Dunia menjadi saksi betapa rezim-rezim Arab, boneka Barat sebelum kebangkitan rakyat mereka membolehkan militer Amerika memanfaatkan pelabuhan dan bandara militer mereka. Namun kebangkitan rakyat Timur Tengah memunculkan keraguan apakah Amerika masih bisa berlaku yang sama seperti sebelum ini. Benar, ada kesepakatan antara militer AS dan negara-negara Timur Tengah untuk mengizinkan militer Amerika mengontrol jalur laut di Teluk Persia. Tujuannya tidak lain untuk mengontrol milisi-milisi Islam dan pengaruh Iran di kawasan. Satu hal yang paling ditakuti oleh Washington. Saat ini saja ada sekitar 27 ribu pasukan Amerika di pangkalan-pangkalan militernya di negara-negara sekitar Teluk Persia. Selain itu, Amerika masih memiliki sekitar 50 ribu tentara di Irak dan ribuan lainnya ada di kapal-kapal perang negara ini yang berkeliaran di perairan Timur Tengah. Belum lagi bandara dan pangkalan udara penting Amerika di Qatar dan Uni Emirat Arab, begitu juga pangkalan besar militer AS di Kuwait dan basis armada kelima angkatan laut AS di Bahrain. Semua ini menjadi sangat vital bagi Washington untuk memindahkan persenjataannya ke mana saja dan kapan saja di Timur Tengah bila muncul perang.
Bila kekuatan armada kelimat AL AS di Bahrain saja mampu mengontrol Laut Merah, Teluk Persia dan Laut Arab, maka dapat dibayangkan betapa kerugian strategis Amerika bila Bahrain terlepas dari pengaruhnya. Tumbangnya sistem monarki di Bahrain dan jatuh ke tangan kelompok-kelompok Islam berarti satu kekalahan besar bagi Washington. Sekalipun dianggap bahwa pangkalan-pangkalan militer Amerika di Timur Tengah bukan yang terpenting, tapi tetap saja sangat penting bagi militer negara ini. Namun yang lebih penting lagi, kemampuan militer Amerika untuk hadir di Timur Tengah berada dalam bahaya.
Periode perang dengan mengerahkan pasukan sebanyak-banyaknya telah berakhir. Hal itu dikarenakan strategi seperti ini sangat tidak efisien. Oleh karenanya, Amerika berusaha mengantongi izin dari negara-negara Timur Tengah untuk memanfaatkan pangkalan-pangkalan udara mereka atau mendapat akses memanfaatkan terusan Suez. Amerika mendapat prioritas untuk melewatkan kapal-kapal perang di terusan ini. Bila hak prioritas kapal-kapal perang AS melewati terusan Suez atau hak menggunakan pangkalan udara negara-negara Arab terlepas dari tangan AS, maka sudah barang tentu kemampuan manuver Amerika akan menurun. Lebih dari itu, akan membutuhkan waktu dan biaya yang lebih besar untuk melakukan setiap aksinya.
Ada sekitar 15 gudang dan pusat bantuan Amerika di Teluk Persia yang mampu membuat militer AS dengan mudah memindahkan tank, amunisi, bahan bakar dan perlengkapan militer lainnya untuk pasukannya di seluruh Timur Tengah. Selain itu, para komandan Amerika selalu berusaha memperluas jaringan pengaruhnya di Timur Tengah. Mereka berusaha mendukung rezim-rezim Arab pro Amerika agar dapat menekan segala bentuk ketidakpuasan atas kehadiran pasukan asing di sana.
Oleh karena itu, sebagian dari pangkalan militer Amerika masih tetap melanjutkan aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi, seperti pangkalan udara al-Dhafra di Uni Emirat Arab. Departemen Pertahanan Amerika (Pentagon) hingga saat ini tidak mengakui secara resmi aktivitas militer AS di sana. Namun berdasarkan sejumlah laporan, sejumlah pesawat mata-mata U2 milik Amerika terbang dari pangkalan ini untuk melakukan tugasnya. Selain itu, sebagian persenjataan yang dibutuhkan dalam perang Afghanistan dan Irak dibawa oleh pesawat-pesawat Amerika dari pangkalan udara ini. (IRIB/SL/MF)
IRIB
No comments:
Post a Comment
DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK