Senin, 18 Juni 2012 11:00 WIB | 2825 Views
Dalam khasanah budaya tradisional Batak, ada
beragam jenis tari Tor-tor, sesuai akar rumpun subetniknya. Dalam foto
"Tor Tor Sihutur Sanggul" dari subetnik Batak Toba, yang ditarikan
sejumlah penari di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, beberapa waktu
lalu. Kali ini Malaysia mulai melirik jenis tarian ini untuk
"dimasukkan" ke dalam inventori budaya asli mereka. Upaya serupa pernah
dilakukan terhadap lagu Rasa Sayange, Beragam jenis dan motif Batik,
hingga Reog Ponorogo. Penyelesaian oleh pemerintah Indonesia selalu
berlandas "semangat serumpun". (FOTO ANTARA/Irsan Mulyadi)
... Ini tindakan provokatif dan agresif... pasti publik Indonesia akan marah...
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum
internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan,
tarian Tor-tor dan Paluan Gondang Sambilan dari
Tanah Batak, harus dikawal benar-benar. Jangan sampai Malaysia bisa
mengklaim kedua jenis tarian tradisional Batak itu sebagai milik negara
federasi Malaysia.
Awalnya bermula dari
perantauan komunitas Mandailing, di Malaysia. Sebagai komunitas di
perantauan, sah-sah saja jika mereka melestarikan kekayaaan tanah
leluhurnya di perantauan tempat mereka mengadu nasib. Masyarakat
Malaysia juga jadi sering melihat penampilan tarian Tor-tor itu.
Akibat
lanjutan, Malaysia mengembangkan kedua jenis tarian itu dan ada
sinyalemen negara semenanjung yang sering mengaku "saudara serumpun
Indonesia" itu akan memformalkan kedua tarian itu sebagai milik mereka.
Menurut
Juwana, "Memang dua tarian itu diusulkan komunitas Mandailing di
Malaysia. Masyarakat yang merantau itu bisa saja mempraktekkan budaya
yang mereka miliki, namun jangan sampai Malaysia sebagai negara
memformalkan sebagai 'milik' negara itu."
Guru besar hukum internasional UI itu mengatakan, "Malaysia harus memperhatikan sensitivitas rakyat Indonesia sebagai pemilik kedua tarian tradisional asli itu."
"Kesalahan terbesar pemerintah Malaysia adalah memformalkan. Ini tindakan provokatif dan agresif di bidang kebudayaan terhadap Indonesia. Sensitivitas pemerintah Malaysia diperlukan karena dalam hubungan bertetangga yang mengalami pasang surut pasti publik Indonesia akan marah," ujarnya.
Tindakan pemerintah
Malaysia pun --dalam konteks ini-- tidak sejalan dengan solidaritas
ASEAN dan keinginan untuk membangun masyarakat ASEAN.
"Publik Indonesia akan menolak pembentukan masyarakat ASEAN karena kekhawatiran mereka akan menjadi pecundang di antara negara-negara ASEAN yang ada," ujarnya.
"Publik Indonesia akan menolak pembentukan masyarakat ASEAN karena kekhawatiran mereka akan menjadi pecundang di antara negara-negara ASEAN yang ada," ujarnya.
Dalam hal akulturasi dan
penyerapan budaya antar bangsa, dia memberi contoh, " Komunitas China di
Indonesia sering memeragakan tarian barongsai. Tapi tidak pernah
pemerintah Indonesia memformalkan bahwa barongsai itu milik Indonesia."
SUMBER : ANTARA
SUMBER : ANTARA
No comments:
Post a Comment
DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK