Pages

Thursday, October 28, 2010

NATO, Antara Gitar, Google, dan Senjata

NATO, Antara Gitar, Google, dan Senjata
Tentara Amerika Serikat yang tergabung dalam Pasukan perdamaian NATO merayakan sepuluh tahun masa tugas mereka di pristina. (ANTARA/REUTERS/Hazir Reka)
Jakarta (ANTARA News) - Ketika Barat bersiap menggelar KTT NATO, negara-negara bebas mesti memikirkan bagaimana membuat alat pencipta pengaruh yang lebih cerdas.

Pada rangkaian puncak KTT NATO pada 19 November di Lisabon, masyarakat transatlantik harus menghadapi tidak saja masalah yang sedang dihadapinya kini (dari Afghanistan sampai Rusia), tapi juga bagaimana cara bangsa-bangsa bebas menggunakan kekuasaannya dapat dan harus memajukan dunia.

NATO mesti menjawab pertanyaan-pertanyaan besar berikut, Bagaimana dunia bebas memimpin ketika nilai-nilainya diserang? Ketika menghadapi ancaman dan tantangan yang tidak diketahuinya di masa lalu? Dan ketika model ekonomi - sumber kekuatan dan kebebasan kita - sedang dipertanyakan?

Smart power

Kata kunci untuk menghadapi tantangan dalam koridor kekuasaan Washington dan ibukota-ibukota Eropa adalah "smart power."

Namun kata kunci itu tidak memiliki pengganti untuk merefleksikan kejujuran. Apa yang paling dibutuhkan Barat adalah pandangan baru terhadap seluruh kemampuan dan kepentingannya yang kemudian dapat mencapai tujuannya.

Dipandang sebagai terobosan, smart power adalah sesuatu yang baru dan kekuasaan yang ramah; kombinasi formula lembut (budaya) dan keras (militer).

Kenyataannya adalah kebutuhan hard power tidak hilang. Dan soft power saja tidak akan cukup untuk memenangkan perang, menekan ancaman diktator, atau menjaga perdamaian. Kita tetap hidup di dunia yang membutuhkan baik pedang maupun mata bajak.

Soft power selalu memiliki tempat. Selama perang dingin, lagu-lagu rock dari The Beatles, The Rolling Stones, dan Janis Joplin memainkan peran politik yang penting dalam menginspirasi generasi muda yang tidak puas dan pemberontak di Eropa Timur menumbangkan Tirai Besi.

Kini, lagu rock hampir seperti sebuah anakronisme dari soft-power, bersama dengan siaran-siaran radio gelombang pendek, pelatihan bahasa Inggris di luar negeri; dan program-program diplomasi publik lainnya yang mahal yang dibiayai Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Dalam 20 tahun terakhir, masyarakat transatlantik telah memperluas institusi militer, politik, dan ekonomi, tetapi tidak menciptakan terobosan baru untuk menambah amunisi pengaruh soft dan hard power-nya.

Setidaknya dalam masalah yang besar. Amerika sedang memilah mana yang keliru dan ekstrem dari kekuatan militernya pasca 9/11. Namun Eropa juga harus bercermin mengapa pengaruh strategis global dan politiknya tidak sebanding dengan kekuatan ekonominya. Amerika bukan Mars. Eropa bukan Venus.

Penggunaan baik hard power maupun soft power yang lebih baik dan tentunya lebih cersa, adalah keharusan.

Implementasi aspek-aspek soft power yang lebih efisien dapat memitigasi kebutuhan intervensi militer riil.

Dalam kerangka hubungan transatlantik, kebutuhan untuk serius mewujudkan pembagian kerja antara AS dan Eropa sepanjang garis hard power dan soft power, adalah tidak dapat dihindari. AS bukan Mars dan Eropa bukan Venus. Keduanya orang Bumi.

Kekuatan - hard atau soft, Amerika atau Eropa - tetaplah kekuatan dan berspektrum. Pada dua ujung spektrum daya terlihat ada ekstrem-ekstremnya: kekuatan nuklir strategis di sisi satu dan diplomasi kebudayaan di sisi lainnya.

Taktik peang yang panas dan keras di ujung spektrum merah, sementara saluran-saluran lembut nan dingin di arah sebaliknya. Ada banyak ruang di antara kedyanya, contohnya bantuan militer untuk aksi-aksi kemanusiaan atau membantu memerangi penyakit mematikan di Afrika.

Ketika memperluas metafora kekuasaan spektral, kita juga perlu memahami bahwa ada bagian dari spektrum yang "tak terlihat" bagian-bagian itu menyerang.

Ambil contoh aktor-aktor non negara. Mereka telah menjadi kutukan dalam beberapa tahun terakhir, dan banyak dari mereka yang menjadi sumber kekhawatiran dan ancaman. Yang terburuk adalah ketika warga gaib di ujung keras spektrum kekuasaan, menjadi terlihat ketika mereka melakukan serangan teroris yang mematikan.

Di ujung lebih lembut, masyarakat bebas memiliki aktor non negaranya sendiri. Teknologi kita yang inovatif dan matang --YouTube, Facebook, Google, dan lain-lain-- memberdayakan manusia di seluruh dunia.

Contohnya, para pahlawan tanpa tanda jasa dari komunitas internet menggambarkan bagaimana menghadapi pengawasan Internet oleh rezim Iran melalui server proxy.

Teknologi dengan sendirinya bukan obat kebebasan yang mujarab. Ini hanyalah alat. Dan alat dapat digunakan kebaikan dan juga kejahatan.

Power toolbox


Konsep kekuatan spektral pada dasarnya adalah cara baru dalam melihat kekuatan toolbox kita secara lebih terintegrasi. Negara-negara bebas dan demokratis, aliansi, dan organisasi-organisasi harus mulai melihat lebih jelas lagi warna, bayangan dan campuran kekuatan yang penuh dan lebar pandangan spektrum.

Hasil yang paling diharapkan akan menjadi kerangka kerja yang akan membantu mendefinisikan penggunaan yang lebih efisien dan efektif dari aset-aset manusia, ekonomi, militer, ilmiah, dan budaya kita.

Pada akhirnya ini adalah hadiah terbesar bahwa penggunaan kekuatan spektral secara penuh dan canggih hanya akan efektif di tangan orang-orang yang memahami bahwa pengaruh abadi tidak pernah dicapai hanya dengan kekuatan militer atau pengaruh ekonomi saja, sebaliknya dengan membagi nilai dan solusi yang secara bersamaan menguntungkan baik masyarakat global maupun perorangan.

Ditulis Andras Simonyi (mantan Duta Besar Hungaria untuk Amerika Serikat dan NATO) dan Markos Kounalakis (Presiden Washington Monthly dan peneliti pada Center for Media and Communication Studies di Central European University, Budapest) dalam Christian Science Monitor.

adam/jafar


ANTARA

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK