Pages

Thursday, November 24, 2011

Krisis Rudal, Rusia Ancam AS dan NATO


Rudal-rudal canggih Rusia ditempatkan pada posisi siap serang. AS dan NATO jadi target.

Kamis, 24 November 2011, 21:13 WIB
Denny Armandhanu

VIVAnews - Rudal-rudal canggih Rusia ditempatkan pada posisi siap serang. Militer Rusia juga akan dipaksa putar otak, mencari tahu cara melumpuhkan sistem pertahanan musuh. Beruang Merah tampaknya marah, tidurnya terganggu oleh rencana Paman Sam di Eropa.

Kemarahan Rusia ditegaskan oleh Presiden Dmitry Medvedev dalam pernyataannya Rabu waktu setempat. Pemerintahnya menolak rencana Amerika Serikat dan NATO membangun sistem pertahanan rudal (anti-ballistic missile defense/ABM) di beberapa negara di Eropa Timur. NATO berdalih, sistem yang akan rampung 2020 ini demi melindungi sekutu-sekutu AS dari serangan Iran.

Saat ini proses pembangunan tengah dilakukan di Polandia, Rumania, Spanyol. Sementara sistem radar akan dipusatkan di Turki. Untuk penghancur serangan rudal, NATO menggunakan SM-3 interceptors.

Medvedev khawatir, alih-alih pertahanan, rudal tersebut akan digunakan AS untuk mengincar persenjataan nuklir Rusia. Padahal, nuklir adalah salah satu kartu Rusia dalam mempertahankan diri pasca Perang Dingin yang berakhir 1991 lalu.

Tidak peduli terikat perjanjian pengurangan penggunaan senjata atau yang disebut START (Strategic Arms Reduction Treaty) dengan AS, Medvedev menyatakan pemerintahnya akan bertindak agresif jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Dalam siaran langsung di televisi, Medvedev mengatakan telah memberikan beberapa perintah kepada militer Rusia.

Pertama, kata Medvedev, dia telah memerintahkan Kementerian Pertahanan untuk menempatkan stasiun radar peringatan dini serangan rudal di Kalinigrad, daerah di Rusia yang berbatasan dengan Polandia. Stasiun ini akan segera memberian sinyal bahaya jika ada rudal yang meluncur menuju Rusia.

Kedua, Medvedev memerintahkan dipasangnya selubung pelindung di persenjataan nuklir Rusia. Ketiga, Medvedev memerintahkan dipasangnya rudal strategi balistik terbaru milik angkatan laut dan angkatan rudal strategis Rusia di sistem rudal penetrasi pertahanan. Rudal-rudal tersebut, katanya, memiliki hulu ledak baru yang lebih canggih dan efektif.

Keempat, Medvedev memerintahkan angkatan bersenjata Rusia untuk mengantisipasi langkah dan mencari cara melumpuhkan sistem data pertahanan dan pemandu rudal musuh. "Langkah ini sangat tepat, efektif dan lebih murah," kata Medvedev.

Kelima, langkah antisipasi jika semua langkah di atas tidak mampu mengubah niat NATO, Rusia akan menempatkan sistem serang yang modern di bagian Barat dan Selatan. Puncaknya, kata Medvedev, adalah peluncuran rudal Iskandar. "Langkah ini untuk memastikan bahwa kita mampu menghancurkan sistem pertahanan rudal AS di Eropa," tegasnya.

AS Tidak Mundur

Ancaman Medvedev ini tidak membuat AS mundur dari rencananya barang sejengkal pun. AS bersikeras ABM miliknya tidak akan membahayakan Rusia. "Dalam berbagai kesempatan kami telah menjelaskan kepada pemerintah Rusia, bahwa sistem pertahanan rudal di Eropa tidak akan dan tidak bisa mengancam pertahanan Rusia," kata Juru bicara dewan keamanan nasional di Gedung Putih, Tommy Vietor.

Kendati Rusia mengeluarkan ancaman yang tidak main-main, AS menanggapinya dengan santai. "Implementasinya berjalan sangat baik dan kami tidak melihat adanya ancaman untuk membatalkannya. Kami tidak akan membatasi atau mengubah rencana kami di Eropa," kata Vietto lagi.

Untuk menghindari agresi dan kedua pihak sama-sama senang sebetulnya tidak sulit. AS hanya harus memenuhi tuntutan Rusia dan NATO. AS sebagai penggagas dan pencipta ABM di Eropa menolak untuk menandatangani perjanjian tertulis dan mengikat berisikan jaminan bahwa Rusia tidak akan menjadi target serangan.

AS melalui Ellen Tauchser, Direktur Pengendalian Senjata dan Keamanan Internasional Kementerian Dalam Negeri AS, mengatakan AS bersedia memberikan jaminan tertulis, tapi tidak di bawah payung hukum.

"Kami tidak bisa memberikan komitmen yang mengikat, atau menyetujui pembatasan pertahanan rudal, yang akan mengganggu kami dalam mengatasi ancaman," kata Tauchser dalam Konferensi Pertahanan Rudal Dewan Atlantik di Washington bulan lalu.

Membuka Luka Lama

Sebenarnya kisruh sistem pertahanan rudal di Eropa adalah isu lama yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Vladimir Putin dan Presiden George Bush 2007 silam. Kala itu Putin mengajukan kepada AS sistem pertahanan rudal tunggal di Eropa. Dia juga menawarkan AS untuk menggunakan radar Rusia di Gabala, Azerbaijan, yang disewa dari pemerintah Baku.

AS menerima tawaran Rusia tersebut. Selain radar di Gabara, AS juga dapat menggunakan fasilitas radar di Armavir, Selatan Rusia. Namun Rusia memiliki sebuah persyaratan: AS harus membatalkan rencana mengirim rudal pengalih ke Polandia dan pembangunan radar di Republik Ceko. Syarat inilah yang ditolak pemerintah Washington. Proyek anti-rudal kedua negara terhenti. Hubungan kedua negara renggang.

Barulah pada tahun 2010, Presiden Obama berusaha untuk memulai kembali dari nol hubungan Rusia. Salah satu tindak lanjutnya, Obama dan Medvedev memperbarui kembali Perjanjian START. Sebelumnya, perjanjian ini pernah ditandatangani oleh Presiden AS George Bush dan Presiden Rusia Mikhail Gorbachev pada Juli 1991, dan kadaluarsa pada 2009.

Pemerintahan Obama tidak lagi mempermasalahkan rudal di Polandia dan radar di Ceko, namun membuat proyek yang lebih besar, yaitu sistem pertahanan Eropa di bawah NATO. Konfigurasi sistem ini masih dirahasiakan. Disebut-sebut, sistem di Eropa adalah misi Pentagon untuk membuat sistem anti-rudal global.

Ketegangan sudah terlihat ketika Medvedev bertemu Obama pada pertemuan APEC di Honolulu, Hawaii, awal November lalu. Keduanya mengaku pembicaraan soal sistem perlindungan rudal tidak menemukan jalan keluar. Medvedev telah memberikan sinyal akan membuat sistem pertahanan rudal sendiri atau meneruskan perlombaan pembuatan senjata, berarti Perang Dingin akan dimulai kembali.

Jika sudah demikian, maka perjanjian START akan secara otomatis dibatalkan. Namun, Medvedev sepertinya sudah mengantisipasi hal ini. "Terdapat kondisi dimana perjanjian START dibatalkan, dan opsi kali ini merupakan yang tercantum dalam perjanjian," kata Medvedev. (Reuters, CNN, Voice of Russia) (eh)

• VIVAnews

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK