Dosen Universitas California, AS, Profesor William Robinson mengatakan, program nuklir Republik Islam Iran hanya alasan AS dan apa yang sebenarnya dikhawatirkan oleh Gedung Putih adalah independensi Iran. Profesor Robinson kepada kantor berita IRNA, Ahad (23/1), menuturkan, dunia dikuasai oleh undang-undang arogan dan beberapa kekuatan menggunakan sanksi bukan untuk melaksanakan keadilan, tapi demi mengejar kepentingannya. Ditambahkannya, "Jika kita hidup di sebuah dunia, di mana seluruh negara punya kekuatan yang sama dan semua menghormati undang-undang internasional, maka sanksi dapat menjadi sarana yang baik untuk menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan negara-negara, tapi sayangnya tidak demikian."
"AS secara ilegal menginvasi Irak dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan internasional di berbagai sudut dunia. Aksi ini juga masih berlanjut di abad 21," kritiknya.
"Karena kita hidup di dunia yang tidak berimbang, maka tidak ada pihak yang mampu meratifikasi sebuah sanksi atas AS. Pelanggaran undang-undang internasional oleh negara-negara kecil sangat tidak sebanding dengan aksi negara adidaya itu," jelasnya.
Masih menurut profesor AS ini, lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan G-8 serta lembaga dunia lainnya ketika mensahkan sebuah resolusi, tidak mengindikasikan pelaksanaan keadilan, tapi sepenuhnya mencerminkan ketidakadilan dan menunjukkan ketidaksetaraan, yaitu memanfaatkan sanksi untuk memukul pihak yang lebih lemah. Penulis buku "Latin America and Global Capitalism" ini menjelaskan, jika selama ini ada keadilan, rezim Zionis Israel harus berada di bawah sanksi terberat PBB.
Seraya membandingkan serangan Israel terhadap konvoi bantuan kemanusiaan Gaza dengan kekejaman Adolf Hitler, keturunan Yahudi ini menegaskan, Israel telah melanggar hampir semua undang-undang internasional. Ditambahkannya, tidak adanya berapa jumlah resolusi yang disahkan di PBB, karena Israel kebal dari sanksi.
"Ketidakseimbangan dalam undang-undang internasional telah menyebabkan kekebalan Israel dari sanksi, sementara Iran dan Irak berada dalam pusaran sanksi," protesnya. Sanksi di Irak, lanjutnya, lebih dari 500 ribu anak telah tewas dan ini adalah sebuah genosida yang dilakukan AS.
Menurut profesor Robinson, AS telah menjalankan kebijakan yang bertujuan untuk melumpuhkan Iran, Venezuela dan Kuba. Tujuan dari strategi ini adalah memperlemah struktur ekonomi dan mengguncang negara-negara tersebut. Ditambahkannya, dengan memperlemah dan menghancurkan infrastruktur yang menjadi kebutuhan dasar warga, Washington ingin menciptakan perpecahan di tengah warga dan menjatuhkan pemerintah.
Lebih lanjut profesor Robinson menandaskan, isu nuklir hanya alasan untuk menarik dukungan internasional. Menurut saya, AS secara spesifik tidak mengkhawatirkan program nuklir Iran. Dikatakannya, Iran telah menunjukkan kerjasamanya dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan telah berupaya cukup dalam masalah ini. Oleh sebab itu, alasan sanksi bukan karena kekhawatiran AS atas program nuklir Iran, tapi ingin menciptakan instabilitas di negara itu. (IRIB/RM/SL)
IRIB
"AS secara ilegal menginvasi Irak dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan internasional di berbagai sudut dunia. Aksi ini juga masih berlanjut di abad 21," kritiknya.
"Karena kita hidup di dunia yang tidak berimbang, maka tidak ada pihak yang mampu meratifikasi sebuah sanksi atas AS. Pelanggaran undang-undang internasional oleh negara-negara kecil sangat tidak sebanding dengan aksi negara adidaya itu," jelasnya.
Masih menurut profesor AS ini, lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan G-8 serta lembaga dunia lainnya ketika mensahkan sebuah resolusi, tidak mengindikasikan pelaksanaan keadilan, tapi sepenuhnya mencerminkan ketidakadilan dan menunjukkan ketidaksetaraan, yaitu memanfaatkan sanksi untuk memukul pihak yang lebih lemah. Penulis buku "Latin America and Global Capitalism" ini menjelaskan, jika selama ini ada keadilan, rezim Zionis Israel harus berada di bawah sanksi terberat PBB.
Seraya membandingkan serangan Israel terhadap konvoi bantuan kemanusiaan Gaza dengan kekejaman Adolf Hitler, keturunan Yahudi ini menegaskan, Israel telah melanggar hampir semua undang-undang internasional. Ditambahkannya, tidak adanya berapa jumlah resolusi yang disahkan di PBB, karena Israel kebal dari sanksi.
"Ketidakseimbangan dalam undang-undang internasional telah menyebabkan kekebalan Israel dari sanksi, sementara Iran dan Irak berada dalam pusaran sanksi," protesnya. Sanksi di Irak, lanjutnya, lebih dari 500 ribu anak telah tewas dan ini adalah sebuah genosida yang dilakukan AS.
Menurut profesor Robinson, AS telah menjalankan kebijakan yang bertujuan untuk melumpuhkan Iran, Venezuela dan Kuba. Tujuan dari strategi ini adalah memperlemah struktur ekonomi dan mengguncang negara-negara tersebut. Ditambahkannya, dengan memperlemah dan menghancurkan infrastruktur yang menjadi kebutuhan dasar warga, Washington ingin menciptakan perpecahan di tengah warga dan menjatuhkan pemerintah.
Lebih lanjut profesor Robinson menandaskan, isu nuklir hanya alasan untuk menarik dukungan internasional. Menurut saya, AS secara spesifik tidak mengkhawatirkan program nuklir Iran. Dikatakannya, Iran telah menunjukkan kerjasamanya dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan telah berupaya cukup dalam masalah ini. Oleh sebab itu, alasan sanksi bukan karena kekhawatiran AS atas program nuklir Iran, tapi ingin menciptakan instabilitas di negara itu. (IRIB/RM/SL)
IRIB
No comments:
Post a Comment
DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK