Pages

Sunday, August 8, 2010

Castro Imbau Obama Hindari Konfrontasi Militer Dengan Iran

Castro Imbau Obama Hindari Konfrontasi Militer Dengan Iran
Fidel Castro . (ANTARA/REUTERS/Roberto Chile)
Havana (ANTARA News/RIA Novosti-OANA) - Pemimpin revolusioner Kuba Fidel Castro, 83 tahun, mengimbau Presiden Amerika Serikat Barack Obama agar menghindari konfrontasi militer dengan Iran dalam pidatonya yang bersejarah di depan parlemen Kuba.

Castro, yang jarang tampil di depan umum setelah mengalami operasi bedah pada 2006, ikut ambil bagian untuk pertama kalinya dalam acara pemerintah selama empat tahun terakhir, Sabtu.

Mengenakan baju militer hijau gelap dia tampil 90 menit di depan sidang darurat Majelis Kekuatan Rakyat Nasional atas permintaannya.

Selama sepuluh menit pidatonya, Castro menegaskan kembali bahwa konflik militer antara AS dan Iran akan mengakibatkan pecahnya konflik nuklir, dan perintah presiden untuk menyerang Iran akan berarti "kematian instan" bagi jutaan orang.

Castro mengatakan bahwa dua bulan lalu, dia menduga bahwa perang antara AS dan Iran mungkin akan segera terjadi. Tetapi hari itu dia memiliki "harapan, yang sangat kuat" bahwa konflik itu bisa dihindarkan.

Pemimpin Kuba, yang jarang muncul di depan publik sejak menyerahkan kekuasaan kepada adiknya pada 2008, membuat serangkaian penampilan di depan umum pada musim panas ini.

Pada akhir Juli lalu dia menghadiri perayaan hari ulang tahun ke-57 revolusi Kuba.

Fidel juga mengeluarkan CD koleksi artikelnya dari laman Internet CubaDeate, dan menyiarkan memoir terbarunya dari kumpulan kejadian sejak 1958 ketika para revolusioner muda membebaskan pulau itu dari rezim Fulgencio Batista. (AK/K004)

antara

China Pertahankan Hubungan Bisnis dengan Iran

Beijing (ANTARA News) - China mempertahankan hubungan bisnisnya dengan Iran setelah seorang pejabat senior Amerika Serikat menyeru Beijing untuk mengikuti sanksi PBB terhadap republik Islam itu.

Pernyataan juru bicara kementerian luar negeri China itu disiarkan di media negara itu, Kamis, menyusul pernyataan anggota senior parlemen AS yang mengimbau agar sanksi-sanksi itu dikenakan Beijing berkaitan dengan investasi besarnya di sektor energi di Teheran.

"Perdagangan China dengan Iran adalah pertukaran bisnis biasa, yang tidak terpengaruh kepentingan-kepentingan negara lain dan masyarakat internasional," kata juru bicara Jiang Yu, seperti yang dikutip oleh China Daily.

"Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, China selalu mengamati resolusi Dewan."

Pada Juni lalu, Dewan Keamanan PBB memberlakukan paket keempat sanksi terhadap Iran berkaitan dengan program nuklir yang disengketakan. Barat dan Israel menuduh program nuklir Iran sebagai kedok untuk pembuatan senjata dan Iran menolak untuk membekukan pengayaan uranium.

China, yang adalah pemegang hak veto di Dewan Keamanan, mendukung tindakan PBB, namun sejak awal Beijing menentang dikenakannya sanksi sepihak oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. China menyerukan dilakukan perundingan-perundingan dengan Iran.

Pada Senin, Robert Kinhorn, penasehat husus Departemen Luar Negeri AS, mengimbau China untuk mendukung penuh sanksi-sanksi terhadap Iran dan Korea Utara, yang juga dicurigai mengembangkan senjata nuklir.

"Kami ingin China sebagai pemangku kepentingan bertanggungjawab di dalam sistem internasional," kata Einhorn saat berkunjung ke Seoul.

"Itu berarti kerja sama dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB dan berarti tidak mendukung atau tidak mengambil keuntungan dari menahan diri dari tanggung jawab negara lain."

Seorang juru bicara kedutaan AS di Beijing mengatakan, Kinhorn tidak memperkirakan berkunjung ke China dalam pekan ini, namun pada akhir bulan ini.

Juga pada Senin, anggota parlemen AS, Ileana Ros-Lehtinen = petinggi Republik di Komite Luar Negeri Dewan Perwakilan - mengatakan, investasi oleh perusahaan-perusahaan milik negara China di sektor energi Iran secara efektif mendukung program nuklir Iran.

Ros-Lehtinen tidak menjelaskan secara rinci, namun para pejabat AS mencatat bahwa perusahaan-perusahaan China melangkah untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh perusahaan-perusahaan yang meninggalkan Iran karena sanksi PBB dan AS.

"Kini saatnya untuk melaksanakan sanksi hukum kami dan menunjukkan kepada Rusia dan China bahwa ada konsekuen untuk bersekongkol dengan Iran dan mengambangkan sanksi-sanksi AS," katanya dalam pernyataan.
(H-AK/A038)
antara

Ahmadinejad Akan Berkunjung ke Libanon Setelah Ramadan

Teheran (ANTARA News/AFP) - Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad akan mengunjungi Libanon setelah bulan puasa Ramadan, kata seorang pejabat penting Ahad, saat Teheran menjanjikan dukungannya pada Beirut dan Damaskus dalam menghadapi "agresi" dari Israel.

"Presiden akan ke Libanon pada kesempatan pertama setelah Ramadan," jelas Menteri luar Negeri Manouchehr Mottaki dalan konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Libanon, Ali al-Shami, yang sedang berkunjung.

Bulan suci, pada saat umat Islam berpantang makan, minum, merokok dan berhubungan seks pada siang hari, diperkirakan akan dimulai Kamis di Iran, tergantung pada penglihatan atas bulan baru.

Kunjungan terakhir oleh seorang presiden Iran ke Libanon adalah oleh Mohammad Khatami yang reformis pada Mei 2003, sementara Presiden Libabon Michel Sleiman telah mengunjungi Teheran pada Nnvember 2008.

Mottaki juga menjanjikan dukungan Iran pada Libanon dan Suriah terhadap ancaman dari Israel.

"Pemerintah republik Islam dan negara Iran berdiri bersama pemerintah dan negara Libanon dan Suriah melawan agresi dan ancaman dari rezim Zionis itu," kata Mottaki.

Ia menyatakan Iran telah mengadakan konsultasi terus dengan Beirut dan Damaskus, dan Teheran "siap untuk menjawab secara positif setiap permintaan dari saudara-saudaranya".

Mottaki dan Shami menyerang Israel ketika mereka mengutuk negara Yahudi itu karena bentrokan terakhir di perbatasan Israel-Libanon serta serangan 31 Mei oleh pasukan khususnya terhadap armada kapal bantuan menuju wilayah Gaza yang diblokade Israel.

"Kelangsungan hidup rezim Zionis itu akan menghadapi masalah serius," kata Mottaki dalam komentar yang diterjemahkan oleh saluran Press TV berbahasa Inggris.

Shami, yang mengakui bantuan Iran pada masalah Arab Israel, menambahkan bahwa "agresi Israel karena sifatnya yang bermusuhan".

Pada 4 Agustus, tembak-menembak mematikan di perbatasan antara Israel dan Libanon menewaskan seorang kolonel Israel, dua warga Libanon dan seorang wartawan Libanon.

Serangan 31 Mei oleh Israel terhadap armada kapal bantuan menyebabkan sembilan aktivis pro Palestina tewas dan memicu teriakan internasional terhadap negara Yahudi itu. (S008/K004)

antara

Mottaki: Iran di Pihak Lebanon dan Suriah

Teheran (ANTARA News/IRNA-OANA) - Pemerintah dan bangsa Iran sepenuhnya berada di pihak Lebanon dan Suriah serta tidak akan ragu mendukung mereka, kata Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki Ahad.

Pernyataannya itu merujuk pada kejahatan terbaru rezim Zionis yang mengakibatkan bentrokan mematikan di lintas-perbatasan yang menyebabkan lima orang tewas.

Pertempuran terjadi ketika tentara rezim Zionis memasuki wilayah Lebanon pada 3 Agustus untuk mencabut pohon yang mereka akui sebagai penghalang daerah pengawasan perbatasan mereka.

Pertempuran mengakibatkan tiga tentara Lebanon tewas, di samping seorang serdadu Zionis dan seorang wartawan Lebanon ditangkap di antara baku tembak.

Berbicara kepada konferensi pers dengan timpalannya Menteri Luar Negeri Lebanon, Ali al-Shami, yang sedang bertamu , Menlu Iran mengatakan, Iran akan membantu dan mendukung walau tidak diminta oleh Lebanon, karena itu kedua pihak akan terus melakukan tukar pandangan mengenai perkembangan besar regional.

Mottaki menegaskan, bahwa Teheran meyakini hak resmi bangsa dan pemerintah Lebanon untuk mempertahankan wilayah mereka, dan menghentikan apapun bentuk agresi terhadap bumi Lebanon.(*)

(Uu.H-AK/R009)
antara

Angkatan Laut Iran Diperlengkapi Empat Kapal Selam Baru

Teheran (ANTARA News/AFP) - Angkatan laut Iran, Ahad, telah menerima pengiriman empat kapal selam mini baru kelas Ghadir produksi dalam negeri, demikian laporan media.

Angkatan laut telah menerima tujuh kapal selamnya sendiri dari tipe itu, yang berbotot 120 ton dan pertama diluncurkan pada 2007.

Iran melukiskan Ghadir sebagai kapal selam siluman, yang hampir tak dapat dideteksi dengan sonar dan dimaksudkan untuk operasi pantai di perairan dangkal, utamanya di Teluk.

Kapal itu berdasarkan pada model kelas Yono Korea Utara dan dapat menembak torpedo, tapi tugas utamanya tampaknya akan menggerakkan komando, meletakkan ranjau dan melakukan misi pengintaian, kata beberapa pakar.

Inventaris kapal selam Iran yang mematroli perairan Teluk juga mencakup tiga kapal selam diesel kelas Kilo buatan Rusia yang dibeli pada 1990-an dan sebuah Nabang, kapal ringan seberat 500 ton buatan Iran yang pertama diluncurkan pada 2006.

Pada 2008, Iran mulai membuat kapal selam baru yang dinamai Qaem, yang akan diluncurkan dalam beberapa hari ini, kata kepala militer Ataollah Salehi pekan lalu. Ia melukiskan kapal selam itu sebagai "setengah-berat" dan mampu beroperasi di laut bebas seperti Samudera India dan Teluk Aden.

Sedikit informasi telah dikeluarkan mengenai kapal produksi dalam negeri itu, yang negera itu katakan mampu menembakkan rudal dan torpedo. (S008/K004)

TNI AU Tambah Alutsista Senilai 90 Juta

TNI AU Tambah Alutsista Senilai 90 Juta Dolar
Yogyakarta, (ANTARA News) - TNI AU akan menambah alat utama sistem persenjataan (alutsista) berupa senjata dan amunisi udara senilai 90 juta dolar AS untuk sejumlah pesawat tempur seperti F-16 dan Sukhoi pada 2010.

"Kami akan mendatangkan senjata dan amunisi udara besar itu dari AS dan Rusia," kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya (Marsdya) TNI Imam Sufaat di Gedung Sabang Merauke, Kompleks Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, usai membuka Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU dan Apel Komandan Satuan (Dansat) 2010, untuk pembelian amunisi dari AS dialokasikan dana sebesar 36 juta dolar AS, sedangkan dari Rusia dianggarkan 54 juta dolar AS.

"Kami membeli senjata dan amunisi dari dua negara tersebut karena TNI AU saat ini memiliki pesawat tempur buatan AS dan Rusia. Langkah itu ditempuh karena senjata dan amunisi buatan negara Barat dan Timur itu berbeda spesifikasinya," katanya.

Ia mengatakan, untuk penambahan senjata dan amunisi udara tersebut ada alokasi dana yang disisihkan dari anggaran 2010, dan TNI AU telah mengajukan anggaran yang dibutuhkan untuk pembelian alutsista itu kepada Menteri Pertahanan dan Markas Besar (Mabes) TNI.

"Dalam rencana strategis (renstra) pembangunan TNI AU 2010-2014 telah direncanakan untuk menambah dan mengganti alutsista yang telah tua dan tidak layak pakai. Upaya itu untuk mendukung kelancaran tugas operasional TNI AU, karena saat ini alutsista yang dimiliki masih kurang," katanya.

Terkait dengan jumlah personel, KSAU mengatakan, saat ini total personel TNI AU berjumlah 37.000 orang yang terdiri atas 31.000 personel militer dan 6.000 pegawai negeri sipil (PNS).

Jumlah personel tersebut mencukupi untuk melaksanakan tugas TNI AU sehingga belum ada rencana menambah personel dalam waktu dekat.

Menurut dia, jumlah personel akan ditambah jika alutsista bertambah, karena pengembangan organisasi diikuti oleh pengembangan orang.

"Misalnya, jika ada penambahan radar, akan menambah 60 personel untuk mengoperasikannya. Jika ada skuadron tempur baru akan menambah 150 personel," katanya.

Berdasarkan kesiapan alutsista pada 2010, rencana kebutuhan jam terbang sebanyak 55.252 jam yang digunakan untuk mendukung kesiagaan penanggulangan bencana, memenuhi kebutuhan latihan awak pesawat, operasi, pendidikan, dan kegiatan lain. Untuk radar membutuhkan jam operasional sebanyak 18 jam per hari, katanya.(*)

antara

Saturday, August 7, 2010

RI Beli Kapal Selam Buatan Rusia


istimewa
Ilustrasi : kapal selam Rusia yang dikenal andal dan kuat.
Senin, 9 Februari 2009 | 11:44 WITA

PANGKALPINANG, TRIBUN- Pemerintah Republik Indonesia (RI) akan membeli kapal selam buatan Rusia. Pembelian kapal selam itu dilakukan secara bertahap mengingat krisis ekonomi sekarang masih cukup berat dan pemerintah tetap fokus menjaga stabilitas ekonomi rakyat.

"Memang ada rencana akan membeli kapal selam dan saya sudah meninjau beberapa pabrik kapal selam di Moskow, Rusia. Kapal selam ini untuk memberikan isyarat kepada musuh terhadap kekuatan angkatan laut kita, sekaligus mengantisipasi perang terbuka bila diperlukan," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI,Yusron Ihza di Pangkalpinang, Senin (9/2)

"Tidak perlu memiliki banyak kapal selam karena harganya mahal,cukup tiga kapal selam canggih saja sudah memadai untuk menjaga kedaulatan wilayah bawah laut dari ancaman musuh,"ujarnya.

"Saya selalu katakan bahwa kekuatan ekonomi cukup berpengaruh terhadap pertahanan dan keamanan,jika perekonomian dalam negeri rapuh maka pertahanan juga akan begitu,demikian pula sebaliknya,"ujarnya.

Ia mengatakan bahwa pertahanan ekonomi relatif stabil dan pemerintah ada uang, maka anggaran pertahanan juga akan naik,namun belum bisa dipastikan kapan perekonomian mulai membaik.

"Saya dan teman-teman di DPR sudah memperjuangkan anggaran pertahanan itu dinaikkan,namun tidak bisa dalam krisis ekonomi sekarang ini," katanya lalu mengatakan anggaran yang diajukan hanya disetujui sepertigannya.

Kondisi tersebut,katanya,cukup dilematis karena negara ini memerlukan dana cukup besar untuk pertahanan dan keamanan namun pemerintah dihadapkan pada krisis ekonomi sehingga sulit menaikkan anggaran pertahanan dan keamanan.

"Ini yang menjadi kendala selama ini kenapa peralatan perang RI untuk menjaga ketutuhan NKRI serba terbatas, terutama peralatan perang angkatan udara dan laut," demikian Yusron Ihza.

Sebelumnya, Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia Alexander A. Ivanov mengatakan, Indonesia dan Rusia tengah merundingkan kontrak pembelian persenjataan tempur termasuk kapal selam.

"Perundingan soal itu masih berjalan," kata Ivanov seusai memberi kuliah bertema Rusia setelah Perang Dingin (Russia after Cold War) yang diselenggarakan Pusat untuk Dialog dan Kerja sama antar Peradaban (CDCC) di Jakarta, 18 Oktober 2008.

Hadir dalam acara itu antara lain Ketua CDCC dan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin.

Pernyataan ini disampaikan Ivanov, terkait laporan yang menyebut Menteri Pertahanan Juwono Soedarsono akan menghentikan perundingan pembelian kapal selam dengan Rusia karena biaya perawatannya mahal.

Indonesia tengah mempelajari tawaran Jerman dan Korea Selatan bagi pengadaan dua kapal selam untuk melipatgandakan armadanya, kata Juwono dalam jumpa pers dengan sejawatnya dari Australia Joel Fitgibbon.

Indonesia tetap akan membeli tiga jet tempur Sukhoi dari Rusia dan telah memperoleh sistem persenjataan untuk empat pesawat Sukhoi yang sudah dioperasikan TNI.

"Saya belum mendengar kabar atau membaca laporan tentang penghentian perundingan, khususnya pembelian kapal selam," kata Ivanov.

Dalam ceramahnya, Ivanov menyinggung hubungan bilateral Rusia-Indonesia di berbagai bidang yang berjalan baik termasuk pada forum internasional di Dewan Keamanan PBB di mana Indonesia duduk sebagai anggota tidak tetap sementara Rusia sebagai anggota tetap.

"Kami serius menjalin hubungan dengan Indonesia," ujarnya.

Menurut dia, Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia merupakan mitra sangat penting bagi Rusia dan bersedia menelurkan prakarsa-prakarsa bersama demi dialog antaragama dan peradaban.

Ivanov mengatakan seperlima dari 150 juta penduduk Rusia adalah muslim yang hidup berdampingan dengan pemeluk Kristen atau Buddha.

"Kami akan menindaklanjuti hubungan kedua negara dengan pertukaran antara Muslim atau pemimpin organisasi Islam," janjinya.

Pada bagian lain, Dubes Ivanov menyampaikan latar belakang serangan Georgia ke wilayah Ossetia Selatan dan aksi militer yang dilakukan terhadap negara tetangganya itu.

Ossetia Selatan dan Abkhazia telah menyatakan diri sebagai negara merdeka dan lepas dari Georgia.

"Sejumlah negara seperti Bolivia, Venezuela, Belarusia telah mengakui kemerdekaan kedua negara itu," papar Ivanov.

Tentang hubungan Rusia dengan Amerika Serikat, ia juga menyatakan bahwa AS tak dapat menyelesaikan masalah di dunia sendirian dan memerlukan negara-negara lain.

"Kedua pemimpin negara beberapa kali bertemu untuk mengadakan dialog," kata Ivanov.

Ia menyatakan, dunia tak lagi mengenal istilah "unipolar" tetapi sudah "multipolar" ditandai dengan sejumlah negara yang mengalami kemajuan di bidang ekonomi dan politik. (ant)

http://www.tribunkaltim.co.id/read/artikel/21149

BERITA POLULER