Pages

Thursday, November 18, 2010

FROM : Damn The Torpedo

PROUDLY WE SERVE STAND AND FIGHT

Do not ignore our enduring strategic interests as a regional maritime power

Agenda Keamanan Maritim Harus Domain Indonesia

All hands,
Adalah suatu hal yang sangat memprihatinkan ketika Indonesia dalam rangka kepemimpinan ASEAN 2011, termasuk di ADMM, salah satu prioritasnya dalam kerjasama ADMM adalah berfokus menjadi focal point pada operasi pemeliharaan perdamaian. Adapun isu keamanan maritim "diserahkan" kepada Negeri Tukang Klaim dan negeri penindas Aborigin. Seperti diketahui, pertemuan ADMM+ di Hanoi Oktober 2010 lalu telah menyepakati lima agenda prioritas kerjasama ADMM+.
Merupakan suatu kesalahan besar ketika Indonesia menyerahkan focal point agenda kerjasama keamanan maritim kepada pihak lain. Sebab pemilik perairan terluas di Asia Tenggara bukan Negeri Tukang Klaim, bukan pula negeri penindas Aborigin. Pemiliknya hanya satu yaitu Indonesia!!! Artinya, Indonesia harus menjadi penata keamanan maritim di kawasan. Harus diingat bahwa stabilitas kawasan Asia Tenggara ditentukan oleh kondisi keamanan maritim di Indonesia, bukan oleh operasi pemeliharaan perdamaian.
Singkatnya, seandainya Indonesia tidak berpartisipasi dalam operasi pemeliharaan perdamaian pun, stabilitas keamanan kawasan dan kedaulatan Indonesia sama sekali tidak terancam. Tetapi ketika Indonesia dinilai tidak mampu menjaga keamanan maritim di wilayahnya, stabilitas keamanan kawasan dan kedaulatan Indonesia terancam. Bertolak dari kondisi itu, seharusnya pengambil keputusan di Indonesia berpikir secara bijak, senantiasa mengacu pada kepentingan nasional dan berdasarkan kesadaran geografis dalam menentukan langkah Indonesia selama kepemimpinan ADMM+.

17 November 2010

Agenda Kepemimpinan ASEAN 2011

All hands,
Indonesia dalam KTT ASEAN November 2010 di Hanoi disepakati memimpin ASEAN selama 2011. Kepemimpinan itu memiliki banyak konsekuensi, di antaranya di bidang protokoler. Sebab Indonesia dalam tahun ini harus membuat sekian pertemuan ASEAN, baik di bidang politik, ekonomi, keamanan maupun sosial budaya. Dalam bidang pertahanan, setidaknya Indonesia harus menggelar pertemuan ADMM+, Chief of Defense Force, Chief of Naval Staff dan Chief of Military Intelligence.
Kondisi itu menggambarkan bahwa Jakarta dituntut mempunyai konsep untuk kerjasama pertahanan ASEAN. Konsep itu harus berakar pada kepentingan nasional, serta harus pula diperjuangkan dalam pertemuan-pertemuan ASEAN tahun depan. Lalu bagaimana agar Jakarta memiliki konsep yang mengacu pada kepentingan nasional?
Pertama, hapuskan ego sektoral. Kedua, duduk bersama antara semua pemangku kepentingan, baik sipil maupun militer. Ketiga, memiliki background dan pengetahuan intelijen yang lengkap soal sikap negara-negara ASEAN plus ARF menyikapi dinamika lingkungan strategis yang berkembang. Minimal dengan ketiga syarat itu maka konsep Indonesia bisa dirumuskan bersama dalam waktu singkat, sebab tahun 2010 akan segera menutup kalendernya.

16 November 2010

Agenda AUSMIN 2010

All hands,
Pada 8 November 2010 di Canberra digelar AUSMIN 2010 yang dihadiri Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan Australia. Agenda yang dibahas dalam konsultasi bilateral itu meliputi U.S. Force Posture Review, isu Cina dan peningkatan penggunaan fasilitas militer di Australia oleh Amerika Serikat. Sangat terang benderang dan jelas bahwa sejumlah isu yang dibahas oleh kedua negara yang di masa lalu sama-sama jajahan Inggris itu akan berdampak terhadap keamanan kawasan Asia Pasifik maupun Indonesia secara khusus.
Soal gelar kekuatan militer Washington di kawasan pasti terkait dengan kebangkitan militer Cina. Oleh karena itu, peningkatan akses dalam penggunaan fasilitas militer di Australia oleh Amerika Serikat dimaksudkan guna menjaga dan meningkatkan profesionalisme kekuatan laut, udara dan darat yang berada di bawah komando U.S. Pacom. Tur Presiden Barack Hussein Obama ke sejumlah negara Asia yang merupakan sekutu penting di luar NATO ----kecuali Indonesia--- mengisyaratkan sekali lagi bahwa Washington tidak akan mundur dari kawasan ini. Sebab apabila itu terjadi, kekosongan kekuatan kawasan akan diisi oleh Cina yang hingga kini sulit ditebak apa maunya.
Kembali ke agenda AUSMIN 2010, semestinya ada keuntungan tidak langsung yang dapat dipetik oleh Indonesia seiring akan terus meningkatnya interaksi Washington-Canberra. Modalitas yang dipunyai oleh Jakarta sudah lebih dari cukup untuk meraih keuntungan tersebut. Tinggal apakah pengambil keputusan di Jakarta mau berpikir out of the box atau tidak. Kalau skenario yang terakhir yang terjadi, maka Kemitraan Komprehensif yang ditandatangani pemimpin Jakarta dan Washington tak ada manfaatnya bagi Indonesia.

15 November 2010

Di Balik Sistem Senjata Surplus

All hands,
Amerika Serikat dewasa ini berupaya memasarkan sistem senjata surplus alias sistem senjata bekas kepada negara-negara yang berminat. Yang menjadi sasaran adalah negara-negara sekutu seperti NATO maupun negara-negara lain di dunia yang dianggap sebagai kawan dan mitra. Penawaran sistem senjata surplus tersebut selalu diimbuhi kata "lebih murah" daripada membeli sistem senjata baru yang sejenis. Di balik penawaran itu, ada beberapa hal yang perlu dipahami.
Pertama, penghematan anggaran. Memelihara sistem senjata surplus hingga sistem itu dihapus membutuhkan biaya tidak sedikit. Sedangkan jumlah sistem senjata yang dikategorikan sebagai surplus alias EDA jumlahnya ribuan pesawat terbang dan beberapa kapal perang. Untuk mengurangi beban anggaran itu, Washington menawarkan pesawat terbang dan kapal perangnya ke berbagai negara. Pakistan adalah salah satu korban dari sistem senjata surplus itu, sebab senjata yang ditawarkan yaitu P-3C Orion dan fregat kelas Oliver Hazard Perry diserahkan dalam kondisi as where as it is, sehingga Islamabad dipaksa mengeluarkan dana untuk me-reftrofit agar bisa digunakan.
Kedua, menghalangi akses pasar negara lain. Penawaran sistem senjata surplus dimaksudkan pula untuk menghalangi akses pasar negara lain yang sebelumnya bergantung pada Amerika Serikat. Yunani yang sebenarnya adalah sekutu Amerika Serikat di NATO adalah korban dalam kategori ini, di mana para petinggi pertahanan dan militer Athena dipaksa untuk membeli kendaraan lapis baja IFV Bradley surplus yang teronggok di gurun pasir New Mexico dengan "ongkos" membatalkan rencana pengadaan kendaraan lapis baja baru jenis BMP-3 dari Rusia yang juga tergolong IFV. Para petinggi Pentagon menyatakan bahwa harga Bradley lebih murah daripada harga BMP-3 baru. Padahal IFV Bradley itu kondisinya as where as it is alias harus di-retrofit terlebih dahulu sebelum bisa digunakan, di mana menurut kalkulasi ekonomi biaya pembelian plus retrofit satu unit Bradley sama dengan satu unit BMP-3 baru.
Ketiga, tidak memperkuat negara sekutu/kawan/mitra. Penawaran sistem senjata surplus oleh Washington kepada negara lain bukan ditujukan untuk memperkuat pertahanan negara-negara sekutu/kawan/mitra Amerika Serikat tersebut. Sebab masa jaminan sistem senjata surplus sangat singkat, sedangkan suku cadangnya sulit diperoleh karena produksinya sudah terbatas atau bahkan terhenti sama sekali. Kondisi demikian sangat jelas tidak memperkuat kemampuan pertahanan negara-negara pemakai senjata surplus itu.

14 November 2010

Surplus Pesawat Patroli Maritim

All hands,
Angkatan Laut Amerika Serikat mulai mempensiunkan pesawat patroli maritim P-3C Orion yang menjadi andalannya. Aktivitas itu dilakukan seiring dengan akan masuknya pesawat patroli maritim generasi terbaru yaitu P-8A Poseidon dalam beberapa waktu ke depan. Kegiatan mempensiunkan P-3C Orion tentu saja dilaksanakan bertahap, karena P-8A Poseidon pun penyerahannya dari pabrikan Boeing ke Angkatan Laut Amerika Serikat juga dilakukan secara bertahap.
Apa konsekuensi dari penghapusan P-3C Orion? Salah satu di antaranya adalah akan tersedianya banyak pesawat surplus atau di Amerika Serikat dikenal sebagai Excess Defense Article (EDA). Artinya, negara-negara berkembang yang dinilai bersahabat dengan Washington pasti akan ditawari pesawat P-3C Orion eks U.S. Navy. Sebagai contoh, dalam 2010 setidaknya ada dua negara yang sudah menerima pesawat P-3 Orion hasil surplus, yaitu Pakistan dan Taiwan.
Beberapa tahun lalu, Washington pernah menawarkan pesawat surplus serupa kepada Jakarta untuk memperkuat kemampuan Angkatan Lautnya. Namun tawaran itu tidak bersambut, antara lain karena pertimbangan nilai ekonomis dari pesawat tersebut. Selain aspek teknis, Jakarta pun masih trauma dengan kebijakan Washington terhadapnya di masa lalu.
Dewasa ini, Amerika Serikat memang rajin mendiskon berbagai sistem senjata Angkatan Lautnya yang surplus. Selain pesawat P-3 Orion, kapal fregat kelas Oliver Hazard Perry juga diobral dan Pakistan beberapa waktu lalu telah menerima kapal itu. India yang merupakan musuh bebuyutan Pakistan turut pula menerima kapal surplus dari Amerika Serikat yaitu LPD eks USS Trenton (LPD-14).
Berbicara soal alutsista surplus Amerika Serikat, satu hal yang harus dicermati oleh calon konsumen adalah perjanjian pengalihan senjata itu. Pasti di dalam perjanjian itu tercantum hal yang membatasi penggunaan kemampuan ofensif sistem senjata tersebut. New Delhi yang kini dirangkul oleh Washington telah merasakan adanya pembatasan itu dalam kasus eks USS Trenton (LPD-14) yang sekarang telah berganti nama menjadi INS Jalashwa.

13 November 2010

Memahami Kemitraan Komprehensif Indonesia-Amerika Serikat

All hands,
Kunjungan Presiden Barack Obama 9-10 November 2010 ke Jakarta telah menghasilkan kesepakatan Kemitraan Komprehensif antara Indonesia-Amerika Serikat. Satu di antara bidang kerjasama dalam kemitraan itu adalah keamanan dan kawasan. Terdapat tiga agenda utama dalam bidang itu, yaitu aksesi Amerika Serikat dalam KTT Asia Timur, Defense Framework Agreement dan kerjasama keamanan. Isu DFA yang ditandatangani di Washington pada 10 Juni 2010 lalu ada 10 butir, yaitu keamanan maritim, PKO, HADR, industri pertahanan, Universitas Pertahanan, Kopassus, Laut Cina Selatan, counterterrorism, intelligence matters dan Afghanistan. Adapun kerjasama keamanan difokuskan pada counterterrorism, keamanan maritim, PKO, natural disaster relief dan humanitarian assistance.
Tidak sulit dibantah bahwa sebagian besar materi kerjasama keamanan dan kawasan kedua negara sesungguhnya mengacu pada kepentingan nasional Amerika Serikat. Kalau kurang yakin, silakan periksa Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat 2010. Soal Indonesia dalam dokumen itu dibahas pada halaman 44. Menurut dokumen itu, Indonesia adalah mitra penting di kawasan bagi isu kawasan dan lintas negara, seperti perubahan iklim, counterterrorism, keamanan maritim, pemeliharaan perdamaian dan disaster relief. Jadi sangat jelas bahwa apa yang tercantum dalam dokumen Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat 2010 sangat mewarnai agenda kemitraan komprehensif Indonesia-Amerika Serikat di bidang keamanan dan kawasan.
Lalu bagaimana agar Indonesia bisa meraih keuntungan dari kemitraan tersebut? Jawabannya sederhana, yaitu mau berpikir cerdas. Caranya, tumpangkanlah kepentingan nasional Indonesia yang selaras dengan kepentingan nasional Amerika Serikat. Isu yang bisa ditumpangkan misalnya keamanan maritim, PKO, HADR/natural disaster relief, counterterrorism dan Laut Cina Selatan. Menumpangkan kepentingan nasional itu otomatis sudah siap untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dari kemitraan itu. Cara cerdas ini telah diadopsi oleh India dan Pakistan ketika berhadapan dengan Amerika Serikat.

12 November 2010

Ajukan Tagihan Kepada Amerika Serikat

All hands,
Dalam Kemitraan Komprehensif yang disepakati oleh Presiden Indonesia dan Amerika Serikat, salah satu bidang kerjasama adalah kerjasama keamanan dan kawasan. Terdapat tiga item dalam bidang tersebut, dua di antaranya adalah soal Defense Framework Agreement dan Security Cooperation. Dalam keduanya terdapat sub agenda kerjasama keamanan maritim. Pertanyaannya, apa keuntungan yang bisa diraih Indonesia dari Kemitraan Komprehensif?
Keuntungan yang bisa diraih Indonesia sebenarnya banyak. Peluang tersebut terbuka lebar. Yang menjadi masalah adalah apakah Jakarta mau dan akan mengajukan "tagihan" kepada Washington terkait dengan kerjasama keamanan maritim? "Tagihan" itu harus diajukan, bukan sebaliknya menunggu inisiatif tawaran dari Amerika Serikat!!!
Terkait dengan Kemitraan Komprehensif, Jakarta harus memanfaatkan posisi geografisnya. Mainkan posisi strategis Indonesia dalam rangka meraih keuntungan, sebab mustahil Washington tak membutuhkan Indonesia dalam konteks lingkungan strategis kawasan Asia Pasifik saat ini yang menghadapkan kepentingannya versus kepentingan Cina. Untuk memanfaatkan posisi strategis demi kepentingan nasional, Jakarta harus belajar dari Islamabad yang sangat cerdas, cerdik dan pandai memainkan instrumen itu terhadap Washington dalam bingkai war on terrorism. Seharusnya Jakarta bisa memainkan posisi itu pula dalam kerangka kebijakan Washington untuk contain Beijing.
1 komentar


SUMBER :  Damn The Torpedo

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK

BERITA POLULER

BACA JUGA: