Senin, 16 Mei 2011 | 16:04 WIB
Bajak laut Somalia. AP/U.S.Navy, Petty Officer Jason Zalasky
TEMPO Interaktif, Jakarta - Meski pemerintah mengklaim operasi pembebasan Kapal Kargo Sinar Kudus dari perompak Somalia terbilang sukses, tetap saja menyisakan tudingan. Pemerintah disebut lamban menangani operasi pembebasan itu. Benarkah begitu?
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro membantah tudingan itu. Saat bertemu sejumlah pemimpin redaksi di Jakarta, Rabu 11 Mei 2011 malam pekan lalu itu, Purnomo malah balik memaparkan "kisah" di balik layar, pembebasan itu. “ Kami sudah
all out,” kata Purnomo di kantornya. “Jadi, tidak benar pemerintah lamban.”
Purnomo memaparkan, 10 hari setelah kapal dibajak, Mabes TNI telah mengirimkan pasukan khusus ke perairan Somalia. Dari Kopassus, Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat hingga Komando Pasukan Katak, Marinir dan Detasemen Jala Mengkara dari TNI Angkatan Laut.
Belum lagi Peleton Intai Tempur Kostrad. “Mereka sebagian berangkat dulu, sebagian diterbangkan langsung ke Kolombo, Sri Langka, sebelum ke perairan Somalia,” kata Purnomo. “Dua Fregat kita, KRI Abdul Halim Perdanakusumah dan KRI Yos Sudarso, juga bersiap di sana.”
Menurut Purnomo, pemerintah memiliki tiga opsi atau pilihan rencana dalam upaya membebaskan kapal MV Sinar Kudus dari tangan perompak Somalia. Opsi pertama adalah negosiasi, kedua operasi militer, dan yang terakhir adalah opsi negosiasi dan operasi militer.
Ketiga opsi itu sudah diputuskan dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Setelah dikaji, akhirnya opsi ketiga dipilih untuk membebaskan Sinar Kudus,” kata Purnomo.
Sejumlah kendala menjadi pertimbangan dalam melakukan opsi. Pertama, seluruh keluarga awak kapal meminta pemerintah menjamin keselamatan mereka. “Di media, melalui Ikatan Nakhoda Niaga Seluruh Indonesia, mereka meminta orang tua dan keluarga diselamatkan,“ kata Purnomo. ”Ini permintaan utama yang dimintakan ke Presiden.”
Kendala lainnya, kapal tim pembebasan yang disebut Duta Samudra itu baru tiba di lokasi setelah menempuh 12 hari tak bisa langsung melakukan operasi militer. Ketika kapal tiba di Kolombo, Sinar Kudus sudah bergeser ke Somalia.
Apalagi, kondisinya Sinar Kudus sudah lego jangkar di perairan Somalia. Jaraknya tiga mil dari daratan yang dikenal sebagai Kampung Perompak. Di perairan itu, posisi Sinar Kudus dikepung kapal-kapal lain yang diduga isinya adalah lanun. “Kami harus memperhitungkan risiko. Jika kapal bersandar, risiko tinggi jika dilakukan operasi militer,” kata Purnomo.
Saat lego jangkar, kata Purnomo, setidaknya ada 10 kapal negara lain yang ada di situ. “Sekali lagi, banyak korban yang dipertimbangkan,” ujarnya.
Faktor lainnya kenapa opsi militer tidak ditempuh karena kapal Sinar Kudus tidak seperti kapal kargo Hanjin Tianjin. Kapal kargo milik Korea Selatan itu, menurut Purnomo, memiliki ruangan yang kedap suara. Jadi, ketika Korea menyelamatkan kapal itu dari serangan kelompok Perompak, awak kapal korea itu sudah mematikan mesin kapal dan menyaksikan kedatangan perompak.
“Mereka sudah masuk ruangan dan mematikan mesin kapal,” ujarnya. “Kapal Korea itu memiliki 72 kompartemen.”
Selain itu, faktor alam juga berpengaruh. Akhir Maret, ternyata tidak ada bulan di akhir Maret. Karena itu, kapal perang itu tidak bisa mendekat lebih dari 20 mil. “Jadi kalau malam ya seperti siang, terang benderang,” kata Purnomo. “Praktis, kondisinya tak memungkinkan melakukan serangan.”
Karena itu, menurut Purnomo, pasukan TNI seolah menunggu. “Kami menunggu saat tepat,” ujarnya. "Jadi, KRI kita membayangi para bajak laut dan Sinar Kudus.”
Repotnya, ternyata di sana sudah banyak calo. “Mereka sudah mengatur uangnya diserahkan ke mana. Jadi, ini tidak mudah.” Menurut Purnomo, pembajakan kapal di perairan Somalia ini telah menjadi "industri" besar sejak 2007. “Setidaknya lebih dari 70 kasus pembajakan oleh pembajak Somalia dan tren ini terus berlanjuit bahkan meningkat.”
Meski begitu, Purnomo memastikan pembebasan sandera Sinar Kudus kali ini adalah bagian prestasi sendiri. Selama ini, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk tercapainya pembebasan di tahun 2010 adalah lebih dari 150 hari dan waktu tersingkat sekitar 60 hari. “Tidak ada satu negara pun yang bisa membebaskan kurang dari 150 hari. Kita bisa mengatakan prestasi yang baik berkat kerja sama hanya 46 hari," ujarnya.
TEMPO INTERAKTIF