Pages

Sunday, August 15, 2010

Insiden Tanjung Berakit


Nelayan Malaysia Tahu Kelemahan Kita
Senin, 16 Agustus 2010 | 00:24 WIB
tribunnews.com
RAWAN - Titik-titik merah menunjukkan kaawsan rawan pencurian ikan oleh nelayan negeri tetangga. Para nelayan dan petugas sering memergoki mereka mencuri ikan tapi tak bisa berbuat banyak karena kalah sarana.

KARIMUN, KOMPAS.com - Penembakan dan penangkapan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepulauaun Riau oleh polisi Malaysia di wilayah republik, adalah buntut dari serangkaian kejadian sebelumnya.

Yakni, petugas DKP maupun nelayan Indonesia sering memergoki nelayan Malaysia mencari ikan di Tanjung Berakit dan sekitarnya yang masih wilayah Indonesia.

Ketua Kontak Tani dan Nelayan (KTNA) Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Amirullah, menyatakan, nelayan asing itu bukan saja dari Malaysia, tetapi juga Thailand dan Vietnam.

Mereka mencuri di perairan Indonesia, terutama pada akhir dan awal tahun. Pada Desember hingga Maret setiap tahunnya merupakan pergantian musim barat dengan awal musim utara. Saat itulah jumlah ikan tangkapan sangat banyak.

"Musim itu juga ombak cukup besar. Tapi pada saat ombak besar itulah ikan banyak. Tapi di satu sisi, hal ini sering kali menjadi kendala bagi petugas kita untuk melakukan pengawasan karena sarana dan prasarana yang kurang memadai," ujar Amirullah, Minggu (15/8/2010).

Dikatakan, nelayan-nelayan asing itu memiliki sarana yang lebih canggih. Misalnya kapalnya modern sehingga ombak besar bukan jadi halangan lagi.

"Dengan kata lain para nelayan asing itu seakan sudah bisa mengukur kekuatan kita dan seolah-olah memanfaatkan kelemahan kita dalam pengawasan," ujar Amirullah.

Tidak hanya itu, lanjut Amirullah, nelayan asing juga tidak segan-segan menggunakan perangkat terlarang, seperti pukat harimau, bubu, rawai atau pancing dan sesekali bom ikan. Kapal mereka pun dari segi ukuran cukup besar, yakni antara 20-50 Grasse Tonase (GT) bahkan ada yang sampai 200 GT.

"Nelayan kita sering memergoki mereka tapi tidak bisa apa-apa. Selain teknologi mereka sudah canggih kemungkinan besar kecepatan kapal mereka juga sudah melebihi 100 knot per jam," ucapnya lagi.

Wilayah Kepulauan Riau Kepri yang lebih dari 90 persen lautan, sering kali jadi sasaran illegal fishing. Mulai dari perairan Pulau Pisang di sekitar Pulau Tokong Hiu, Karimun dan perairan antara Selat Malaka dan Bengkalis.

Demikian juga di perairan Natuna -sekitar Pulau Bone dan Kijang, serta Tanjung Berakit, Kabupaten Bintan yang terakhir kali menjadi lahan jarahan tujuh nelayan Malaysia. Peristiwa itu sempat memanaskan lagi hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.

Untuk itu Amirullah meminta pemerintah, baik di daerah maupun pusat untuk lebih perhatian terkait masalah kelautan dan nelayan kita ke depan.

"Masalah ini sebenarnya sudah lama, dan anehnya hal ini cukup terabaikan. Sekarang sudah kejadian seperti ini, repot kita kan. Malaysia saja bisa memberikan proteksi lebih kepada nelayan mereka walaupun itu jelas-jelas mereka salah tapi mereka seakan-akan tidak peduli lagi," keluhnya. (Rachta Yahya)


kompas

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK

BERITA POLULER

BACA JUGA: