Pages

Sunday, November 7, 2010

Belajar Strategi Perang Israel dan Cara Menghadapinya!!! (3)




Poin penting lain terkait kegagalan strategi perang rezim Zionis Israel. Rezim penjajah ini memasuki sebuah perang mampu merealisasikan tujuannya menduduki sebuah daerah. Bayangkan, selama 33 hari mereka berperang di kota Bent Jbeil yang hanya berjarak 4 kilometer dari perbatasan Palestina pendudukan, tapi tetap tidak mampu mendudukinya. Kegagalan ini terus berlangsung hingga perundingan gencatan senjata disepakati.

Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam penjelasan sebelumnya, tahapan perundingan gencatan senjata akan dilakukan oleh rezim Zionis Israel lewat PBB bila mereka telah menduduki sebuah daerah. Artinya, perundingan itu hanya sekadar pengesahan Zionis Israel atas daerah itu dan bahwa Israel telah memiliki daerah tersebut.

Kenyataan yang terjadi pada hakikatnya merupakan sebuah kekalahan lain rezim Zionis Israel. Namun yang paling penting dari semua ini, untuk pertama kalinya front dalam negeri Israel menjadi sasaran serangan Hizbullah Lebanon. Ini istilah yang dibuat oleh Israel sendiri di mana seluruh kawasan Palestina pendudukan utara telah menjadi medan tempur.

Ada satu masalah besar yang sampai saat ini masih menjadi teka-teki bagi militer rezim Zionis Israel. Rezim penjajah ini masih belum mampu membongkar sistem komunikasi apa yang dipakai Hizbullah dalam perang 33 hari. Karena menurut mereka apa saja yang diketahui mereka sebagai sistem komunikasi Hizbullah mulai dari antena hingga bangunan telah mereka bombardir hingga rata dengan tanah. Tapi mereka sedemikian terkejut, betapa Sayid Hasan Nasrullah hingga akhir perang masih tetap tampil dan berhubungan dengan pasukannya di lini depan.

Rezim Zionis Israel betul-betul dalam kebingungan. Betapa tidak, setiap kali Sayid Hasan Nasrullah mengeluarkan perintah, pasti ada rudal yang ditembakkan dan ini menjadi tanda tanya besar bagi Israel. Apa sebenarnya sistem komunikasi yang dipakai Hizbullah yang tidak dimiliki oleh militer Irak?

Untuk menjawab masalah ini pasca perang 33 hari, Zionis Israel mendatangkan satu delegasi dari Amerika. Tim khusus ini ditugaskan mengkaji sistem komunikasi apa yang dipakai Hizbullah sehingga mampu bertahan selama dibombardir hebat dalam 33 hari. Karena sistem ini mampu memberikan kekuatan kepada Hizbullah untuk melanjutkan perlawanannya.

Kekalahan yang dialami di Lebanon Selatan dalam perang 33 hari ini membuat Zionis Israel kembali merevisi strategi perangnya dan kembali pada strategi pertama. Ini memaksa perubahan dalam kepemimpinan dan Jenderal Dan Halutz menjadi korban pertamanya. Ia kemudian digantikan oleh Jenderal Gabi Ashkenazi yang berasal dari angkatan darat. Dengan demikian, militer Zionis Israel memusatkan kekuatannya pada pasukan darat. Mereka baru memahami bahwa tanpa memusatkan kekuatan pada angkatan darat, mereka tidak akan mampu meraih kemenangan di satu perang pun. Sementara angkatan udara kembali pada peran semulanya sebagai pasukan pendukungMasalah lain yang dibicarakan serius oleh Zionis Israel adalah melindungi front dalam negeri. Bila kita ingin mengetahui kapan Zionis Israel akan menyerang negara lain, kita harus tahu sejauh mana mereka mampu melindungi front dalam negerinya. Pasca perang 33 hari hingga kini setiap tahunnya Zionis Israel menggelar latihan perang dan setiap kalinya mereka baru memahami betapa mereka punya masalah serius di front dalam negeri. Manuver tersebut sangat memalukan bagi Zionis Israel!

Rezim Zionis Israel senantiasa memperkenalkan dirinya sebagai bagian dari ‘negara' Barat, tapi jelas bahwa terkait masalah perlindungan dalam negerinya mereka harus dikategorikan dalam negara-negara dunia ketiga. Karena di setiap latihan militer yang mereka gelar terlihat jelas ketidakkompakan dalam sistem pertahanan kota, antara bagian gawat darurat dan rumah-rumah sakit dan begitu juga antarbunker-bunker yang ada. Ini masalah serius yang muncul dalam setiap manuver militer yang dilakukan Zionis Israel setiap tahunnya.

