Pages

Saturday, December 10, 2011

Hentikan Produkdi Bila Rafale Tidak Laku

Paris - Pemerintah Perancis
memutuskan akan menghentikan
produksi pesawat tempur Rafale
apabila pihak pabrikan pesawat itu,
Dassault Aviation, gagal menjual
pesawat ini ke luar negeri. Produksi
hanya akan dilanjutkan untuk
menyelesaikan pesanan Angkatan
Bersenjata Perancis.
"Jika Dassault tidak bisa menjual
Rafale ke luar negeri, produksinya
akan dihentikan," tandas Menteri
Pertahanan Gerard Longuet kepada
wartawan di Paris, Rabu (7/12 /2011).
Menurut Longuet, produksi akan
dihentikan begitu pesanan 180
pesawat dari Angkatan Bersenjata
Perancis selesai dibuat pada 2018.
Pesawat bersayap delta, yang
dibanggakan Perancis sebagai
pesawat tempur canggih itu, belum
satu pun terjual di luar negeri sejak
pertama kali dioperasikan pada 1998.
Saat ini, Rafale sedang bersaing
dengan pesawat Eurofighter Typhoon
buatan untuk memenangi kontrak
pembelian 126 pesawat tempur
multiperan menengah dari AU India.
Longuet mengatakan, pihaknya masih
berunding alot dengan pihak Uni
Emirat Arab (UEA), yang berencana
membeli 60 pesawat generasi 4,5 ini.
Namun, pihak UEA bulan lalu
mengatakan penawaran dari Perancis
ini tidak kompetitif dan memilih
melirik Typhoon serta beberapa
tawaran produk lain dari AS.
Bocoran kawat diplomatik rahasia AS
yang dimuat WikiLeaks pada 2010
menyebutkan, Raja Hamad dari
Bahrain pernah mengejek Rafale
sebagai pesawat dengan "teknologi
masa lalu".
Rafale juga tidak beruntung di Swiss,
yang lebih memilih membeli pesawat
Saab Gripen buatan Swedia untuk
menggantikan armada angkatan
udaranya yang sudah mulai menua.
Saat ditanya mengapa Rafale susah
laku di luar negeri, Longuet mengakui,
harga Rafale lebih mahal dibanding
pesawat setara dari AS, karena
diproduksi dengan jumlah jauh lebih
sedikit daripada pesawat buatan AS.
"Saat kami memesan 200 pesawat
Rafale untuk program 10 tahun
hingga 15 tahun, AS memproduksi
3.000 pesawat," ungkap Longuet.
Rafale dibangun oleh tiga kontaktor
utama, yakni Dassault, perusahaan
elektronik Thales, dan produsen
mesin Snecma. Namun, secara
keseluruan, proyek pengembangan
Rafale yang sudah menelan biaya
total 40 miliar euro (Rp 485,6 triliun)
itu, melibatkan lebih dari 1.500
perusahaan Perancis.
Rafale, yang dijuluki sebagai pesawat
"omnirole" (mahabisa) oleh
pembuatnya, turut terlibat dalam
operasi udara di Afganistan dan Libya,
sehingga dilabeli "combat
proven" (teruji dalam pertempuran)
di laman resminya.
Pesawat ini dibuat dalam tiga varian,
yakni Rafale C (berkursi tunggal,
dioperasikan dari pangkalan darat),
Rafale B (berkursi tandem,
dioperasikan dari pangkalan darat),
dan Rafale M (berkursi tunggal,
dioperasikan dari kapal induk).
Sumber : KOMPAS

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK