24 Mei 2012, Jakarta: Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) bersama dengan Korea Selatan melalui Defense Acquisition Program Administration (DAPA) telah mengadakan pertemuan untuk pertama kalinya guna membahas kerjasama Transfer of Technology ( ToT) di bidang industri pertahanan. Kerjasama ToT tersebut dibahas dalam pertemuan Defense Industry Cooperation Committee (DICC) Ke-1 yang berlangsung selama dua hari dari tanggal 21 hingga 22 Mei 2012.
“Maksud dan tujuan pertemuan DICC adalah membicarakan mengenai masalah- masalah industri pertahanan yang sedang dilakukan saat ini. Dengan pertemuan seperti ini kita menyamakan bagaimana pelaksanaan ToT kedepan”, jelas Sekjen Kemhan Marsdya TNI Eris Herryanto, S.IP, M.A., usai mendampingi Menhan Purnomo Yusgiantoro menerima Commissioner of DAPA Noh Dae-lae selaku Ketua Delegasi DICC Korea Selatan, Kamis Sore (24/5) di kantor Kemhan, Jakarta.
Lebih lanjut Sekjen menjelaskan bahwa Indonesia dan Korea Selatan mempunyai sistem yang berbeda, contohnya bahwa industri pertahanan di Korea Selatan adalah murni swasta, sedangkan di Indonesia adalah BUMN. Sehingga, dalam kerjasama ini, dengan status dan karakter yang berbeda maka dalam kerjasama ada hal - hal yang perlu didiskusikan.
Kedua negara sepakat bahwa kerjasama ToT bukan berfokus pada hasil, tetapi berdasarkan proses. Menurut Sekjen Kemhan proses ini penting supaya Indonesia dapat mendapatkan teknologi dan berinovasi terhadap teknologi. Selama ini banyak kegiatan kerjasama pertahanan antara kedua negara khususnya industri pertahanan yang memuat kerjasama ToT antara lain kerjasama pesawat tempur KFX / IFX, pembuatan kapal LPD, dan dalam waktu kedepan ada kerjasama kapal selam. Ada juga kerjasama kendaraan tempur Tarantula yang sudah mulai dikerjakan bersama dan beberapa peralatan - peralatan lainnya seperti komunikasi.
Terkait dengan kerjasama pesawat tempur KFX / IFX, Sekjen Kemhan mengatakan saat ini sudah pada phase Technical Development (TD) dan ini akan berakhir pada akhir tahun 2012. Tahun 2013 kerjasama akan masuk pada phase Enginering Mannufacturing Development (EMD). Pada phase EMD, kedua negara akan membuat prototype pesawat yang direncanakan akan dibuat 6 buah. Untuk phase TD saat ini sudah berjalan sesuai dengan rencana.
Pada awalnya teknisi - teknisi dari Indonesia memang belum seimbang dengan teknisi dari Korea Selatan, namun dengan berjalannya phase TD ini sudah mengurangi gap kemampuan dari teknisi Indonesia dengan teknisi dari Korea Selatan.
Sekjen Kemhan lebih lanjut mengatakan, dalam kerjasama ToT dengan Korea Selatan ini, ada yang harus dipersiapkan oleh Indonesia antara lain sarana prasarana, SDM dan Manajemen. Indonesia tentunya akan berupaya untuk melengkapinya khususnya di bidang sarana dan prasarana agar alih tekonologi ini dapat berjalan baik.
“Tentunya ini tanggung jawab pemerintah dan industri untuk bisa menyiapkan sarana dan prasarana, sedangkan SDM kita mencari yang sudah ada saat untuk kita tingkatkan kemampuannya”, tambah Sekjen Kemhan.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Commissioner of DAPA Noh Dae-lae mengatakan pada pertemuan DICC Ke- 1 ini telah dibahas lebih detail mengenai ToT atau pelaksanaan local production secara lebih dalam.
Menurutnya, kerjasama kedua negara sudah berjalan cukup baik hingga sekarang dan pihaknya yakin kedepannya akan mampu berjalan lebih baik lagi. Hal ini diyakininya karena kebijakan revitalisasi industri pertahanan yang di bawah Presiden SBY memiliki arah yang sama dengan kebijakan yang dipegang teguh oleh pemerintah Korea. “Oleh karena itu kedepannya Korea Selatan berharap hubungan kerjasama antara kedua negara dapat maju dengan cepat, ”tambahnya.
Sumber: DMC
Hibah 25 Tank LVT Korsel Tunggu Izin AS
24 Mei 2012
Indonesia telah menerima 10 LVT-7 hibah dari Korea dari rencana 35 unit (photo : dixie)
Jakarta, InfoPublik - Kembali Indonesia akan menerima hibah
25 tank amphibi Landing Vehicle Tracked (LVT) dari Korea Selatan untuk
digunakan oleh Korps Marinir TNI Angkatan Laut. Namun, prosesnya masih menunggu
izin dari Amerika Serikat, pembuat tank tersebut.
"Hibah 25 unit alat tempur LVT itu harus mendapatkan
izin dari Amerika Serikat, karena LVT itu merupakan buatan Amerika," jelas
Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono usai mengikuti sidang Komite
Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), di PT PAL Indonesia (Persero), Surabaya,
Jawa Timur, Rabu (23/5).
Menurut Panglima TNI, Indonesia sebelumnya juga telah
mendapatkan 10 unit LVT dari Korea Selatan, namun di Korsel masih ada 25 unit
lagi yang masih layak digunakan dan dihibahkan. "Saat ini sedang diproses
untuk mohon dihibahkan pada Indonesia tapi pelaksanaan hibah ini pun harus
seizin Amerika. Kita masih menunggu keputusan dari Kemhan Korea dan Amerika
Serikat apakah menyetujui untuk dihibahkan ke Indonesia atau tidak," kata
Panglima.
Mengenai pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) di
dalam negeri, Panglima TNI selaku anggota KKIP, mengatakan, PT PAL sebagai
"Lead Integrator" sangat penting untuk diberikan dukungan dalam
mewujudkan pembangunan kapal, baik Kapal Cepat Rudal (KCR), Perusak Kapal Rudal
(PKR) maupun kapal angkut. "KCR 40M sudah selesai dibangun dan ada
beberapa unit. PT PAL juga akan membangun 6 unit KCR-60M dan kapal 105 M, yakni
PKR," katanya.
Terkait pembelian Tiga Kapal Selam Korea, Menteri
Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan, tiga unit kapal masih dalam proses
pembangunan yang dilakukan oleh Korsel dan PT PAL. "Kapal selam pertama
akan dilakukan oleh Korsel. Yang kedua separuh-separuh antara Korsel dan PT PAL
dan ketiga dibangun di PT PAL. Ini harus dibahas kembali karena harus dilihat
kesiapan PT PAL sendiri," katanya.
Pasalnya, kata Menhan yang juga selaku Ketua KKIP, peralatan
untuk pembangunan kapal selam itu tidak mudah, sehingga harus terus
dibicarakan, sementara proses dari pembuatan ini tetap berjalan.
Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin menyebutkan
proyek kapal selam ini ada dua macam, yakni pengadaannya dan transfer of
technology-nya. "Kalau pengadaannya kan sudah selesai dan kita telah
kontrak. Ini akan berjalan sekaligus," tuturnya.
Namun, dalam ToT, ada tiga tahapan, yakni pembangunan kapal
selam di Korea, separuh-separuh antara Korsel dan PT PAL, dan PT PAL sendiri.
"Sejak fase pertama kita sudah melibatkan tenaga-tenaga teknis yang kita
kirim dari Indonesia yakni PT PAL ke Korea. Yang menjadi tantangan apabila kita
ingin masuk ke fase ketiga, infrastruktur yang ada di PT PAL harus dipersiapkan
karena membangun kapal selam memiliki infrastruktur tersendiFi dan yang paling
penting, harus didukung oleh anggaran yang perlu dipersiapkan. Kemhan juga
tengah membicarakan bagaimana kesiapan PT PAL yang terdiri dari Meneg bumn, dan
tentunya yang ahli dalam kontrak Kemhan," urainya.(dry)
(Kominfo)
No comments:
Post a Comment
DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK