Pages

Tuesday, January 25, 2011

KRI Banda Aceh Akan Lengkapi Armada TNI AL


25 Januari 2011

LPD ke-4 KRI Banda Aceh dalam penyelesaian (photo : mastekhi)

TEMPO Interaktif, Jakarta - TNI Angkatan Laut tahun ini akan memiliki satu lagi kapal perang jenis LPD (Landing Platfrom Dock), yakni KRI Banda Aceh. Kapal perang pengangkut pasukan dan barang itu akan melengkapi koleksi kapal perang TNI AL setelah pekan lalu meresmikan kapal perang pertama buatan dalam negeri, KRI Banjarmasin.

Dikatakan oleh Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno, pembuatan dua kapal perang itu dimaksudkan untuk meremajakan deretan kapal perang yang dimiliki TNI AL, yang umumnya merupakan kapal perang buatan Amerika Serikat yang sudah berusia lanjut.

"Sudah selayaknya kita ganti. Penggantiannya itu diupayakan yang buatan kita. Buktinya kita sudah buat oleh PT PAL dua (unit kapal), dan sudah dicoba," kata Soeparno dalam konferensi pers di Mabes TNI AL, Cilangkap, Selasa (25/1). Kapal-kapal baru itu akan diuji coba untuk keliling perairan Indonesia.

Seperti halnya KRI Banjarmasin, KRI Banda Aceh merupakan kapal perang buatan dalam negeri, yakni oleh PT PAL, Surabaya. Harganya diperkirakan sedikit lebih mahal dari biaya pembuatan KRI Banjarmasin sebesar Rp 365 miliar. Proses pembuatan dilakukan sepenuhnya di PT PAL.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama TNI Tri Prasodjo mengatakan, kendati kontraktor utama pembangunan KRI Banda Aceh adalah Korea Selatan, tapi proses alih teknologinya dipastikan hampir seratus persen di PT PAL. "Cuma tenaga ahlinya ada yang dari Korea," ujarnya.

Prasodjo menilai wajar jika biaya produksi KRI Banda Aceh sedikit lebih mahal daripada KRI Banjarmasin. Sebab, selain disebabkan sub kontraktornya dikembangkan di dalam negeri, waktu yang diperlukan dalam proses pembuatannya juga agak lama. "Lalu masih ada material-material yang masih harus didatangkan dari Korea. Tapi mahalnya juga nggak seberapa," kata dia.

EKUADOR HARAPKAN KERJASAMA ANGKATAN UDARA DENGAN INDONESIA

0diggsdigg

Pesawat Super Tucano Milik AU Ekuador.

Jakarta, DMC – Pemerintahan Ekuador, mengharapkan kerjasama dalam bidang pertahanan dengan pemerintahan Indonesia, khususnya kerjasama Angkatan Udara kedua negara. Hal tersebut disampaikan Duta Besar Ekuador untuk Republik Indonesia, Eduarto Alberto, saat melakukan kunjungan kerja kepada Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (25/1).

Dubes Ekuador mengatakan, saat ini Ekuador lebih menitikberatkan pada kerjasama angkatan udara dan Indonesia diharapkan dapat membuka kerjasama tersebut melalui penawaran kursus-kursus pelatihan bagi staf maupun perwira Angkatan Udara kedua negara. Beberapa kursus atau pelatihan yang diselenggarakan misalnya dalam pemeliharaan pesawat dan perawatan mesin pesawat ataupun sistim kelistrikan pada pesawat, dari tingkat menengah sampai dengan mahir.

Menanggapi harapan Pemerintahan Ekuador, Menhan mengatakan akan mengkaji terlebih dahulu kemungkinan kerjasama yang dapat dilaksanakan kedua negara melalui Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan dan mengharapkan Pemerintahan Ekuador melalui kedutaannya dapat terus berkomunikasi dengan Kemhan. Salah satunya yang mungkin dapat dijajaki adalah pemeliharaan pesawat Super Tocano, mengingat saat ini pesawat tersebut telah dimiliki Angkatan Udara Ekuador.

Pada kesempatan tersebut, Menhan juga sempat menyampaikan keprihatinannnya terhadap kerusuhan yang dialami Pemerintahan Ekuador pada akhir September 2010, di mana muncul permasalahan antara pemerintah dan pihak kepolisian karena rencana memotong bonus sekaligus memperpanjang periode bagi polisi untuk mendapat kenaikan pangkat, yaitu dari lima menjadi tujuh tahun.

Pada kesempatan tersebut, Menhan didampingi Dirjen Strahan, Mayjen TNI Puguh Santoso dan Kepala Puskomlik Kemhan RI, Brigjen TNI I Wayan Medhio.

Sumber: DMC

Wuih! Misil Supersonik Masuk Jajaran Persenjataan KRI


0diggsdigg

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Mulai 2011, TNI AL makin percaya diri dengan masuknya misil Yakhont di jajaran persenjataan KRI. Yakhont, yang dipasang di KRI Oswald Siahaan 354, tidak asing lagi di dunia maritim internasional. Misil antikapal berkecepatan supersonik buatan Rusia ini memiliki daya jelajah hingga 300 kilometer.

Uji coba penembakan Yakhont akan dilakukan tahun ini. "Nanti kita coba. Ini sedang persiapan," kata Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana (TNI) Soeparno, di Mabes TNI AL, Cilangkap, Selasa (25/1). Ia tak menyebut tanggal pastinya. Menurut dia, misil Yakhont bisa menembak sasaran di Yogyakarta dari Surabaya.

Misil ini memiliki kemampuan yang tak dimiliki misil lain, yakni kecepatan maksimum 2,5 Mach. Menurut Wikipedia, Yakhont digunakan tiga negara: Rusia, Vietnam, dan Indonesia. Rusia juga akan menjual Yakhont ke Suriah.

Soeparno mengatakan sasaran ujicoba Yakhnot adalah KRI tua buatan Amerika Serikat. Untuk pemusnahan itu, TNI AL perlu mendapat izin dari AS. "Sasarannya sudah disetujui oleh AS. Jadi, sasarannya adalah satu kapal yang dihapus," katanya.

Asisten Perencanaan KSAL, Laksamana Muda (TNI) Among Margono, mengatakan Yakhont merupakan misil strategis. "Untuk membeli saja melalui tujuh instansi di Rusia dan harus dengan persetujuan Presiden Rusia," katanya.

Sumber: REPUBLIKA

TNI AL Tingkatkan Pengawasan Pulau Terluar


Sejumlah anggota Satuan Komando Pasukan Katak (Satkopaska) TNI AL berada tak jauh dari ranjau bawah air yang diledakkan dalam tindakan perlawanan ranjau (TDR) di perairan alur pelayaran barat Surabaya (APBS), Surabaya, Selasa (25/1). Kegiatan operasi yang dilakukan Satuan Ranjau (Satran) Koarmatim dengan menggunakan KRI Pulau Rupat-712 dan sejumlah satlak TNI AL, dalam rangka penindakan sekaligus pelatihan penanggulangan ranjau sepeninggal perang dunia II (PD-II) yang disebar oleh Jepang, yang bertujuan untuk menjamin perairan laut demi keutuhan NKRI. (Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat/ed/pd/11)

25 Januari 2011, Jakarta -- (Pos Kota): TNI Angkatan Laut akan meningkatkan pengawasan pulau-pulau terluar dengan menambah gelar operasi kapal perang serta penempatan prajurit Marinir.

“Kita punya 92 pulau terluar. Namun ada 12 pulau yang terpenting kita awasi maksimal,” tandas Kepala Staf TNI AL (Kasal), Laksamana TNI Soeparno, dalam konferensi pers usai membuka Rapim TNI AL di Mabesal, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (25/1).

Menurut Kasal, ke-12 pulau yang harus diawasi itu berbatasan langsung dengan negara tetangga. “Sudah menjadi tugas TNI menjaga keutuhan NKRI,” cetusnya.

Pada Rapim tahunan yang digelar selama satu hari tersebut, tambah Kasal, pihaknya menindaklanjuti instruksi Presiden, Menteri Pertahanan dan Panglima TNI. Rapim diikuti para Asisten Kasal, Kepala Dinas jajaran Mabes TNI AL, Pangkotama TNI AL, sejumlah pejabat teras Mabes TNI, Kementerian Pertahanan, Lembaga Ketahanan Nasional, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Badan Intelijen Negara dan Mahkamah Agung.

Rapim membahas soal peningkatan profesionalisme prajurit dengan melaksanakan latihan untuk pembinaan dan penggunaan kekuatan, melaksanakan diplomasi dan kerja sama dengan Angkatan Laut negara sahabat, serta uji coba penembakan senjata strategis.
Hal lain yang dibahas adalah percepatan penyelesaian aset TNI AL, pengamanan perbatasan, persiapan kegiatan untuk menghadapi KTT ASEAN, dan penguatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI AL.

Sumber: Pos Kota

AS tidak Terlibat Patroli di Selat Malaka


(Foto: Australia DoD)

25 Januari 2011, Jakarta -- (MI.com): Amerika Serikat tidak terlibat dalam pengawasan terhadap perairan Selat Malaka. AS hanya membantu dalam hal peralatan pengawasan.

Demikian diungkapkan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno di Jakarta, Selasa (25/1).

"Kita dengan Singapura dan Malaysia, Amerika tidak ada," kata Soeparno dalam jumpa pers di sela-sela pelaksanaan Rapat Pimpinan TNI AL di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Selasa (25/1).

Pengawasan yang dilakukan secara bersama-sama ini, sambungnya, dilakukan rutin setiap tahun. "Setiap tahun ada patroli koordinasi. Patroli secara bersama-sama terus dilakukan," jelasnya.

Indonesia, kata Soeparno, merasa keberatan jika AS turut serta dalam pengawasan Selat Malaka. "Justru Amerika mau masuk, kita keberatan. Wong, ini daerah kita," ujarnya.

Meski demikian, pemerintah 'Negeri Paman Sam' turut membantu menyediakan peralatan yang dibutuhkan untuk mengawasi salah satu perairan tersibuk di dunia itu.

"Amerika membantu menyediakan alat-alat seperti radar. Tetapi membantu untuk turut berpatroli, tidak ada," pungkasnya.

Sumber: MI.com

TNI-AL Akan Uji Persenjataan Strategisnya


Rudal Yakhont. (Foto: RIA Novosti)

25 Januari 2011, Jakarta -- (ANTARA News): TNI Angkatan Laut akan menguji sejumlah persenjataan strategisnya seperti peluru kendali untuk memastikan kesiapan alat utama sistem persenjataan dan personel matra laut dalam mengantisipasi berbagai ancaman sesuai perkembangan lingkungan strategis yang terjadi.

"Uji persenjataan itu dimaksudkan untuk meningkatkan manajemen pemeliharaan, perawatan, perbaikan yang efektif guna mencapai kesiapsiagaan yang optimal," kata Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno di sela-sela rapat Pimpinan TNI Angkatan Laut 2011 di Jakarta, Selasa.

Ia menambahkan, salah satu persenjataan strategis yang akan diuji adalah peluru kendali Yakhont buatan Rusia.

Beberapa kehandalan Yakhont yang tidak dimiliki rudal anti permukaan TNI-AL sebelumnya adalah Yakhont mempunyai kecepatan maksimum hingga 2,5 Mach. Ditambah lagi Yakhont punya jangkauan tembak sangat jauh, tak tanggung-tanggung 300 Km.

"Dua kemampuan tadi yang hingga kini belum dimiliki jajaran rudal anti kapal TNI-AL. Yakhont dapat ditemabka dari Surabaya ke sasaran di Yogyakarta," ungkap Kasal.

Seperti diketahui TNI-AL mempunyai rudal Exocet MM30/40, Harpoon dan C802. Tapi dibalik itu, Yakhont mempunyai bobot dan dimensi yang terbilang bongsor di kelasnya. Harga satu unit Yakhont ditaksir sekitar 1,2 juta dolar AS.

Saat ini 16 KRI sudah dipasang rudal Yakhont yaitu enam pada kapal jenis fregat dan 10 di kapal perang Korvet. Masing-masing Fregat dipasang delapan unit Yakhont sedangkan Korvet sebanyak empat unit. Pemasangan dilakukan sepenuhnya oleh PT PAL Surabaya.

Kasal menambahkan, sasaran tembak dari uji coba sejumlah persenjataan strategis itu adalah kapal perang yang tidak lagi digunakan. Uji coba akan dilaksanakan di Samudra Indonesia pada Februari.

Kapal Selam

Pada kesempatan yang sama, Kasal Soeparno mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Kementerian Pertahanan terkait pengadaan dua kapal selam baru yang telah direncakan sejak lama.

"Kita telah menyampaikan spesifikasi teknik dan spesifikasi operasional kapal selam yang kami butuhkan. Sekarang prosesnya masih di kementerian Pertahanan. Di sana akan dibahas lagi di Tim Evaluasi Pengadaan yang akan menentukan kapal selam jenis apa yang akan dibeli dan digunakan TNI Angkatan Laut. Apapun yang diberikan kami terima," kata Soeparno.

Pengadaan dua unit kapal selam itu dibiayai fasilitas Kredit Ekspor (KE) senilai 700 juta dolar Amerika Serikat, yang diperoleh dari fasilitas pinjaman luar negeri di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2004-2009.

"Kami sudah tentukan spesifikasi teknisnya, serta kemampuan dan efek penggentar yang lebih dari yang dimiliki negara tetangga," kata Kasal.

Pada tender pertama, dari empat negara produsen kapal selam yang mengajukan tawaran produk mereka, seperti Jerman, Perancis, Korea Selatan, dan Rusia, TNI Angkatan Laut telah menetapkan dua negara produsen sesuai kebutuhan yaitu Korea Selatan dan Rusia.

Rencananya, dari dua pilihan itu akan diuji kembali mana spesifikasi kapal selam yang sesuai dengan kebutuhan TNI Angkatan Laut oleh Kementerian Pertahanan.

Sumber: ANTARA News

Monday, January 24, 2011

Transfer Teknologi Alutsista Harus secara Bertahap


0diggsdigg

JAKARTA – Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI), Edy Prasetyono, mengatakan alih teknologi dalam pembuatan alat utama sistem senjata (alutsista) membutuhkan tahapan dan waktu yang tidak singkat. Alih teknologi harus dilakukan secara bertahap agar industri pertahanan dalam negeri bisa memperkuat alutsista yang dibutuhkan TNI. “Pada dasarnya, teknologi, apalagi teknologi dalam bidang pembuatan alutsista, harus diupayakan sendiri.

Kita harus mampu belajar dari proses, lalu mengembangkan sendiri,” kata Edy kepada Koran Jakarta, di Jakarta, Minggu (23/1). Tak hanya membuat sendiri, Edy juga berharap Indonesia seharusnya bisa mempersiapkan infrastrukturnya, keberlanjutannya, termasuk urusan finansial. “Jika mungkin, dalam hal pemasarannya,” ujarnya. Secara terpisah, Kepala Staf TNI AL (Kasal) Laksamana Soeparno mengatakan TNI AL berencana mengembangkan ka pal selam asli Indonesia secara bertahap.

Untuk mencapai tahap itu, TNI AL berencana melakukan transfer teknologi sedikit demi sedikit dari lima proyek kapal selam yang akan dibuat. “Satu kapal selam yang akan kita adakan pada tahun ini memang murni dari luar negeri dan diharapkan bisa selesai akhir tahun,” katanya. Untuk empat kapal selam selanjutnya, akan mulai dilakukan transfer teknologi. Soeparno mengandaikan, untuk pengadaan kapal selam kedua, mungkin baru seperempatnya yang merupakan produksi dalam negeri.

Tiga perempatnya masih berasal dari luar negeri. Pada pembuatan kapal selam ketiga, porsi produksi dalam negeri meningkat menjadi dua perempat. Dan pada pembuatan kapal selam kelima barulah murni dibuat di dalam negeri. “Saya berharap ahliahli di Indonesia sudah bisa membuat kapal selam sendiri pada pengadaan kapal selam kelima,” kata Soeparno. Alih teknologi secara bertahap ini dilakukan karena kapal selam memiliki spesifi kasi kerumitan tersendiri. Kapal selam juga merupakan senjata strategis yang teknologinya cukup tinggi sehingga sangat sulit untuk langsung membuatnya di dalam negeri.

Untuk negara yang akan dituju dalam pembangunan kapal selam ini, Soeparno mengaku belum menentukan. Namun, dia menegaskan bisa jadi negara yang akan diajak bekerja sama dalam pengadaan pertama hingga keempat bisa berganti- ganti. “Bergantung pada kesanggupan mereka dalam transfer teknologi,” ujarnya. Kerja Sama Untuk alutsista Angkatan Udara, TNI AU belum mau menerima tawaran keja sama pengadaan pesawat tempur dengan China dan Pakistan. Kepala Staf TNI (Kasau) Marsekal Imam Sufaat mengakui memang ada permintaan kerja sama dari kedua negara itu, namun masih sebatas tawaran.

“Jika pertimbangan politik dan pertimbangan lainnya dinilai positif, mungkin kerja sama (dengan kedua negara itu) akan ditindaklanjuti. Saat ini kita akan fokus mengembangkan pesawat tempur jenis KFX dengan Korea Selatan,” kata Imam. Dia mengatakan dalam pembuatan pesawat KFX, Indonesia akan ikut dengan tim Korea Selatan, mulai dari opsi keuangan hingga opsi teknik. Prototipe pesawat diharapkan bisa selesai pada 2020 mendatang, dan bisa dikembangkan sendiri. Imam mengatakan TNI AU memang membutuhkan pesawat tempur yang spesifi kasinya melebihi F16 tetapi tidak lebih canggih dari F35.

Pesawat tempur jenis KFX dinilai merupakan jawaban dari kebutuhan itu. Edy mengatakan khusus untuk kerja sama pengadaan pesawat tempur jenis KFX yang baru bisa menciptakan prototipe pada 2020, Edy melihat hal itu merupakan hal yang wajar walau pun saat ini pesawat jenis KFX tak secanggih pesawat F35 maupun pesawat yang baru saja diluncurkan China, J20, yang merupakan produk generasi kelima. “Wajar, sebab harus melalui serangkaian uji coba sesuai kebutuhan dan keandalan yang tinggi. Waktu yang lama pun wajar dalam produksi alutsista,” katanya.

Sumber: KORAN JAKARTA

BERITA POLULER