Pages

Monday, February 21, 2011

Wamenhan: Tidak Lazim Data Militer di Laptop

Tribunnews.com - Senin, 21 Februari 2011 14:51 WIB

Wamenhan: Tidak Lazim Data Militer di Laptop
kompas.com
Sjafrie Syamsudin
"Kita pastikan tidak ada hubungan dengan kehilangan data apapun militer. Pertahanan tak ada kaitannya dengan itu, kita ikut tim ekonomi kaitannya ekonomi. Membicarakan mengenai bagaimana defense industrial cooperation kedua pihak,"
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin



TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memastikan pihaknya tidak ada hubungan apa pun dengan kehilangan data yang disebut terjadi di Seoul, Korea Selatan. Meski atase pertahanan Indonesia ikut dalam pertemuan, tidak berarti mereka membawa dokumen yang berkaitan dengan pertahanan.

"Kita pastikan tidak ada hubungan dengan kehilangan data apapun militer. Pertahanan tak ada kaitannya dengan itu, kita ikut tim ekonomi kaitannya ekonomi. Membicarakan mengenai bagaimana defense industrial cooperation kedua pihak," ungkap Sjafrie di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (21/2/2011).

"Jadi sangat teknis enggak perlu pakai dokumen itu pembicaraan teknis antara Sekjen Kemhan dan Dirjen dapa jadi relevansinya enggak ada," tegasnya.

Sjafrie menjelaskan kehadiran Atase Pertahanan Indonesia di Seoul dalam rangka membantu proses penyelesaian. Karenanya terksesan ada dokumen
militer di dalam.

"Atase pertahanan kita di Seoul dan atase pertahanan Korea ada di situ tak brarti ada masalah pembahasan pertahanan. Tak ada koneksitas dengan masalah pertahanan," ujar Sjafrie.

Disinggung mengenai penyimpanan data militer, Sjafrie mengatakan tidak lazim jika data tersebut disimpan dalam laptop.

Kementerian Pertahanan sendiri memili pola khusus dalam menyimpan data militer.

"Jadi enggak ada korelasi, otentifikasi enggak ada. Itu opini yang dibuat saja. Saya harap media kita meng-clear-kanlah," imbuhnya.

TRIBUN NEWS

Taiwan leader says US jets critical

Taiwan leader says US jets critical

Taiwan's President Ma Ying-jeou on Thursday renewed his call for the United States to sell fighter jets to the island, arguing its survival was at stake despite his outreach to China.
Taiwan "is a sovereign state; we must have our national defense," Ma, who often plays down suggestions of the island's separate identity, said in an interview with The Washington Post.
"While we negotiate with the mainland, we hope to carry out such talks with sufficient self-defense capabilities and not negotiate out of fear," Ma said.
Relations between the China and Taiwan have improved markedly since Ma took office in 2008. But Taiwan fears that the military balance is shifting toward a rapidly growing China, which recently rolled out a stealth fighter jet.
"We oppose the use of military force to resolve cross-strait disputes. However, this is not to say that we cannot maintain a military capability necessary for Taiwan's security," Ma said.
The United States last year approved a $6.4 billion weapons package for Taiwan including Patriot missiles, Black Hawk helicopters, and equipment for Taiwan's F-16 fighter jets, but no submarines or new fighter aircraft.
Asked about Ma's request, Admiral Robert Willard, head of the US Pacific Command, indicated that the United States would sell weapons again to Taiwan in the future but that no decision had been made.
"I think there will come a time when the Taiwan forces, be they air forces or any others, will have to be recapitalized," Willard told reporters.
The United States recognizes only Beijing as China's government but is required by law to ensure Taiwan's capability to defend itself.
China considers Taiwan, where the mainland's defeated nationalists fled in 1949, to be a province awaiting reunification, by force if necessary. Ma last year reached a sweeping trade pact with China, seen as a milestone in ties.
Ma, whose Beijing-friendly policies have sometimes been controversial at home, defended his record on human rights which he said were a "core value" for Taiwan.
Ma noted that he has marked China's 1989 crackdown on the Tiananmen Square democracy protests and urged Beijing to release Nobel Prize-winning dissident Liu Xiaobo.
"Naturally, we hope that the mainland as it interacts with us can gradually become free and democratic," Ma said, while acknowledging that "this is not an easy task."
But Ma also pointed to comments by Chinese President Hu Jintao and Premier Wen Jiabao on political reforms, saying: "They have even on many occasions talked of democracy, saying that democracy is a very good system."
"We are naturally delighted to see this," Ma said.

Kemenhan: Laptop Tertukar Karena Kamar Delegasi RI Terbuka

Jakarta - Tiga orang yang tidak teridentifikasi masuk ke kamar delegasi Indonesia di Seoul, Korsel. Begitu terpergok, ketiganya kabur sambil membawa laptop. Itu penjelasan kasus laptop delegasi RI yang hilang versi polisi Korsel. Tapi Kemenhan memiliki versi yang sangat jauh berbeda.

Kemenhan memberikan penjelasan, yang terjadi di Seoul kala delegasi Indonesia yang dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa melawat ke Korea Selatan, adalah laptop tertukar. Tertukarnya laptop dikarenakan pintu kamar delegasi Indonesia terbuka.

"Ini ada salah ambil, karena kamar staf terbuka karena ada teknisi kamar sedang memperbaiki sesuatu di kamar. Lalu ada yang ambil laptop di situ. Karena salah lalu dikembalikan ke resepsionis dan masalah selesai," tutur Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan Brigjen TNI I Wayan Midhio kepada detikcom, Senin (21/2/2011).

Sedangkan menurut penjelasan polisi setempat yang dilansir JongAang Daily edisi Senin (21/2), dua pria dan seorang wanita memasuki kamar Hotel Lotte yang dihuni delegasi Indonesia di pusat Seoul pada Rabu 16 Februari 2011 pukul 09.27 pagi. Tidak ada satu pun dari mereka yang terindentifikasi. Ketiga orang itu berada di kamar tersebut saat seorang delegasi RI tiba-tiba masuk kamar.

Begitu terpergok, ketiganya kabur lewat pintu dengan membawa satu dari dua laptop di kamar itu. Laptop itu lantas dibuang di lorong hotel. Ketiga orang itu merupakan ras Asia. Atas insiden itu, rekaman CCTV pun diperiksa.

Wayan melanjutkan penjelasannya, laptop tersebut adalah milik staf dari Kementerian Perindustrian yang turut mendampingi Menko Perekonomian ke Korea. Dia menggarisbawahi, bukan laptop dari Kemhan yang diambil.

"Menurut staf yang ikut tidak ada disebutkan rencana pembelian T-50. Kemungkinan data militer, mungkin ada, tapi sangat kecil karena dia bukan dari Kementerian Pertahanan. Masalah ini sudah terklarifikasi," imbuh Wayan.

Menurutnya, karena laptop telah dikembalikan melalui resepsionis hotel, maka tidak terjadi kasus kriminal. Apalagi tidak ada data yang dirasa penting.

Namun menurut penjelasan polisi setempat, delegasi Indonesia meminta laptop itu kembali karena mereka tidak ingin orang lain mendapatkan informasi dari laptop itu. Permintaan itu datang pada pukul 15.20 WIB esok harinya dan laptop dikembalikan tiga jam kemudian. Delegasi Indonesia tidak mengetahui apakah penyusup berhasil mendapatkan informasi dari laptop tersebut sebab ketiganya terlihat membawa USB flash drive.

Penjelasan ini tentu sangat bertolak belakang, namun pihak Kemenhan menegaskan, masalah sudah selesai karena laptop sudah dikembalikan. Pihak Indonesia tidak membahas berapa orang yang masuk ke kamar delegasi RI karena substansi masalah sudah terselesaikan, yakni laptop yang hilang sudah dikembalikan.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, kamar yang dimasuki orang lain itu adalah kamar staf Menteri Perindustrian MS Hidayat yang tinggal di kamar 2061. Orang yang salah masuk ke kamar staf tersebut, sebenarnya akan masuk ke kamar 1961.

(vit/asy)
detik news

Kemenhan: Pertemuan dengan Korsel Tak Bahas Pesawat T-50 & KFX

 
Anwar Khumaini - detikNews




"Tidak ada pembahasan proyek KFX (Korea Fighter Experimental) atau T-50," kata Sjafrie Sjamsuddin di sela-sela rapat kerja pemerintah di Istana Bogor, Senin (21/2/2011).

Menurut Sjafrie, pertemuan membahas kerja sama militer antara kedua negara Indonesia dan Korea, dan tidak membahas pembelian alutsista. "Yang ada cuma pembahasan militer antara Korea dan Indonesia," ujarnya.

Menurut media Korsel, pada Rabu (16/2) setelah 50 delegasi pimpinan Menko Perekonomian Hatta Rajasa meninggalkan hotel untuk bertemu Presiden Lee Myung-bak, dua pria dan seorang wanita menyusup ke sebuah kamar di lantai 19 (media lain menyebut kamar itu bernomor 1961). Mereka kaget ketika seorang anggota delegasi tiba-tiba masuk. Buru-buru mereka kabur. Tidak jelas apakah ketiga orang itu berhasil mengkopi data di laptop.

Koran Chosun Ilbo menyebutkan, mereka adalah agen intelijen Korsel (NIS). NIS tampaknya putus asa untuk mendapatkan strategi negosiasi Indonesia untuk pembelian Korea T-50 Golden Eagle, pesawat latih jet supersonik; tank tempur utama K2 Black Panther dan rudal portabel permukaan-ke-udara. Korea dalam persaingan sengit dengan Yak-130, jet latih Rusia.

Insiden pembobolan kamar delegasi Indonesia di Seoul juga mengingatkan pada kerjasama Indonesia dan  Korea Selatan untuk membuat pesawat tempur kelas menengah. Pesawat ini diperkirakan terealisasi pada 2020 dan lebih canggih daripada pesawat tempur F16. Pesawat itu dinamai Korea Fighter Experimental (KFX).

Beberapa waktu lalu, Dirut PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso mengatakan, pesawat KFX merupakan generasi ke-4,5. Sebab pesawat ini di atas pesawat tempur F16 produksi Lockheed Martin yang merupakan generasi ke-4 dan berada di bawah F35 yang merupakan generasi ke-5.

Berat kosong pesawat ini adalah sekitar 10,4 metrik ton. Think tank dari Universitas Konkuk pernah mengatakan, pesawat tempur ini cukup baik lantaran memiliki rudal stand-off dan kemampuan siluman (anti radar) yang memadai. Rencananya, bersama Indonesia, proyek ini akan terealisasi pada 2020 mendatang.

DETIK

Insiden di Korsel Harus Diperjelas, Pencurian atau Operasi Intel?


Elvan Dany Sutrisno - detikNews




T-50 Golden Eagle, the supersonic training aircraft (photo : Lockheed Martin)
"Problemnya kita nggak ada gugatan, kita harus clear dulu benarkah ini pencurian. Ini
harus jelas apakah ini operasi intelijen," ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Senayan, Senin (21/2/2011).

Apabila itu operasi intelijen, imbuh Mahfudz, hal ini menggambarkan kelalaian pengamanan tim kenegaraan. Padahal, pengawalan kenegaraan sudah mempunyai Standard Operational Procedure (SOP).

Mahfudz pun mendengar berbagai versi insiden di Korsel itu. Versi pertama, ada yang meminta petugas hotel mengambil laptop di kamarnya. Versi kedua, laptop dikembalikan, tidak ada data yang diambil. Versi ketiga, pencurian dan pengambilan data, namun datanya ternyata tidak ada. Versi keempat, ada data militer.

"Saya coba konfirmasi ke beberapa pihak, yang jelas sumber dari pemerintah. Ini belum clear, ini yang harus kita clear-kan," jelas politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Dalam beberapa hari ini kalau tidak ada klarifikasi dari pemerintah, Komisi I yang membawahi pertahanan dan luar negeri akan memanggil Kementerian Pertahanan. Komisi lain yang membawahi perekonomian dan industri pun bisa memanggil pemerintah, mengingat ketua rombongan delegasi RI adalah Menko Perekonomian Hatta Rajasa.

