Pages

Wednesday, January 26, 2011

Tak Ada Tekanan AS dalam Sidang Video Kekerasan TNI di Papua


Jubir Kemlu RI menegaskan Jumat siang, pemerintah sama sekali tidak mendapatkan tekanan dari pihak manapun dalam sidang peradilan ini.
Pelajar Papua Barat saat protes untuk perjuangan HAM tahun 2008.
Foto: ASSOCIATED PRESS
Pelajar Papua Barat saat protes untuk perjuangan HAM tahun 2008. Indonesia menegasakan tidak adanya tekanan dalam sidang video penyiksaan warga Papua.

Pemerintah Indonesia menegaskan, tidak pernah mendapatkan tekanan dari pihak manapun, termasuk dari Amerika Serikat, terkait persidangan kasus video kekerasan terhadap warga sipil di Papua, yang dilakukan sejumlah perwira TNI.
Pada persidangan yang digelar Kamis siang, Oditur Militer menurunkan tiga tuntutan yang berbeda kepada tiga anggota TNI pelaku video kekerasan jilid II, yang terjadi di kampung Gurage, Distrik Tingginambut, Puncak Jaya, pada Mei 2010.
Sersan Dua Irwan Riskianto, sebagai Wakil Komandan Pos Gurage, dituntut paling berat yakni satu tahun. Sementara dua anggotanya, Prajurit Satu Thamrin Mahangiri dan Prajurit Satu Yapson Agu, masing-masing dituntut 9 dan 10 bulan penjara dipotong masa tahanan sementara.
Menanggapi persidangan ini, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, di Jakarta, Jumat siang, menegaskan pemerintah sama sekali tidak mendapatkan tekanan dari pihak manapun; termasuk Amerika Serikat. TNI bahkan telah melakukan penyelidikan dan mengidentifikasi para pelaku, sekaligus membawa mereka ke pengadilan militer, sesuai perintah Presiden Yudhoyono.
Michael Tene menambahkan, sikap pemerintah untuk segera menggelar persidangan menyangkut kasus tersebut, mencerminkan keseriusan pemerintah Indonesia dan TNI, yang siap menjalankan komitmen untuk menegakkan Hak Asasi Manusia.
Sementara itu, Atase Pers Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Paul Belmont, kepada VOA, mengakui pejabat Kedutaan Besar Amerika di Jakarta ikut memantau jalannya persidangan, dan tetap mengadakan pertemuan rutin untuk menyamakan pandangan mengenai kasus ini, dengan pihak-pihak keamanan di Indonesia.
Menjelang pembacaan vonis pada 24 Januari mendatang, pemerintah Amerika Serikat belum bersedia memberikan pernyataan apapun. Namun, laporan berkala selalu dikirimkan ke Washington. Paul Belmont mengatakan, pihaknya sangat menyambut baik keputusan TNI dan pemerintah untuk menggelar sidang pengadilan militer yang terbuka dan transparan.
Di sisi lain, sistem peradilan militer tidak selamanya memberikan putusan yang adil kepada pelaku. Hal ini pernah terjadi pada kasus penganiyaan warga sipil di Aceh. Ironisnya, kasus-kasus ini selalu menimpa perwira berpangkat rendah.
Direktur Eksekutif lembaga pemantau HAM, Imparsial, Poengky Indarti, mengatakan, “Dulu kami pernah protes ketika ada kasus penganiayaan oleh aparat keamanan terhadap perempuan di masa darutat militer di Aceh. Mereka hanya dihukum beberapa bulan, dan Biasanya ini menimpa mereka yang pangkatnya rendah, sementara pimpinan-pimpinannya yang pangkatnya lebih tinggi itu tidak diadili.”
Kemungkinan lain yang harus diwaspadai adalah vonis pada tingkat banding yang bahkan dapat menjadi lebih ringan, dan ini tentu tidak membawa keadilan bagi korban, kata Poengky Indarti.

BBC

Tiongkok Bantah Jiplak Teknologi Pesawat AS


Para pejabat Tiongkok menepis tuduhan bahwa pesawat tempur J-20 Tiongkok meniru pesawat Nighthawk F-117 Amerika.
Pesawat tempur J-20 Tiongkok terlihat di Chengdu, provinsi Sichuan, beberapa pekan lalu.
Foto: REUTERS
Pesawat tempur J-20 Tiongkok terlihat di Chengdu, provinsi Sichuan, beberapa pekan lalu.

