Disiapkan terbang di ketinggian 8.000 kaki, operasi secara otomatis.
(BPPT)
VIVAnews
-- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tak hanya puas
mengembangkan riset untuk senjata dan kendaraan taktis militer, yang
salah satunya menghasilkan panser ANOA yang diproduksi PT Pindad. BPPT
pun segera merintis pembuatan pesawat tanpa awak (unmanned aerial vehicle), yang salah satunya untuk kepentingan militer.
"Sekarang kami sedang finalisasi pesawat itu untuk kepentingan pengintaian dan operasi," kata Kepala BPPT, Marzan A. Iskandar, usai penganugerahan BJ Habibie Technology Award 2012 di Aula BPPT, Jakarta, Rabu 12 September 2012.
Marzan menambahkan pesawat tanpa awak tersebut selain untuk kepentingan pertahanan juga dapat digunakan untuk pengamatan wilayah (survailence) dan kebakaran hutan.
"Pada waktu lalu, pesawat ini digunakan untuk mendukung pembuatan hujan buatan," tambahnya.
Pesawat dengan kemampuan tinggi terbang mencapai 8.000 kaki ini dioperasikan secara otomatis melalui pusat kendali. "Langsung bisa kirim data secara real time ke pusat kontrol," ujarnya.
Bulan September ini, lanjut Marzan, akan dilakukan ujicoba bersama dengan Kementerian Pertahanan. Setelah ujicoba baru kemudian akan dilanjutkan ke tahap produksi.
"Segera diujicoba di Halim Perdanakusuma, dari sana produksi diputuskan dan bagaimana keperluannya," kata Marzan.
Pesawat tanpa awak yang dikembangkan oleh BPPT telah muncul dalam lima varian. Tiga merupakan jenis pesawat UAV untuk survei pemetaan sementara dua varian untuk kepentingan pertahanan. Pesawat ini akan dipakai oleh Kementerian Pertahanan maupun TNI.
"Sekarang kami sedang finalisasi pesawat itu untuk kepentingan pengintaian dan operasi," kata Kepala BPPT, Marzan A. Iskandar, usai penganugerahan BJ Habibie Technology Award 2012 di Aula BPPT, Jakarta, Rabu 12 September 2012.
Marzan menambahkan pesawat tanpa awak tersebut selain untuk kepentingan pertahanan juga dapat digunakan untuk pengamatan wilayah (survailence) dan kebakaran hutan.
"Pada waktu lalu, pesawat ini digunakan untuk mendukung pembuatan hujan buatan," tambahnya.
Pesawat dengan kemampuan tinggi terbang mencapai 8.000 kaki ini dioperasikan secara otomatis melalui pusat kendali. "Langsung bisa kirim data secara real time ke pusat kontrol," ujarnya.
Bulan September ini, lanjut Marzan, akan dilakukan ujicoba bersama dengan Kementerian Pertahanan. Setelah ujicoba baru kemudian akan dilanjutkan ke tahap produksi.
"Segera diujicoba di Halim Perdanakusuma, dari sana produksi diputuskan dan bagaimana keperluannya," kata Marzan.
Pesawat tanpa awak yang dikembangkan oleh BPPT telah muncul dalam lima varian. Tiga merupakan jenis pesawat UAV untuk survei pemetaan sementara dua varian untuk kepentingan pertahanan. Pesawat ini akan dipakai oleh Kementerian Pertahanan maupun TNI.
sumber :VIVA NEWS
Kabarnya Kemenhan akan membeli UAV dari Israel. Kalau bisa membuat & mengembangkan sendiri & tidak kalah canggih mengapa harus membeli dari luar..? Apakah juga ada kelanjutan pengembangan robot terbang Quadrotor buatan ITB?
ReplyDeletePerlahan tapi pasti. Asal ada kemauan dan konsisten serta leadership yang kuat Indonesia pasti mampu bersaing dengan negara maju dalam hal penguasaan teknologi. Riset harus sejalan dengan hal tersebut.
ReplyDeleteDukungan sumber daya untuk menjadi negara maju sepertinya sudah layak. Ada LAPAN, PINDAD, PTDI, PT PAL, LEN, PT Lundin dan lain-lain dan ribuan ilmuwan yang berdiaspora di seluruh dunia yang bisa diberdayakan. Tinggal konsistensi stake-holder (pemerintah) dalam mendukung BUMN tersebut termasuk dalam hal risetnya.
Mungkin benar seperti kata politikus Permadi, suatu saat nanti Indonesia akan menjadi mercusuar dunia... amiin...