Pages

Tuesday, January 18, 2011

Tank-Tank Israel Tembus Jalur Gaza

 Tujuh tank Israel, disertai dengan buldozer, memasuki bagian utara Jalur Gaza, dekat kota Beit Hanun.
Sebagaimana dilaporkan AFP, tank-tank itu menembus hingga 400 meter ke dalam wilayah Palestina hari ini (Selasa, 18/1). Namun hingga kini belum jelas apakah aksi tersebut akan diikuti dengan penghancuran rumah dan ladang-ladang milik warga Palestina.
Seorang jurubicara militer Israel mengatakan ia tidak bisa mengkonfirmasi atau menyangkal serangan tersebut.
Israel dan Hamas secara resmi menandatangani gencatan senjata pasca serangan 22 hari rezim Zionis ke Jalur Gaza, yang berakhir pada Januari 2009.
Serangan tersebut mengakibatkan 1.400 warga Palestina tewas dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Beberapa hari lalu, Mesir memperingatkan Hamas bahwa Israel sedang mempersiapkan serangan besar ke Gaza. Dalam beberapa bulan terakhir, Israel telah meningkat volume serangan tanah dan udaranya ke Jalur Gaza.
Laporan lainnya menyebutkan, tiga remaja Palestina cedera akibat ledakan sebuah bom peninggalan Israel di timur kota Khan Yunis, Selasa (18/1). (IRIB/MZ/SL)

IRIB

Iran Ancam Produksi Sistem Rudal S-300

Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, Alaeddin Bourojerdi memperingatkan bahwa jika Rusia tidak mematuhi komitmennya untuk menyerahkan sistem rudal pertahanan udara S 300 ke Iran, maka Tehran akan memproduksi sendiri rudal jenis itu. Alaeddin Bourojerdi kepada kantor berita Mehr hari ini (Senin,12/4) menyinggung keterlambatan Rusia dalam menyerahkan sistem pertahanan rudal S 300. Dikatakannya, "Pada akhirnya Moskow akan menyerahkan sistem tersebut ke Tehran, sebab Iran hingga kini memandang Rusia sebagai negara yang melaksanakan komitmen-komitmennya.
Meski demikian, Bourojerdi menandaskan, jika Rusia melanggar komitmennya, maka secara pasti Iran memproduksi sendiri sistem pertahanan rudal tersebut.
Kontrak penyerahan sistem S 300 ditandatangani antara Tehran dan Moskow pada Desember 2005. Namun karena beberapa alasan, Rusia hingga kini menolak menyerahkannya.
Rusia menyatakan keterlambatan itu karena adanya kesalahan teknis pada sistem tersebut dan tengah ditangani oleh pakar militer negara ini. Rusia melontarkan klaim itu ketika dua pekan lalu menyerahkan 15 sistem serupa ke Cina. 

IRIB

Inggris dan Australia Kecam Israel

Sydney (ANTARA News/AFP) - Inggris dan Australia, Selasa mendesak Israel untuk menahan diri bagi pembangunan rumah di Tepi Barat dan menyerukan agar "kembali ke dalam perundingan langsung" antara Palestina dengan Israel.

Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague mengatakan proses perdamaian Timur Tengah telah dibicarakan dalam konferensi tingkat tinggi pada Selasa dengan rekan Australia, Kevin Rudd dan dua Menteri Pertahanan Liam Fox serta Stephen Smith.

"Keyakinan kedua negara kami adalah kedua pihak (Palestina dan Israel) harus kembali ke perundingan langsung dan menahan diri dari tindakan yang dapat merusak kepercayaan seperti pembangunan permukiman," kata Hague kepada para pewarta.

Desakan itu menyusul seruan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-Moon pada Senin kepada Israel untuk membekukan kegiatan pemukiman di wilayah Palestina yang dijajah setelah media Israel melaporkan bahwa negara zionis itu menyetujui pembangunan 1.400 rumah baru.

Negara Palestina menghentikan perundingan langsung dengan Israel yang didukung oleh Amerika Serikat pada September setelah Israel menolak untuk memperpanjang masa morotarium pembangunan permukiman.

Israel mengatakan bahwa bangunan tersebut harus menjadi hal yang dibicarakan dalam perundingan langsung.(*)

(Uu.KR-BPY/H-RN/R009)
antara

TNI Gelar Rapim 2011

TNI Gelar Rapim 2011
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono. (ANTARA)
Jakarta (ANTARA News) - Tentara Nasional Indonesia (TNI) menggelar Rapat Pimpinan 2011 untuk mengevaluasi setiap kinerja program 2010 dan merancang program 2011.

"Sebagai komponen utama pertahanan negara, TNI dituntut mampu menyiapkan diri sebaik mungkin dengan fokus pencapaian kekuatan pokok minimum," kata Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono saat membuka Rapim TNI 2011 di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, selain pencapaian kekuatan pokok minimum dalam rangka memodernisasi alat utama sistem persenjataan, TNI akan fokus pada pelaksanaan reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.

"TNI juga akan fokus pada optimalisasi industri strategis dalam negeri, dan operasi militer selain perang termasuk penanganan bencana," kata Agus.

Terkait evaluasi kinerja 2010 Panglima TNI mengatakan, perlu ada perbaikan di beberapa hal seperti kualitas SDM, administrasi, operasional alutsista, anggaran dan permasalahan lainnya.

Profesionalisme TNI telah dilakukan melalui kebijakan Sapta Tunggal Panglima TNI yang meliputi pengembangan kekuatan dan kemampuan TNI serta penggunaan kekuatan TNI.

"Namun, itu belum dapat dilaksanakan dengan maksimal. Karena itu perlu ada pembenahan di program 2011 terkait SDM," katanya.

Sedangkan terkait operasional, Panglima TNI mengatakan, masih terkendala anggaran.

"Namun, di tengah keteratasan yang ada TNI tetap akan melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya," kata Agus.

Seluruh evaluasi itu, lanjut dia, ditujukan untuk memperbaiki kinerja TNI disesuikan dengan pola dan tingkat ancaman yang dihadapi ke depan.

Rapim TNI 2011 bertema "Konsistensi Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum dan Reformasi Birokrasi TNI Guna Mendukung Tugas Pokok TNI".
(ANT/A024)
 
antara

Naval Helicopters to Enhance Seaward Defence


19 Januari 2011

Singapore's S-70B ASW helicopter for Formidable class frigates (photo : Mindef)

With the return of all six Sikorsky S-70B naval helicopters to Singapore in October 2010, the Singapore Armed Forces (SAF) reached a significant milestone in its transformation into a 3rd Generation fighting force.

At a ceremony marking the inauguration of the naval helicopters into 123 Squadron (SQN) on 18 Jan, Minister for Education and Second Minister for Defence Dr Ng Eng Hen expressed confidence in the squadron's ability to "build on its tradition of cross-service integration as it embarks on a new chapter of air-sea operations."

Set up in 1979, 123 SQN initially operated as a basic training wing for the Republic of Singapore Air Force (RSAF). In 1992, the squadron was restructured to support the Singapore Army, with the introduction of Singapore's first dedicated armed helicopter, the AS550 Fennec (which has been retired from service).

With the addition of the S-70B naval helicopter, the squadron will continue to provide cross-Service interoperability between the RSAF and the Republic of Singapore Navy (RSN).

"The naval helicopter and frigate are able to fight together as an integrated system," said Senior Lieutenant Colonel (SLTC) Jonathan Tan, Commanding Officer of 123 SQN. "In a way, the helicopter serves as the extended arm of the ship it is embarked on, allowing personnel to act faster, see further and make more decisive operational decisions."

As a helicopter pilot himself, SLTC Tan described naval-based operations as "challenging" but not without their own sense of satisfaction. "Operating on board a ship presents its own set of challenges. The ship is in constant motion and that makes it harder to land the aircraft," he explained.

Details of ASW equipment on S-70B (image : Mindef)

The integration of the RSN's frigates with the naval helicopters enables the frigates to undertake anti-surface and anti-submarine missions at much longer ranges. Each frigate's sophisticated command and communications suite allows it to network with a wide array of SAF assets.
The RSN's S-70B naval helicopters carry a dipping sonar system which can be lowered below sea surface to detect submarines which may be lurking in the vicinity. It also has the capability to fire torpedoes.

Each helicopter is operated by two pilots from the RSAF, and a Tactical Coordination Officer (TACCO) and a Sensor Supervisor (SENSUP) from the RSN. Cross-service integration between the crew is thus crucial to the success of their missions.

"It's natural for SAF people to gel together to achieve their missions," said Major (MAJ) Eng Cheng Heng, who serves as a TACCO in 123 SQN.

Due to differences in the way individual Services communicate with each other, there were some teething problems when the RSAF and RSN first got together to operate the S-70B naval helicopters. "We are moving closer towards a common operating language and have developed procedures to further streamline operations," said MAJ Eng.

"It was an eye-opening experience to be able to see more of how the RSAF works since the SAF is moving towards integrated operations," he added of his experience in the United States (US).
Personnel from the squadron trained intensively with the US Navy from March to September 2010, as part of the Peace Triton detachment stationed in San Diego.

First Warrant Officer (1WO) Permjit Singh, Chief Aircrew Specialist in 123 SQN spoke highly of his RSN counterparts' hospitality. "Whenever we came on board during training, the ship crew would reduce its frequency of piping calls in order not to disturb our rest," he said. Akin to public address systems in the civilian world, piping systems on board warships are used to broadcast meal times, page for certain personnel, amongst other operational messages.

Following the inauguration, 123 SQN will continue training to achieve full operational capability.

Kapal Peronda Generasi Baru Buatan Tempatan


19 Januari 2011

KD Selangor, the sixth Meko 100 class for Royal Malaysia Navy (photo : new straits times)

PROJEK pembinaan kapal peronda generasi baru (NGPV) yang bermula pada 1999 akhirnya tamat dengan pentauliahan Kapal Diraja (KD) Selangor dalam perkhidmatan Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) pada 28 Disember tahun lalu.

KD Selangor merupakan kapal peronda terakhir daripada enam kapal yang ditempah oleh kerajaan menerusi projek NGPV yang terpaksa memakan masa selama 10 tahun akibat krisis kegawatan ekonomi.

Dua buah kapal peronda dalam projek tersebut iaitu KD Kedah dan KD Pahang dibina di limbungan Blohm dan Voss Hamburg, Jerman manakala empat lagi iaitu KD Selangor, KD Perak, KD Terengganu dan KD Kelantan dibina oleh syarikat tempatan, Boustead Naval Shipyard (BNS) di Lumut, Perak.

"Projek pembinaan enam buah NGPV ini bermula pada 1999 tetapi tergendala akibat kelembapan ekonomi. Namun, kita dapat menyelesaikannya sebelum berakhirnya Rancangan Malaysia Kesembilan (RMK-9) dan 2010,'' kata Panglima Tentera Laut, Laksamana Tan Sri Abdul Aziz Jaafar kepada pemberita selepas menyempurnakan majlis pentauliahan KD Selangor di Pangkalan TLDM Lumut baru-baru ini.

Upacara penamaan dan pelancaran KD Selangor telah disempurnakan oleh anakanda Sultan Selangor, Tengku Zatashah Sultan Sharafuddin Idris Shah di Limbungan BNS di Lumut pada 19 Mei 2009.

Namanya diambil sempena nama kapal peronda KD Sri Selangor yang telah dilucutkan tauliah pada 1995.

Menurut Abdul Aziz, KD Selangor mempunyai keistimewaannya tersendiri kerana ia merupakan kapal keempat dan terakhir dalam kelas Kedah yang dibina 100 peratus oleh syarikat tempatan.

"Pencapaian ini amat membanggakan industri perkapalan dan pertahanan negara," kata beliau.
Apa yang lebih penting, dengan kehadiran KD Selangor, TLDM kini mempunyai enam NGPV, sekali gus memperkukuhkan kekuatannya dalam membuat rondaan dan mempertahankan perairan negara daripada diceroboh anasir luar.

KD Selangor akan ditempatkan di Pangkalan TLDM Lumut bersama dengan KD Kelantan manakala KD Kedah dan KD Pahang di Pangkalan TLDM Kota Kinabalu, Sabah dan KD Perak serta KD Terengganu pula di Pangkalan TLDM Kuantan, Pahang.

Semua kapal tersebut kini menjadi tulang belakang kepada segala operasi yang dilaksanakan di wilayah masing-masing, ujar Panglima Tentera Laut.

Untuk rekod, KD Selangor sepanjang 91.1 meter dan lebar 12.8 meter menggunakan sistem persenjataan STN Atlas Cosys 110-M1 dan senjata utamanya adalah meriam 76 milimeter (mm) OTO Melara dan meriam 30 mm OTO Breda.

Kapal tersebut dibina berkonsepkan 'fitted for but not with'. Ini bermakna, sistem dan peralatan sedia ada boleh diintegrasikan tanpa melalui proses modifikasi kompleks yang meningkatkan keupayaan peperangan pada kapal.

Pentauliahan KD Selangor juga mengembalikan kemasyhuran serta legasi kapal peronda KD Sri Selangor ketika pertempuran dengan Kor Komando Penggempur Indonesia di Selat Singapura pada 24 Julai 1964 pada era konfrontasi.

Dalam pertempuran itu, KD Selangor yang di bawah pemerintahan Leftenan P.K Nettur telah berjaya melumpuhkan musuh serta menenggelamkan bot mereka selepas membalas tembakan musuh.

Namun, kejadian itu mengakibatkan Laskar Kelas Satu Mekanik Elektrikal, Abdul Samad Sulaiman terkorban manakala Laskar Kanan Persenjataan, Kweh Onn Cheong dan Pegawai Kadet Kanan, Musa Jabar tercedera.

"Peristiwa itu membuktikan pengorbanan yang sanggup dilakukan oleh anak-anak kapal KD Selangor dalam mempertahankan kedaulatan dan integriti perairan negara.

"Oleh itu, saya harap pentauliahan KD Selangor ini dapat mengingatkan kita kepada rumpun sejarah perpaduan antara anggota tentera laut dan akan membakar semangat sedia berkorban di kalangan generasi baru warga kapal KD Selangor khasnya dan warga TLDM amnya," kata Abdul Aziz.

Jet J-20, KFX, dan Pertahanan Negara



Chengdu J-20 (photos : China Defense)
Bagi dunia penerbangan militer, kabar mutakhir yang banyak menjadi wacana hangat adalah tentang jet siluman (tak kasatradar) rancangan China, J-20. Selain itu sebenarnya juga ada kabar tentang pesawat tempur rancangan India, yakni light combat aircraft (LCA).

Untuk jet terakhir ini, Kementerian Pertahanan India, pekan silam, mengeluarkan izin (clearance) operasi awal bagi pesawat tempur serbaguna yang dikembangkan sendiri oleh India ini yang kini diberi nama ”Tejas”.

Bagi pengamat luar, keputusan di atas seperti menyiratkan bahwa militer India semakin bergerak menuju ke arah kemandirian (Sushant Singh, The Wall Street Journal, 18/1). Namun, hal itu tampaknya tidak melukiskan hal sebenarnya karena, dari seluruh perlengkapan militer India, kandungan lokal hanya 30 persen dan selebihnya merupakan produk impor. Tejas juga tak bisa dijadikan contoh karena proyek sudah dimulai pada 1969 hingga malah memunculkan pertanyaan apakah India sebenarnya serius mengembangkan kemampuan domestik di bidang pertahanan.

Sebaliknya terjadi pada China. Didorong kemajuan ekonomi, yang lalu memberi banyak dana untuk litbang militer, serta ambisi menjadi kuasa utama dunia, China konsisten untuk menguasai desain dan rekayasa, dari mainan anak-anak, produk teknologi informasi komunikasi komersial, seperti telepon seluler dan laptop, hingga pesawat terbang canggih.

J-20 dan F-22

Dari hasil rekayasa China, satu karya yang hangat dibicarakan seiring dengan lawatan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates ke Beijing, pertengahan Januari lalu, adalah jet yang didaku China berkemampuan mengelak dari radar.

J-20 merupakan jet tempur bermesin dua yang disebut-sebut masuk kategori jet tempur generasi kelima, setara dengan jet F-22 Raptor dan F-35 Lightning II. Seperti diberitakan (Kompas, 7/1), J-20 bahkan punya badan lebih besar dan panjang, menyiratkan ia diproyeksikan mengangkut senjata lebih banyak dan menjangkau sasaran lebih jauh.

J-20 terbang perdana pada 11 Januari 2011 di Chengdu, yang—bersama Shenyang di Provinsi Liaoning dan Xi’an di Provinsi Shaanxi—merupakan pangkalan industri kedirgantaraan China yang paling maju (China Daily, Asia Weekly, 14-20/1).

Memang dari penerbangan perdana kemarin orang belum bisa menyimpulkan, apakah J-20 benar-benar merupakan pesawat tempur generasi kelima. Sekadar catatan, dalam dunia penerbangan militer, definisi generasi kelima masih sering diperdebatkan. Namun, satu hal sudah jelas, jet generasi kelima merupakan pesawat tempur yang supercanggih. Selain memiliki teknologi stealth yang membuatnya sulit dideteksi radar, ia juga berkemampuan manuver unggul, demikian pula avionik (elektronika penerbangan) yang maju. Komputer penerbangan yang ada di pesawat membuat pesawat juga terintegrasi dengan medan tempur, bisa mengkaji situasi dengan cepat.

Dewasa ini, satu-satunya jet tempur yang punya kemampuan seperti itu adalah F-22 Raptor yang kini dioperasikan AU AS (USAF) untuk mempertahankan keunggulan udara (air supremacy) adidaya satu-satunya.

China, yang memandang pertahanan negaranya juga harus tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonominya, melihat keunggulan udara seperti AS juga harus dimiliki. Kini, meski masih harus membuktikan kemampuan J-20, China setidaknya sudah bisa membuktikan, ia bisa membuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) mutakhir ini. Sejumlah analis mengatakan, penerbangan perdana J-20 menjadi petunjuk bahwa China membuat kemajuan lebih cepat daripada yang diduga orang dalam membuat tandingan F-22 (Reuters/Jakarta Post, 12/1).

Melihat munculnya program jet tempur supercanggih, negara lain, seperti Jepang, jelas tak bisa berpangku tangan. Setelah permintaan membeli F-22 sejauh ini ditolak AS, Jepang sempat memperlihatkan niat untuk membuat sendiri jet tempur siluman.

Negara lain peminat F-22 adalah Australia. Namun, sebagaimana Jepang, Australia, sebagai sekutu dekat AS, pun masih belum diizinkan membeli jet yang dihitung dari biaya pengembangannya merupakan jet tempur paling mahal di dunia, dengan harga satuan sekitar 250 juta dollar AS (sekitar Rp 2,25 triliun). Berikutnya, seiring penambahan produksi, harga F-22 disebut menjadi 130 juta dollar AS per unit (Kompas, 25/7/2007).

Secara kemampuan, F-22 bisa melumpuhkan jet tempur apa pun di dunia sekarang ini. Lawan tak akan pernah tahu, F-22 ada di mana dan akan datang menyerang dari arah mana, tetapi tahu-tahu ia akan jadi sasaran rudal udara-ke-udara (seperti AIM-120 AMRAAM) yang dibawa F-22.

Memetik Pelajaran
KFX seri 5.0G (photo : chosun)

Dewasa ini, Indonesia juga tengah mengembangkan kerja sama dengan Korea Selatan untuk membuat jet tempur canggih generasi 4,5. Ini berarti, kemutakhiran pesawat di atas F-16C/D, tetapi masih di bawah F-22 atau F-35.

Sebagian kalangan memang masih mempertanyakan kemanfaatan program ini, dari sisi biaya ataupun dari sisi pemilihan mitra. Pada era munculnya jet tempur canggih, seperti F-22 atau J-20, membuat jet seperti KFX yang digagas Korsel-Indonesia terkesan kehilangan relevansi. Namun, di pihak lain, ada sejumlah faktor positif untuk mendukung program semacam ini.

Selain memajukan kemandirian, melalui program semacam KFX bisa dikembangkan pula kemampuan rekayasa insinyur penerbangan Indonesia, yang berikutnya diharapkan bisa menghasilkan spin-off atau manfaat ikutan, yang memicu produk atau kemampuan lain.

Namun, satu hal juga dapat ditarik dari program seperti J-20, yaitu proyek pertahanan yang dilaksanakan dengan biaya mahal ini tak lalu menghasilkan produk seperti LCA Tejas India. Pemerintah dan industri nasional harus sepenuhnya mendukung program nasional ini dan menjadikannya ujung tombak penguasaan teknologi serta alutsista yang dibutuhkan negara. (/ninok leksono)

BERITA POLULER