Media negara Tiongkok membantah laporan bahwa teknologi yang digunakan dalam pesawat tempur silumannya yang baru didasarkan pada komponen dari pesawat tempur Amerika yang ditembak jatuh dari angkasa Serbia. Para pejabat Tiongkok menepis tuduhan tersebut sebagai upaya media asing untuk menjelek-jelekkan Tiongkok.
Surat kabar resmi Global Times juga mengutip seorang pilot yang mencoba pesawat tersebut, mengatakan pesawat tempur J-20 Tiongkok yang baru jauh lebih canggih dari pesawat Nighthawk F-117 Amerika yang ditembak jatuh pada tahun 1999.
Laporan media pekan ini mengutip mantan pimpinan militer Kroasia yang mengatakan agen-agen Tiongkok membeli komponen pesawat Nighthawk yang hancur dari petani setempat setelah pesawat itu ditembak jatuh dalam serangan pemboman dalam Perang Kosovo.  Laksamana Kroasia tersebut mengatakan ia yakin para insinyur Tiongkok mempelajari  komponen untuk mengembangkan teknologi siluman yang memungkinkan pesawat terbang menghindarkan deteksi radar dan peralatan lain.
Tetapi, seorang pejabat kementerian pertahanan Tiongkok yang dikutip oleh Global Times mengatakan ini bukanlah pertama kalinya media asing menjelek-jelekkan teknologi militer Tiongkok. Ia menambahkan tidak ada manfaatnya untuk menanggapi spekulasi demikian.

BBC

Siluman dari Pesawat AS yang Jatuh di Serbia

Agen-agen Tiongkok diduga membeli bagian-bagian pesawat F-117 AS yang jatuh tahun 1999 dan diambil oleh para petani Serbia.
Foto: REUTERS
Pesawat tempur siluman Tiongkok terlihat di bandara Chengdu, provinsi Sichuan, 7 Januari 2011. Pesawat ini diduga meniru teknologi pesawat F-117 milik AS yang jatuh di Serbia.

Media internasional kini berspekulasi bahwa Tiongkok kemungkinan belajar membangun sebuah pesawat tempur siluman sebagian lewat mempelajari pesawat Amerika yang ditembak jatuh di atas Serbia pada 1999.
Pesawat F 117 Nighthawk Amerika ditembak jatuh dengan misil darat ke udara Rusia selama sebuah serangan pemboman, dan merupakan satu-satunya pesawat dilengkapi dengan teknologi menghindari radar yang pernah ditembak jatuh.
Associated Press mengutip Kepala Staf Kroasia selama Perang Kosovo, Laksamana Davor Domazet-Loso, sebagai mengatakan, agen-agen Tiongkok menyebar ke seluruh daerah di mana pesawat jatuh, dan membeli suku cadang yang diambil oleh para petani sebagai suvenir.
Domazet Loso, yang mendasarkan informasinya pada laporan intelijen Kroasia, mengatakan kepada AP, ia yakin insinyur Tiongkok mempergunakan suku cadang itu untuk “memperoleh pemahaman tentang teknologi menghindari radar.”

BBC

France-Russia sign Mistral warships deal

France-Russia sign Mistral warships deal

France on Tuesday inked a lucrative agreement to sell four Mistral warships to Moscow, with two to be built in Russia, in a move bitterly opposed by ex-Soviet states in the Baltics.
The deal for the amphibious assault ships will be the first sale to Russia of such technology by a NATO country.
France's NATO allies -- in particular Lithuania, Latvia and Estonia -- have expressed concern about arming Russia with modern Western weaponry.
Leaked diplomatic cables showed that US Defence Secretary Robert Gates also raised Washington's concerns while on a visit to Paris last year.
The deal was announced while President Nicolas Sarkozy was visiting the STX naval shipyards in the western port of Saint-Nazaire where the vessels will be built in partnership with France's state-owned military contractor DCNS.
"The governments of the two countries agree to give their full support to the construction of two (warships) in France and two in Russia," said a joint French-Russian statement released by the French presidency.
Sarkozy told shipworkers in Saint-Nazaire that the deal represented six million hours of work and 1,500 jobs over four years.
A previous deal announced late last month concerned the construction of two Mistrals in Saint-Nazaire and mentioned the possibility of building two more.
The deal unveiled Tuesday did not mention how much technology France would transfer to the Russians to enable them to build the ships, nor did it mention how much the ships were being sold for.
France has been negotiating with Russia since 2009 on the deal to sell Moscow the Mistral, which is priced at around 500 million euros (680 million dollars).
Russian state shipbuilder OSK boss Roman Trotsenko told Interfax news agency that the unit price agreed was "less than 600 million euros."
STX shipbuilder said the first Mistral would be delivered in December 2013 and would be 80 percent built in France and 20 percent in Russia.
A Mistral-class ship can carry up to 16 helicopters, four landing craft, 13 battle tanks, around 100 other vehicles and a 450-strong force. It has facilities for a full command staff and is equipped with a 69-bed hospital.
The Russian army has said such a ship would have helped it win its August 2008 war with ex-Soviet neighbour Georgia within hours rather than days.
Lithuania, Latvia and Estonia -- states ruled by Moscow until 1991 -- have repeatedly criticised France's plans since Paris began negotiating the warship sale.
The Kremlin only withdrew its troops from their territory in 1994, three years after they won independence when the communist bloc collapsed.
The three states, with a combined population of 6.8 million, still have rocky relations with Russia, notably since they joined NATO and the European Union in 2004.
Senior Republican US Senator John McCain sharply condemned the sale of the four warships, calling it "a threat to some of America's friends and NATO allies."
"I strongly oppose France's sale of the Mistral to Russia," he said.
"This ship is a threat to some of America's friends and NATO allies, and I worry that this decision could set a troubling precedent within NATO of advanced weapons sales to the Russian government," said McCain.

DEFENCE TALK

DTI Will Continue Other Project : UAV, AAV


27 Januari 2011

DT-1 multiple launch rocket system (photo : TAF)

New rocket battalion planned

The army has plans for a new battalion to be equipped with multi-barrel rocket launchers (MBRLs), attached to the existing Lop Buri-based Artillery Division, an army source said.

Under the plan, a large number of MBRLs will be bought from the Defence Technology Institute (DTI), an organisation under the Defence Ministry.

DTI, in collaboration with the army of China, has produced a prototype DTI-1 MBRL, using technology transferred from China.

On Monday, Defence Minister Prawit Wongsuwon and army chief Prayuth Chan-ocha visited the Artillery Division in Lop Buri where they took receipt of the first of the MBRLs developed by DTI.

MBRL systems are in wide use with the Cambodian military, which has large numbers of them.
The source said the plan ned new battalion has the support of the prime minister, who sees it as a way of boosting the army's capability.

China has transferred WS-1B technology to DTI (photo : Military Today)
At the hand-over ceremony, Gen Prayuth said it has been the army's wish since 1988 to have a rocket company. At present, the defence minister has approved in principle the development of MBRLs and the newly developed weapon has been tested.

Lt-Gen Thitinan Tunyasiri, the DTI director, said the MBRL prototype is very important as its technology can be use to develop a guided missile system to respond to demands from various army units.

In the near future, the DTI will proceed with other projects to build unmanned aerial vehicles (UAV), signal jammers, combat auxiliary systems, and amphibious assault vehicles (AAV), to reduce reliance on imports from abroad, he said.

(Bangkok Post)

TNI Siapkan Tender Pengadaan Kapal Selam


KRI Nanggala salah satu dari kapal selam TNI AL. Amerika Serikat berminat ikut tender pembelian dua kapal selam diesel oleh TNI AL. Sangat mengejutkan karena AS tidak memproduksi kapal selam diesel. (Foto: TNI AL)

26 Januari 2011, Bandung -- (MI.com): TNI Angkatan Laut tengah menyiapkan tender pengadaan dua kapal selam. Tender ditargetkan Ditargetkan tahun ini proyek tersebut bisa mulai dilaksakan dan selesai tahun 2014.

"Semua persyaratan administratif masih disiapkan sebelum jadwal tender diumumkan. Semoga bisa tahun ini," ungkap Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, di Bandung, Jawa Barat, Rabu (26/1).

Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam proses tender tersebut semua perusahaan di berbagai negara berhak ikut. Hingga saat ini, ada perusahaan dari Korea, Prancis, Amerika, dan Jerman yang menyatakan berminat.

Meski demikian, Agus mewajibkan pemenang tender dari perusahaan asing untuk bekerja sama dengan perusahaan dalam negeri seperti PT PAL dan Bahari. Bentuknya bisa berupa join production atau transfer teknologi, tergantung tingkat kesulitan.

"Teknisi pembuatan kapal harus gabungan antara orang dalam negeri dan asing. Ini sangat penting agar kualitas teknologi dan sumber daya manusia kita di masa depan meningkat," paparnya.

Tender pengadaan dua kapal selam sebenarnya hendak dilaksanakan tahun lalu. Namun karena pemerintah belum memiliki anggaran, rencana tersebut ditunda.

Pengadaan dua kapal selam TNI AL diperkirakan menghabiskan biaya mencapai US$700 juta. Sumber pendanaan diperoleh dari utang luar negeri dengan fasilitas kredit ekspor.

Sumber: MI.com

Dubes Australia : Australia Menganggap Penting Hubungan Pertahanan Dengan Indonesia


Latihan maritim Indonesia-Australia. (Foto: Australia DoD)

25 Januari 2011, Jakarta -- (DMC): Pemerintah Australia menganggap penting adanya hubungan yang dijalin antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Indonesia, khusus hubungan kerjasama dibidang pertahanan dan keamanan.
Demikian dikatakan Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty saat kunjungan resminya ke Menteri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro (26/1) di Kantor Menhan, Jakarta.

Ditambahkannya, bidang pertahanan merupakan bagian yang sangat vital dalam rangka menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan itu pemerintah Australia akan memberikan peranannya melalui kerjasama pertahanan untuk mewujudkan pengembangan kehidupan masyarakat yang lebih maju.

Dubes Australia juga menjelaskan, kerjasama pertahanan yang dimaksudkan ini nantinya akan dapat mencakup beberapa kerjasama seperti, pelatihan dan pertukaran personil, atau kerjasama strategi misi kemanusiaan bencana alam serta pasukan misi perdamaian dunia.

Pada kesempatan pertemuan itu, Dubes Australia mewakili pemerintahnya mengucapkan terimakasih atas dukungan dan bantuan yang besar dari TNI (Tentara Nasional Indonesia) untuk penanggulangan bencana banjir yang terjadi di Queensland, Australia beberapa waktu yang lalu.

Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah membicarakan dengan Perdana Menteri Australia Julia Gillard, perihal kemungkinan Pemerintah Indonesia akan mengirimkan personil TNI untuk membantu dalam penanganan bencana banjir tersebut.

”Bantuan ini diterima dengan baik dan pemerintah Australia menyampaikan apresiasi atas komitmen Pemerintah Indonesia dalam membantu penanggulangan bencana banjir yang melanda di negeri kami. Inilah dukungan yang saling menguntungkan bagi kedua negara,” kata Dubes Australia.

Terkait beberapa kerjasama yang akan disepakati kedua negara, Duta Besar Australia mengharapkan agar bisa dilaksanakan saat kunjungan Menteri Pertahanan Australia ke Indonesia dalam jangka waktu dekat.
Sementara itu Menhan RI, Purnomo Yusgiantoro sangat berharap kunjungan kehormatan Menhan Australia Stephen Smith nantinya dapat membahas masalah-masalah kerjasama pertahanan, khususnya kerjasama penanganan keamanan Maritim di wilayah Samudera Hindia bersama dengan negara India.

Pada pertemuan itu, Menhan Purnomo Yusgiantoro juga menyampaikan penjelasan seputar masalah Reformasi dan penegakan HAM yang telah mengalami kemjuan pesat dalam beberapa tahun sejak era reformasi 1998. Saat pertemuan itu Menhan yang didampingi oleh Dirjen Strahan, Mayjen TNI Puguh Santoso dan Kepala Puskom Publik Kemhan RI, Brigjen TNI I Wayan Midhio.

Sumber: DMC

BERITA POLULER