Benar, dari sisi ini Zionis Israel harus dikategorikan dalam kelompok negara-negara dunia ketiga. Pasca latihan militer, seorang komandan militer kepada televisi Israel mengatakan bahwa manuver militer yang dilakukan ini menunjukkan betapa Israel tidak akan melakukan perang hingga lima tahun mendatang!!!

Ada poin lain yang patut dicermati saat rezim Zionis Israel kalah dalam perang 33 hari. Faktor yang tidak boleh dipandang remeh ini adalah pengaruh Intifada II terhadap militer Zionis Israel. Dalam Intifada II perjuangan bangsa Palestina dilakukan di Tepi Barat Sungai Jordanm, bukan dari Jalur Gaza. Geografi Tepi Barat juga berbeda dengan Gaza.

Jalur Gaza sebuah kawasan padat penduduk dan untuk melakukan infiltrasi ke sana, militer Zionis Israel menghadapi kesulitan dan membutuhkan biaya besar. Berbeda dengan Gaza, Tepi Barat Sungai Jordan memiliki wilayah lebih luas dengan populasi yang menyebar. Di kawasan ini, militer Zionis Israel dengan mudah memasuki setiap daerah dan menangkap warga Palestina.

Dengan gambaran tersebut, setiap konflik atau kontak senjata militer Zionis Israel dengan warga Palestina sejak tahun 2000 hingga 2006 dalam Intifada II dianggap mudah oleh mereka. Di masa itu, militer Israel menganggap setiap konflik dengan warga Palestina sebagai rekreasi mereka. Mereka sampai pada satu kesimpulan bahwa setiap kali ingin menangkap warga Palestina, maka hal itu dapat dilakukan dengan mudah dan kenyataan di lapangan memang terbukti demikian. Tapi kesalahan besar militer Zionis Israel adalah mereka terjun dalam perang 33 hari dengan cara pandang ini!!!

Dalam catatan kenangan seorang perwira militer Israel disebutkan, "Saat itu kami telah berhasil melewati jalur perbatasan. Yang terlintas di benak adalah kami akan menghadapi seorang Arab yang sedang duduk di bawah tendanya sambil memangku klashinkov. Begitu mendekatinya dengan mudah kami merampas senjata itu dari tangannya lalu meringkus dan memboyongnya ke Israel... Tapi semua bayangan itu buyar ketika kami telah memasuki daerah Lebanon. Karena kami menghadapi satuan militer terlatih, sangat efisien, dipersenjatai dengan senjata modern, punya semangat tinggi dan mampu melakukan operasi-operasi militer sulit. Semua ini gara-gara dampak Intifada II yang kami hadapi selama ini."

Pasca kekalahan itu rezim Zionis Israel terjun dalam sebuah perang lagi di Gaza selama 22 hari. Sebuah perang yang sangat tidak seimbang. Dalam perang ini hanya militer Zionis Israel yang secara berkesinambungan membombardir Jalur Gaza. Perang 22 hari bukan perang klasik di mana ada dua pihak yang melakukan konflik senjata. Namun hal penting dan sangat mempengaruhi konstelasi politik Timur Tengah adalah selama 22 hari menyerang Gaza pemerintahan Hamas tidak juga bertekuk lutut seperti yang mereka harapkan.

Tentu saja setelah tidak mampu merealisasikan tujuannya, apa yang dilakukan militer Zionis Israel selama 22 hari terhitung satu kekalahan. Perang ini sangat berdampak besar. Karena untuk pertama kalinya dipublikasikan laporan Goldstone yang mengecam Zionis Israel di tingkat internasional. Rezim Zionis Israel dikecam di seluruh dunia dan bermunculan keberanian untuk mengadili para pemimpin Israel di negara-negara Barat. Para perwira dan pejabat tinggi Zionis Israel menjadi tersangka dan diusut secara hukum.

Begitu besarnya pengaruh kekalahan Zionis Israel dalam perang 22 hari di Jalur Gaza, sehingga kini para pengambil keputusan di Israel akan berpikir panjang untuk memutuskan menyerang daerah lain. Mereka tahu benar, bahwa bila terjadi perang dan melakukan kejahatan lain, maka merekalah yang bahkan dikecam di tingkat internasional.

(IRIB/MZ/SL)

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK