Perdana Menteri Zionis Israel Benjamin Netanyahu menyuarakan keprihatinan bahwa pemberontakan Mesir dapat menyebabkan lahirnya sebuah revolusi ala Iran, karena pengunjuk rasa masih terus menuntut lengsernya Presiden Hosni Mubarak. "Di tengah kekacauan, sebuah kelompok Islam terorganisir dapat mengambil alih negara. Itu terjadi di Iran dan juga di tempat lain," kata Netanyahu dalam sebuah konferensi pers pada hari Senin (31/1).
Netanyahu mengeluarkan pernyataanya saat rezim Mesir tengah bergulat dengan gelombang protes anti-pemerintah yang belum pernah terjadi di negara itu. Ratusan ribu demonstran menuntut Mubarak meletakkan jabatannya dan keluar dari Mesir.
Lebih dari 10 ribu pemprotes berkumpul di Tahrir Square pada hari Selasa untuk menekan Mubarak pada hari kedelapan protes.
"Setiap orang berharap bahwa ini akan diselesaikan secara damai, stabilitas dapat dikembalikan dan perdamaian bisa dipertahankan," ujar Netanyahu. Ia menambahkan bahwa dirinya aktif mengikuti perkembangan di Mesir setiap setengah jam.
Sebelumnya pada hari Ahad, Netanyahu mengatakan bahwa upaya Israel difokuskan pada pemeliharaan "stabilitas dan keamanan" di kawasan. Ia juga memerintahkan menterinya untuk tidak membuat komentar mengenai perkembangan di Mesir yang tengah dilanda krisis.
"Perdamaian antara Israel dan Mesir telah ada selama lebih dari tiga dekade dan tujuan Zionis adalah "untuk memastikan bahwa hubungan itu tetap eksis," kata Netanyahu.
Israel sangat prihatin tentang kemungkinan perubahan rezim di Mesir yang dapat membahayakan perjanjian damai yang ditandatangani antara kedua belah pihak pada tahun 1979.
Kekhawatiran yang sama juga dirasakan oleh Presiden Israel Shimon Peres. Ia mengatakan. "Kita selalu dan akan selalu menghormati sekali Presiden Mubarak." "Saya tidak menyebut segala apa yang dilakukannya baik, namun dia melakukan sesuatu yang membuat kita semua harus berterimakasih kepadanya, yaitu menciptakan perdamaian di Timur Tengah," tambahnya. (IRIB/RM)
IRIB