"Dari informasi yang didapat dari pihak Kemlu, orang yang laptopnya diambil tidak mengajukan komplain apa pun. Sehingga urusan dengan pihak keamanan di sana sudah selesai, cuma di kita saja yang belum," tandas dia.
(nwk/asy)

DETIK

Dubes RI Minta Seoul Verifikasi Kabar Penyusupan Intelijen


Nurul Hidayati - detikNews


 
Hatta di Seoul/Foto: KBRI


"Indonesia meminta kami memverifikasi fakta-fakta yang tepat," kata jubir Kemlu Korsel, Cho Byung-jae, dalam brifieng reguler, sebagaimana dilansir Yonhap News Agency, Senin (21/2/2011).

"Kami sedang memverifikasi fakta-fakta, dan kami setuju menginformasikannya sesegera mungkin," imbuhnya.

Dubes RI di Korsel, Nicholas Tandi Dammen, mendatangi kantor Kemlu Korsel pada Senin pagi untuk mencari kerjasama dengan Park Hae-yun, pejabat sementara Kemlu yang menangani masalah Asia Selatan dan Pasifik.

Permintaan verifikasi itu muncul setelah harian lokal Korsel memberitakan, tiga orang yang membobol ruangan delegasi Indonesia di Hotel Lotte pada 16 Februari lalu adalah anggota Badan Intelijen Nasional (National Intelligence Service/NIS) Korsel.

Sementara pejabat di Jakarta beramai-ramai menegaskan bahwa tidak ada data militer penting yang hilang sebab delegasi tidak membawa data penting. Menurut versi Kemhan RI, yang terjadi adalah tamu hotel salah masuk kamar, lalu mengambil laptop. Laptop itu sudah dikembalikan ke pemiliknya yaitu staf Kementerian Perindustrian. Masalah sudah beres.

Sayangnya, tidak ada satu pun pejabat yang mengiyakan soal masuknya 3 orang ke kamar hotel itu, yang kabur begitu delegasi Indonesia masuk tiba-tiba, sebagaimana diinformasikan media Korsel.
(nrl/vit)

detik

Spy Behind the Weapons Procurement of Indonesia


21 Februari 2011

K2 Black Panther main battle tank (photo : Military Today)

NIS Behind Break-In at Indonesian Delegation

Three intruders who broke into the room of Indonesian presidential envoys at Seoul's Lotte Hotel on the morning of Feb. 16 were agents from the National Intelligence Service, it has emerged. A high-ranking government official said the NIS "tried to find out the negotiation strategy of the Indonesian delegation in pursuit of the national interest. It was an unintended consequence that they were caught."

Soon after some 50 Indonesian officials including Indonesia's Coordinating Minister for Economic Affairs Hatta Rajasa left for Cheong Wa Dae to meet President Lee Myung-bak, two men and a women broke into the room on the 19th floor of the Lotte Hotel, but they were surprised by one of the Indonesian officials while they were looking into laptops there and fled. It is uncertain whether the agents copied data from the laptop.

T-50 Golden Eagle, the supersonic training aircraft (photo : Lockheed Martin)

The NIS agents were apparently desperate to obtain Indonesia's negotiation strategy for the purchase of Korea's T-50 Golden Eagle supersonic trainer jet, K2 Black Panther main battle tank, and portable surface-to-air missile. Korea is in fierce competition with Russia's Yak-130 trainer jet.

The government has been working hard to win an export deal after negotiations with the United Arab Emirates and Singapore faltered. One T-50 is priced at US$25 million, and the government aims to export 1,000 by 2030.

LIG Nex1 Chiron manpads surface to air missile (photo : Omniae)

A government official said, "It seems that NIS took way too much risk due to this obsession with the export of the T-50." An intelligence official claimed it is "an open secret" that intelligence agencies of every country are engaged in a highly sophisticated battle for intelligence. "After the intrusion was reported in the media, the NIS exerted a great deal of effort through many channels to smooth over the situation," he added.

Police said earlier that due to the low resolution of the CCTV at the Lotte Hotel, they were unable to identify the intruders.

BERITA POLULER