Pages

Thursday, May 3, 2012

Tiga Kapal Perang Yang Tergabung Patkor Ausindo 2012 Dihantam Gelombang Tinggi



2 Mei 2012, Surabaya: Tiga kapal perang yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Patroli Kordinasi Australia Indonesia (Patkor Ausindo) tahun 2012, dihantam gelombang setinggi kurang lebih 6 meter, ketika melintasi Samudera Hindia, belum lama ini, Kamis (26/04). Ketiga kapal perang tersebut adalah KRI Kakap-811 yang dikomandani Mayor Laut (P) Himawan, KRI Tongkol-813 yang dikomandani Mayor Laut (P) Bimo Aji dan sebuah kapal perang Australia HMAS Pirie-P87.

Sejak angkat jangkar dari Pulau Pasir (Ashmore Reef) tanggal 25 April 2012 pukul 18.00 (waktu Darwin) menuju Darwin, kapal sudah mulai dihantam gelombang namun skalanya masih tergolong sedang. Setelah keluar dari Pulau Pasir sekitar 4 jam kemudian, konvoi kapal-kapal perang tersebut beranjak memasuki Samudera Hindia. Cuaca saat itu mulai gelap, tiupan angin makin kencang, dengan kecepatan hingga 50 knot disertai derasnya arus air laut yang menimbulkan gelombang tinggi mencapai 5 sampai 7 meter.

KRI Kakap berada disebelah kiri dari formasi berjajar, ditengah ada HMAS Pirie dan sebelah kanan KRI Tongkol. Menyeberangi perairan Samudera Hindia kapal-kapal perang tersebut terus menjalin komunikasi secara periodik. Konvoi ke tiga kapal perang tersebut terus memecah gelombang dan menembus gelapnya malam. Namun pergantian waktu dari malam ke siang hari tidak membuat ombak dan angin kencang menjadi surut. Prajurit KRI Kakap sudah merasa kelelahan akibat semalaman tidak tidur, namun mereka harus berjuang kembali mengendalikan kapal tetap dalam formasi.


Perjuangan para awak kapal perang tidak sampai disitu, setelah melewati sehari semalam melawan ganasnya alam, malam berikutnya yakni malam ke dua perjalanan menuju Darwin, konvoi ke tiga kapal perang, kembali diterjang gelombang setinggi 7 meter. Dalam formasi tersebut kapal menggunakan balingan 700 hingga 1.100 rpm dengan kecepatan rata-rata 8 sampai 16 knot.

Formasi kapal berlawanan dengan gelombang air laut yang datang dari arah selatan menuju ke utara. Hal itu membuat kapal seperti timbul tenggelam ditengah samudera. Sehari semalam tidak dapat istirahat dan makan, kemampuan fisik prajurit KRI Kakap mulai menurun, namun mereka harus tetap membawa kapal dalam formasi sampai ke Darwin. Terjangan ombak yang bertubi-tubi, membuat seisi kapal seolah hancur berantakan, perabotan seperti kursi, tempat tidur, piring, gelas dan benda-benda mudah bergerak lainnya yang luput dari ikatan jatuh berserakan di lantai. Bahkan air yang berada di bak penampungan di kamar madi tumpah bercampur benda-benda lainnya dan menggenangi koridor kapal.

Semetara itu prajurit KRI Kakap terus berusaha mengendalikan kapal dan menyelamatkan benda-benda disekitar mereka. Komandan KRI Kakap Mayor Laut (P) Himawan, menghimbau dan memberikan semangat kepada prajuritnya agar terus berusaha mengendalikan kapal dan tetap berdo’a memohon kepada Tuhan Yang maha Esa, supaya badai dapat segera berlalu. Bintara Utama (Bama) KRI Kakap Serda Bah Dedi Supriadi berusaha menyelamatkan benda-benda yang ada di geladak terbuka dari hantaman gelombang air laut.


Malam semakin larut, namun gelombang tinggi tidak kunjung surut. Sudah satu hari dua malam prajurit KRI Kakap tidak makan, dapur dan isinya berantakan, mereka hanya bertahan dengan makan roti kabin, meskipun setelah itu harus di muntahkan kembali karena perut mual akibat goncangan kapal yang bertubi-tubi. Kapal terasa bergetar hebat seolah mau patah ketika dihempas ombak dari arah haluan lambung kanan. Sesekali terjangan air laut sampai di atas anjungan menyapu benda apa saja yang ada di geladak haluan dan sekitarnya.

Sumber: Dispenarmatim

TNI AL Gandeng Perguruan Tinggi Meneliti Kapal Perang Anti Radar


28 April 2012, Surabaya: Indonesia masih belum mandiri dalam bidang pertahanan dan alat utama sistem senjata (alutsista). Dengan berbekal keinginan yang kuat untuk mewujudkan kedaulatan sistem pertahanan nasional, ITS melalui Konsorsium Pengembangan Kapal Perang Nasional (KPKPN) menggagas pembuatan kapal perang anti radar.

Tak tanggung-tanggung, riset ini didanai pemerintah senilai Rp 1,8 Miliar tiap Tahunnya. ITS tak bekerja sendiri, mengingat riset ini adalah riset nasional, maka ITS dibantu oleh beberapa perguruan tinggi negeri lain. Yaitu Akademi Angkatan Laut (AAL), Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Universitas Indonesia (UI), Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Konsorsium ini bermula dari workshop inisiasi bidang kapal perang yang dilaksanakan Agustus 2011 lalu. Dari workshop itulah ITS mengambil langkah lebih lanjut terkait penelitian kapal perang tersebut. Termasuk pembuatan proposal untuk kemudian diajukan ke pemerintah.

''Pembuatan proposal untuk konsorsium ini telah selesai sejak akhir tahun 2011,'' ungkap Hendro Nurhadi Dipl Ing PhD, Ketua KPKPN. Baru seteleh itu, digelar workshop nasional bidang kapal perang pada akhir Februari lalu.

Penggarapan kapal perang ini dibagi menjadi tujuh kelompok kerja berdasarkan bagian kelengkapan kapal. Ketujuh kelompok kerja tersebut masing-masing menangani karakterisasi komposit, metalurgi fisik, ship standard and Mission Requirement, auto pilot, steering control, material untuk radar dan Combat Material System (CMS).

Dari pembagian tersebut, Mayor Laut (E) Oman Sukirman, M.T dari AAL berperan dalam kegiatan Ship Standard and Mission Requirement serta pengumpulan data primer, Prof. Dr. Kuncoro Diharjo dari UNS turut serta dalam pembuatan karakterisasi komposit. Sedangkan metalurgi fisik ditangani oleh Prof Dr Ir Bondan Tiara Sofyan dari UI.

“Kapal yang banyak sekarang ini sebagian besar merupakan produk-produk lama. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika Indonesia terus menerus bergantung pada negeri lain padahal potensi dalam negeri sangat besar” papar Bpk. Mayor Oman dalam paparan sesi ke-2 workshop di Nasdec (22/2).

Keunggulan kapal perang ini nantinya yaitu dibuat dengan material anti radar. ''Anti radar baru pertama kali diterapkan di pesawat tempur Amerika. Konon wartawan tidak bisa mendekat dari jarak 100 meter,'' jelas Drs Mochamad Zainuri M.Si yang juga ditemui saat konferensi pers diskusi ilmiah di Nasdec (22/2). Zainuri yang telah meneliti bahan anti radar sejak tahun 2005 itu mengungkapkan bahwa material anti radar yang digunakan pada kapal tersebut dibuat dari pasir besi. Hingga saat ini, material tersebut telah berhasil dibuat dan dapat menyerap radar hingga 99 persen.

“Kerjasama penelitian dengan perguruan tinggi besar, tentu sangat mengangkat bendera AAL dimata akademisi di seluruh Indonesia. Apalagi kerjasama besar ini hanya melibatkan perguruan tinggi yang memiliki peneliti-peneliti yang dianggap oleh Kementerian Ristek paling berkompeten” kata Gubernur AAL laksda TNI Agus Purwoto. Jenderal berbintang dua ini menegaskan pula bahwa dirinya sangat mendukung bentuk kerjasama ini apalagi bila melibatkan Kadet dan Dosen AAL secara aktif.

“Hal tersebut guna lebih meningkatkan kemampuan analisis para Dosen AAL maupun Kadet, serta lebih menimbulkan kemauan untuk mengembangkan Alutsista yang ada khususnya milik TNI AL” tegas orang nomor satu di AAL ini.

Sumber: AAL

3 comments:

  1. 100% setuju. Moga makin cepat dilaksanakan dan makin cepat diproduksi. Maju terus Indonesia ku....

    ReplyDelete
  2. Semoga keluhan para duta bangsa di degar para orang tua Ny berkuasa, sesungguhnya indonesia butuh kapal mobillitas tinggi,fregat, destroyer,bukan (kcr) kegunaanya kurang memadai buat nkri....!!!!

    ReplyDelete
  3. Berita ini sangat menggembirakan karena sudah waktunya TNI merangkul Perguruan Tinggi Nasional dan Lembaga Strategis Nasional seperti LIPI, LAPAN dan Lembaga Elektronika Nasional dalam upaya swasembada alutsista TNI karena disinilah letak salah satu unsur ketahanan nasional kita, semoga berhasil dan langgeng.

    ReplyDelete

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK