Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) Building (sipri.org)
Stockholm (ANTARA News) - India menjadi importir senjata terbesar di dunia dalam lima tahun terakhir, sebuah laporan think-tank Swedia SIPRI melaporkan Senin, menyebut empat negara Asia lain diantara lima importir senjata teratas.

Laporan tersebut juga menyoroti bagaimana negara-negara penyuplai senjata utama dunia dalam beberapa tahun belakangan ini bersaing di pasar Libya, dan negara-negara Arab lainnya yang dicengkeram gelombang pemberontakan pro-demokrasi, demikian AFP melaporkan.

"India importir senjata terbesar dunia," kata Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) ketika merilis laporan terakhirnya mengenai tren perdagangan senjata internasional.

"India menampung sembilan persen dari volume transfer senjata internasional selama 2006-10, dimana Rusia bertanggungjawab atas pengiriman 82 persen impor senjata India," katanya.

Impor persenjatannya naik 21 persen dari periode lima tahun sebelumnya dengan 71 persen pesanannya berupa pesawat terbang.

Pembelian senjata India didorong oleh sejumlah faktor, kata Siemon Wezeman dari Program Transfer Persenjataan SIPRI.

"Alasan yang paling banyak disebut terkait dengan persaingan dengan Pakistan dan China serta tantangan keamanan internal," tulisnya.

China dan Korea Selatan bersama-sama menduduki tempat kedua dalam daftar impor senjata global, masing-masing enam persen, diikuti Pakistan, lima persen.

Pesawat terbang bertanggungjawab atas 45 persen impor senjata Pakistan, yang telah membeli pesawat tempur, baik dari China maupun Amerika Serikat. Impor senjata Pakistan naik 128 persen dalam periode lima tahun sebelumnya, catat SIPRI.

Yunani membulatkan daftar lima besar importir senjata, dengan empat persen dari impor global.

Sejak pencabutan embargo senjata PBB atas Libya September 2003, Inggris, Prancis, Italia dan Rusia bersama-sama bersaing untuk memenangkan pesanan dari rejim Moamer Kadhafi, kata laporan tersebut.

Kekuatan-kekuatan Kadhafi kini menggunakan tank, altileri dan pesawat terbang untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai kekuatan-kekuatan oposisi.

Mesir menerima 60 persen impor senjata utamanya dari Amerika Serikat antara 2006 hingga 2010, kata laporan SIPRI tersebut.

Impor tersebut termasuk "tank M-1A1 dan kendaraan lapis baja M-113 dari jenis yang tampil selama demonstrasi di negara tersebut pada Januari 2011," tambahnya.

Pemberontakan pro demokrasi memaksa presiden Hosni Mubarak lengser pada 11 Februari, sesudah kekuasaan otokratisnya bertahan hampir tiga dekade.

Namun konflik tersebut memakan korban 384 orang meninggal dan lebih dari 6.000 orang lainnya luka-luka.

Rusia, Montenegro, Belanda dan China juga menyuplai persenjataan kepada rejim Mubarak, kata laporan SIPRI tersebut.

Amerika Serikat tetap menjadi eksportir persenjataan militer terbesar di dunia, bertanggungjawab atas 30 persen ekspor senjata global pada 2006-10, 44 persennya tertuju ke Asia dan Oceania, kata SIPRI.

Lima penyuplai senjata teratas lainnya adalah Rusia, dengan 23 persen dari total pasar; Jerman (11 persen); Prancis (tujuh persen); dan Inggris (empat persen).

"Muncul persaingan sengit diantara para penyuplai untuk memperebutkan tiket transaksi besar di Asia, Timur Tengah, Afrika Utara dan Amerika Latin," kata Dr Paul Holtom, kepala Program Transfer Senjata SIPRI.

Dia menyebut upaya-upaya konsorsium Eurofighter untuk menjual pesawat mereka ke seluruh dunia menghadapi pesawat-pesawat saingan, dimana kompetisinya khususnya sangat tajam untuk pasar di Brazil dan india.

Inggris, Prancis, Jerman dan Italia juga sedang bersaing memperebutkan pesanan peralatan angkatan laut dari Aljazair, catat SIPRI.

Think tank tersebut, yang mengkhususkan diri pada riset atas konflik, senjata, pengawasan dan perlucutan senjata, didirikan pada 1966 dan 50 persen pendanaannya ditanggung oleh Swedia. (ANT/K004)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011
ANTARA