Pages

Sunday, January 2, 2011

Iran-Amerika; Berunding, Sanksi atau Agresi Militer?

Pemerintah Barack Obama berulang kali menyatakan tidak akan membiarkan Iran menjadi kekuatan nuklir. Namun yang menjadi pertanyaan hingga saat ini, Amerika tidak pernah menjelaskan langkah-langkah detil negara ini untuk menjegal Iran. Saat ini Iran masih di bawah sanksi PBB, tapi ternyata sanksi inipun tidak mampu menghentikan aktivitas nuklir Iran, bahkan para pemimpin Iran semakin serius menindaklanjuti aktivitas nuklirnya. Menyaksikan kenyataan ini, Amerika dan sekutu Eropanya mulai kasak-kusuk untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat. Sementara di sisi lain, Iran berkali-kali menyatakan siap untuk melakukan perundingan, tapi pada saat yang sama menyatakan tidak akan menerima bila hak-haknya dikebiri. Artinya, Iran tidak akan mundur dari program nuklirnya.
Iran menuntut perundingan berdasarkan keadilan dan prinsip saling menghormati. Selain itu, negara-negara kelompok 5 + 1 juga harus transparan soal nuklir rezim Zionis Israel. Karena kelompok 5 + 1 menuding program nuklir tidak transparan, maka praktis selama ini mereka menutup mata dari aktivitas nuklir Israel. Begitu juga, negara-negara ini menuntut kerjasama Iran dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di seluruh bidang.
Sanksi Syarat Perundingan
Tampaknya para pejabat Amerika dan wakil-wakil Uni Eropa sepakat di awal tahun 2011 akan menjatuhkan sanksi yang lebih berat terhadap Iran. Sanksi baru ini akan diterapkan sebelum dimulainya babak baru perundingan Iran dengan kelompok 5 + 1 di Istanbul. Karena Barat yakin motif Iran menjadikan Turki sebagai tuan rumah perundingan kembali pada hubungan baik dua negara yang dapat memperkuat sikap Iran dalam perundingan.
Baru-baru harian Wall Street Journal dalam laporannya menulis, Eropa dan Amerika ingin mengakhiri perundingannya dengan Iran. Karena Iran tetap melanjutkan aktivitas nuklirnya. Sejatinya, para pejabat Barat ingin melanjutkan perundingan dengan Iran bila Iran melakukan kerjasama dengan IAEA secara menyeluruh berdasarkan resolusi PBB.
Keyakinan ini bersumber dari sebagian pejabat Barat yang meyakini bahwa tujuan Iran dari perundingan dengan kelompok 5 + 1 hanya mencari kesempatan untuk melanjutkan program nuklirnya. Oleh karena itu, mereka merasa sebelum dimulainya perundingan baru dengan Iran di Istanbul, hendaknya mereka segera menerapkan sanksi baru terhadap Iran. Padahal, sekalipun penjatuhan sanksi dapat menyulitkan Iran, tapi pada saat yang sama tidak mampu mengubah keinginan politik para pemimpin Iran.
Dari Kudeta Hingga Dialog
Tidak adanya kemajuan cepat dalam perundingan nuklir akan membawa sebagian analis politik dan politikus Amerika untuk memihak ide kudeta di Iran. Tentunya kebijakan kudeta yang berarti agresi militer hanya akan menghasilkan tragedi kemanusiaan. Sebelumnya, Kepala Staf Gabungan Amerika, Laksamana Mike Mullen menyatakan bahwa Republik Islam Iran tengah berusaha memproduksi bom nuklir dan hal ini menjadi ancaman bagi negara-negara tetangga Iran. Artinya, Mullen menyatakan bahwa dalam menghadapi ancaman Iran semua opsi terbuka lebar bagi Amerika.
Sementara Menteri Pertahanan Amerika, Robert Gates secara terbuka mengatakan bahwa ‘perang akan mempersatukan pemerintah dan bangsa Iran' dan program nuklir dan persenjataan Iran akan semakin tersembunyi.
Pusat-pusat konsultasi Senat Amerika terkait hal ini telah mengeluarkan peringatan bahwa perang terhadap Iran akan membuat kawasan Timur Tengah menjadi tidak stabil dan akan membahayakan kepentingan strategis Amerika. Pada akhirnya, serangan mendadak terhadap instalasi nuklir Iran merupakan ‘pilihan buruk' yang hasilnya kontra produktif.

Mencermati hal ini, mayoritas ahli strategi Amerika meyakini bahwa pemerintah Barack Obama dengan seluruh masalah di dalam dan di luar negeri tidak punya pilihan lain kecuali menghidupkan kembali proses diplomasi untuk menyelesaikan krisis nuklir Iran. Alasan utama mereka adalah bila Amerika mengambil metode yang lebih berani dalam perundingan dan melakukan hubungan lebih luas dengan Iran, pada akhirnya mereka tidak punya pilihan lain, kecuali menerima Iran sebagai kekuatan nuklir.
Wawancara terbaru Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri Amerika dengan televisi BBC menunjukkan strategi baru ini. Clinton menyatakan bahwa Amerika secara bersyarat menyetujui Iran memiliki energi nuklir.
Tampaknya pandangan Washington terhadap Tehran masih dipengaruhi tiga masalah penting:
1. Iran saat ini tengah memperluas persenjataan nuklir dan menyesuaikannya dengan sistem rudalnya dengan senjata nuklir.
2. Iran tengah berusaha menguasai kawasan Irak, Teluk Persia dan seluruh Timur Tengah.
3. Kepemimpinan Iran menjadi bahaya laten dan segera bagi Israel.
Dengan mencermati tiga hal ini, Amerika berkeyakinan bila program nuklir Iran tidak juga berhenti, pada saat itu Amerika dan sekutunya akan menghadapi ‘dunia lain' dalam empat hingga lima tahun ke depan dan setidak-tidaknya ada dua kejadian penting yang akan terjadi:
1. Bahaya penyebaran senjata nuklir di Timur Tengah.
2. Kemungkinan serangan Israel ke Iran.
Sejatinya, Gedung Putih berkeyakinan bahwa upaya Iran untuk memproduksi senjata nuklir akan membuat kawasan menjadi sangat tidak stabil. Karena bila Iran menguasai teknik membuat bom nuklir, maka pada saat itu perlombaan persenjataan modern di Timur Tengah akan dimulai. Selain itu, Amerika harus senantiasa ketakutan akan serangan militer Iran terhadap Israel.
Itulah mengapa Amerika berkeyakinan Iran harus diawasi secara profesional oleh ‘pengawas khusus' di negara-negara lain, begitu juga tujuan pengumpulan onformasi elektronik, siber dan sumber-sumber manusia agar program rahasia Iran menjadi tidak stabil dari dalam.
Selain itu, para politikus Amerika berkeyakinan bahwa Iran harus diisolasi baik secara diplomasi maupun politik dan menjadi negara yang harus dikaji dan diteliti lebih jauh. Amerika tetap mengawasi manuver militer Iran di kawasan Teluk Persia lewat sebuah jaringan pengawsan luas dan patroli laut. Untuk ini, sejak awal tahun 2010, perisai rudal Patriot telah ditempatkan di Bahrain, Qatar, Kuwait dan Uni Emirat Arab.
Begitu juga Amerika memiliki pangkalan besar angkatan laut di Bahrain. Pangkalan ini menjadi basis kapal dan pesawat militer Amerika yang mengawasi aktivitas Iran. Bila terjadi serangan ke Iran, pangkalan ini dapat menjadi penangkis serangan Iran. Sejatinya, pangkalan angkatan laut Amerika di Bahrain menjadi pusat komando kapal dan pesawat militer yang bertugas mengawasi Iran dan bila terjadi serangan mendadak, pangkalan ini memainkan peranan sebagai pelindung kepentingan Amerika di Timur Tengah. (IRIB/SL)

IRIB

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK