Pages

Sunday, December 26, 2010

Roket dan Artileri Armed Kostrad


105mm Towed Howitzer KH-178
Gambar:@lautsista
Akuisi TNI-AD terhadap produk artileri kanon dan artileri roket terasa sebagai angin segar bagi kekuatan pertahanan Indonesia. Rencana pembelian artileri roket besutan Poland, WR-40 Langusta dan meriam Korea Selatan kaliber 105mm, KH 178, pasti berefek menambah daya pukul dan daya gentar (deterence) unit pasukan darat kita. Sebelumnya korps marinir sendiri telah dipersenjatai dengan persenjataan artileri roket jebolan Ceko, RM-70 Grad dan sudah dipergunakan untuk latihan di Karangtekok Situbondo. Baik WR-40 Langusta maupun RM-70 Grad sama-sama pengembangan teknologi artileri roket BM-21 buatan Uni Soviet (Rusia). Langusta WR-40 bisa diproduksi dalam bentuk baru bisa juga upgrade langsung dari BM-21, yang umumnya sudah uzur warisan pembelian eks-Uni Soviet/pakta warsawa.
Upgrade BM-21 ongkosnya sekitar separo dari beli baru WR-40 Langusta. Berpenggerak 6×6 Langusta tangguh dalam cross country, lagian bobot tempurnya berkisar 18-20 ton. Masih feasible untuk topografi alam dan konstruksi jalan di Indonesia. Bayangkan RM-70 Grad korps marinir bobot tempurnya 25-33 ton. Tentunya marinir awak RM-70 disibukkan memastikan tempat pendaratan maupun jalur lintas dalam menopang berat alutsista tersebut. WR-40 dan RM-70 amunisinya sama roket berkaliber 122mm dan panjang 2,87m dengan daya jangkau bervariasi tergantung jenis hulu ledak dan muatannya berkisar 30-40 km. Daya jangkau sejauh itu adalah setara dengan daya tembak howitzer berat kaliber 155mm. Bagusnya roket kaliber 122mm (Rhan-122) sudah dikembangkan oleh Dephan, tentunya bekerja sama dengan institusi lain, meski baru pada kemampuan daya jangkau maksimal 14 km. Diharapkan pengembangan amunisi roket tersebut bisa menyuplai kedua roket artileri itu. WR-40 bobotnya lebih ringan dari RM-70 karena lebih pendek dan lebih sederhana. RM-70 berpenggerak 8×8 dan memiliki autoloader yang berisi roket suplai yang terletak antara peluncur dan kabin. Jadi jika roket yang ada di dalam tabung launcher telah kosong, bisa secara otomatis diisi kembali dengan roket yang di dalam autoloader secara mekanis. Sedangkan WR-40 untuk pengisian ulang roket ke dalam tabung launcher sepenuhnya manual dari unit kendaraan pendukung yang membawa roket.


Durasi pengisian ulang roket ke dalam 40 tabung peluncur memakan waktu sekitar 7 menit. Langusta bisa diawaki 4 hingga 6 prajurit, bermesin diesel 350 daya kuda Iveco Aifo Cursor 8. Chasisnya menggunakan platfom truk Jelcz P662D.35G-27 6×6. Tekanan angin dalam ban kendaraan dikendalikan secara terpusat dari ruang kabin sehingga mudah disesuaikan dengan kondisi jalan dan medan. Hulu ledak artileri roket umumnya adalah jenis HE-fragmentation dan AP (armour piercing) tetapi bisa juga dimuati ranjau anti personel untuk ditanam ke medan tempur menghambat gerak maju pasukan infanteri lawan.
Sedangkan meriam artileri tarik kaliber 105mm bisa dihitung hal baru dalam arsenal pasukan darat Indonesia. Malahan artileri tarik armada medan kostrad sebelumnya menggunakan kaliber 76mm yang harusnya dipakai oleh unit pendukung taktis infanteri bukan satuan artileri karena sifatnya yang lebih portabel. KH178 105mm merupakan meriam artileri ringan yang telah dipergunakan secara luas oleh militer Korsel mulai 1984 dan diekspor ke beberapa negara. Meriam artileri ini diproduksi Kia Machine Tool Compaany. Dikembangkan dari basis meriam AS kaliber 105mm M101. Jarak tembak meriam ini mencapai 14 km, dengan amunisi berpendorong bantu roket bisa mencapai 18 km. Umur laras meriam mencapai 7500 tembakan. Tentunya dengan makin besarnya kaliber amunisi berarti semakin berat pula konstruksinya, bobot mencapai 2,6 ton. Membutuhkan kendaraan ukuran sedang untuk menariknya, bisa memakai panser APC Anoa 6×6 buatan Pindad. Kecepatan tembak per menit antara 5 hingga 15 tembakan tergantung skill awak meriam di mana mekanisme feeding peluru merriam adalah manual.
Namun dalam pertempuran nyata hasil akhir kembali ke filosofi the men behind the gun. Sebagus-bagusnya alat senjata akhirnya kembali ke personel yang mengawaki. Personel militer penjaga pertahanan negara dan pelindung rakyat haruslah makin cepat, makin banyak, dan makin akurat. Makin cepat dalam melayani tembakan senjata artileri sehingga meningkat kecepatan tembakan per menitnya namun setiap tembakan janganlah mubazir, ditingkatkan akurasi. Itu semua bergantung pula pada keterampilan personel dan unsur dukungan baik piranti keras maupun maupun lunak. Tengoklah Malaysia sudah jamak personel militernya mengoperasikan artileri 105mm bahkan telah memiliki meriam tarik 155mm G5 MkIII dari Afsel dan VSEL FH-70 dari Inggris maupun MBT PT-91 Twardy Polandia. Sedangkan artileri roket Malaysia malah sudah duluan mengakses 36 unit ASTROS II dari Brazil. Demikiaan pula Singapura telah memiliki banyak meriam artileri kaliber 155mm seperti SLWH Pegasus, FH-2000 dan FH-8, juga artileri SPH L39 Primus. Bahkan Singapura mampu memproduksi sendiri artileri sedang meski larasnya beli dari luar seperti Afsel dan Israel. Belum lagi dukungan navigasi canggih bagi data operasi artileri. Tentunya bagi Indonesia ini sangat bergantung pada political pemerintah dan kesinambungan riset jangka panjang, tidak sekedar mencari obyekan riset sesaat.

OLEH Rudi Supratman
KOMPASIANA
@lutsista

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK

BERITA POLULER

BACA JUGA: