kedaulatan negara.

Tapi, jangan lupa, berbagai program pelatihan yang dinikmati oleh TNI-AL serta berbagai perangkat teknologi informasi yang disediakan sesungguhnya merupakan bagian dari kebijakan RMSI. Kalau begini, siapa yang pintar?
(***)


*) Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

Antara

Kapal "USS Germantown" Kunjungi Pelabuhan Surabaya


Amphibious dock landing ship USS Germantown (LSD 42). (Foto: USN/Mass Communication Specialist 1st Class Richard Doolin)

2 Maret 2010, Surabaya -- (ANTARA News): Kapal "USS Germantown" milik Angkatan Laut (AL) Amerika Serikat (AS) akan mengunjungi Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, 3 Maret 2011.

Informasi dari Konsulat Jenderal (Konjen) AS di Surabaya kepada ANTARA melalui surat elektronik, Rabu, melaporkan kapal itu sandar di Dermaga Jamrud Utara, Tanjung Perak, Surabaya, pukul 15.00 WIB.

Tujuan kedatangan kapal adalah untuk memperkuat hubungan yang terus berkembang, mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara, dan menunjukkan komitmen kepada mitra mereka di Indonesia.

Sebagai bagian dari hubungan yang terus berkembang antara Amerika dan Indonesia di bawah kerjasama "Kemitraan Komprehensif", kunjungan itu memberikan kesempatan kepada kru kapal USS Germantown untuk menjadi Duta Persahabatan di Surabaya.

"Kami adalah mitra dan teman secara alamiah dan kami berharap terus melanjutkan untuk memperkuat ikatan dan komunikasi antara Angkatan Laut Amerika dan Indonesia, dan meningkatkan hubungan kami untuk melihat secara langsung negara yang besar ini, serta memperkuat hubungan persahabatan kita," kata 'Commanding Officer' CDR Mike Crary.

Kapal itu akan berada di Surabaya selama lima hari dan selama di pelabuhan akan terbuka untuk menerima kunjungan dari siswa dan masyarakat lain yang telah diundang.

Para pelaut akan berpartisipasi pula dalam pertandingan olah raga persahabatan serta bertemu dengan mitra mereka dari pihak TNI. Resepsi untuk pemerintah, anggota militer, dan masyarakat sipil juga akan diselenggarakan di atas kapal.

Kunjungan kapal ini merupakan simbol terus meningkatnya hubungan antar-Angkatan Laut Indonesia dan Amerika.

Kemitraan tersebut telah membantu dalam koordinasi dan kerja sama dalam operasi bantuan kemanusiaan berskala besar di Indonesia, termasuk dalam musibah tsunami pada 26 Desember 2004 dan gempa di Padang tahun 2009.

Kapal USS Germantown adalah kapal pertama dalam kelas sejenis yang bertugas di Pasifik.

Nama USS Germantown diambil dari daerah bersejarah Germantown di kawasan Pennsylvania yang terkenal sebagai situs sebuah pertempuran penting dalam Revolusi Amerika.

Germantown adalah kapal yang memiliki kemampuan canggih dan sanggup menjalankan berbagai jenis tugas. Misi kapal perang amfibi itu adalah membawa dan meluncurkan kendaraan-kendaraan dan kapal-kapal amfibi.

Kapal itu dapat secara cepat dan efektif menyelamatkan orang-orang sipil yang terdesak atau mengalami tekanan-tekanan di daerah yang berbahaya, serta membawa serta mengantarkan ratusan ton bahan batuan untuk korban hanya dalam beberapa jam setelah kapal tiba di suatu daerah.

Selain itu, kapal itu juga telah dilengkapi dengan peralatan medis dan perawatan gigi yang canggih sehingga Germantown tidak hanya berfungsi sebagai kapal perang, tetapi juga kapal perdamaian.

Sumber: ANTARA News Jatim

Awak KRI Badik-623 Latihan Peran Tempur


Personel KRI Badik-623 melakukan latihan peran tempur melewati medan ranjau di atas kapal yang sedang sandar di dermaga Koarmatim, Rabu (02/03).

2 Maret 2011, Surabaya -- (Dispenarmatim): Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Badik – 623 yang berada dibawah jajaran Satuan Kapal Cepat (Satkat) Koarmatim melakukan Gladi persiapan L-1 dan L-2. Latihan yang meliputi beberapa aspek peperangan laut itu diikuti oleh seluruh Perwira, Bintara dan Tamtama KRI Badik yang sedang sandar di Dermaga Koarmatim Surabaya, (02/03).

Dalam latihan ini seluruh peran-peran dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh seluruh anggota KRI, mulai dari peran Administratif, peran Operatif hingga peran peninggalan kapal. Dalam pelaksanaan uji L-1 dan L-2, unsur-unsur KRI melakukannya secara rutin dua tahun sekali.

Kegiatan itu meliputi uji L-1 bertempat di dermaga dan uji L-2 untuk manufer di laut, dimana Tim Uji dari Komando Latihan (Kolat) Koarmatim yang akan menilai tingkat kemampuan tiap-tiap persone,l dalam mengawaki persenjataan dan peralatan yang ada di kapal sesuai dengan tugas dan fungsinya.

“Tujuan dilakukannya latihan ini untuk meningkatkan kemampuan anggota guna menghadapi L-1 dan L-2 yang rencananya akan di gelar pada bulan Mei 2011 nanti”, kata Perwira Pelaksana (Palaksa) KRI Badik Mayor Laut (P) Ari Krisdiyanto.

Sumber: Dispenarmatim

Kapal Perang Iran Bersandar di Pelabuhan Suriah



Dua kapal perang Angkatan Laut Republik Islam Iran, Kamis sore (24/2) bersandar di pelabuhan Latakia, Suriah. Inilah kapal perang Iran pertama yang melalui Terusan Suez sejak Revolusi Islam pada 1979. Keputusan Mesir membolehkan dua kapal itu melewati terusannya terjadi di bawah pemerintah transisi setelah jatuhnya Presiden Hosni Mubarak.
Sebagaimana dilaporkan IRNA dari Damaskus, upacara penyambutan resmi atas armada tersebut digelar dengan dihadiri oleh sejumlah panglima Angkatan Laut Iran dan Suriah.
Dua kapal perang Iran yang dinamakan Alvand dan Khark tiba di Suriah kemarin setelah melintasi Terusan Suez dan berlayar di Laut Mediterania.
Sebelumnya, Wakil Panglima Angkatan Laut Iran, Laksamana Gholam-Reza Khadem Bigham menginformasikan bahwa Angkatan Laut Iran sebagai kekuatan strategis harus senantiasa hadir di kawasan dan perairan internasional. Ditambahkannya, unit permukaan dan bawah permukaan Angkatan Laut Iran akan dikirim ke Laut Merah dan Mediterania.
Menurutnya, misi kapal-kapal tersebut selain memberikan pendidikan praktis kepada mahasiswa akademi angkatan laut, juga mengidentifikasi kondisi di kawasan.
Alvand dan Khark, adalah kapal perang dan pendukung operasi dengan bobot masing-masing 1.500 ton dan 33.000 ribu ton. Kapal perang Khark mengangkut 250 pelaut dan dapat membawa tiga unit helikopter serta dilengkapi dengan torpedo dan rudal anti-kapal. (IRIB/RM)

IRIB

Pun Kanada, Kerahkan Kapal Perang ke Libya



Sebuah kapal perang Kanada dilaporkan tengah berlayar untuk bergabung dengan armada internasional menuju Libya tanpa menyebutkan misi yang spesifik. Pengerahan kapal perang Kanada itu diperkirakan untuk mendukung kekuatan utama angkatan laut AS yang sudah ditempatkan terlebih dahulu di dekat Libya. Sebagaimana dilaporkan AFP, kapal perang berjenis fregat 134 meter ini membawa 225 pelaut dan helikopter Sea King. Kapal tersebut telah meninggalkan pelabuhan Halifax dan memulai perjalanan tujuh hari menuju Libya.
Kapal perang HMCS Charlottetown akan melakukan operasi yang masih dirahasiakan. Namun diperkirakan misi kapal tersebut meliputi bantuan evakuasi.
Sementara itu, dua kapal perang AS USS Kear-sarge dan USS Ponce yang bermaksud menuju Mediterania telah memasuki Terusan Suez Mesir. Kedua kapal perang AS itu membawa ratusan marinir, armada helikopter dan peralatan militer.
Pengerahan armada perang AS itu merupakan upaya untuk mempersiapkan kemungkinan adanya intervensi militer asing di Libya.
Sebelumnya, Perdana Menteri Kanada Stephen Harper kepada parlemen menyatakan bahwa negaranya akan berpartisipasi dalam operasi evakuasi internasional sebagai bentuk keprihatinan atas kian meningkatnya krisis di Libya.
Penumpasan brutual yang dilakukan rezim Muammar Gaddafi terhadap para demonstran pro-demokrasi telah menyebabkan ribuan orang tewas dan cidera. Sementara ribuan lainnya telah melarikan diri ke Mesir, Tunisia dan beberapa negara Eropa seperti Italia.
Gaddafi telah bersumpah untuk tetap berkuasa meskipun faktanya sebagian besar wilayah Libya, kecuali Tripoli, telah berhasil dikuasai pasukan anti-pemerintah. 

IRIB

BERITA POLULER