Bagus Kurniawan - detikNews
Yogyakarta - Indonesia tidak bisa sepenuhnya bergantung pada Amerika Serikat (AS) dalam hal teknologi kedirgantaraan. Diperlukan Kerjasama dengan negara lain untuk mengurangi ketergantungan teknologi pada satu negara saja.
Demikian disampaikan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Imam Sufaat dalam acara peringatan Hari Bakti TNI AU ke-63 di Akademi Angkatan Udara, (AAU) di Maguwo, Yogyakarta, Kamis (29/7/2010).
"Ada banyak tawaran kerjasama. Salah satunya kerjasama dengan pemerintah Korea Selatan dalam pembuatan pesawat. Diharapkan bisa dihasilkan pesawat tempur pada 2020 mendatang. Ada juga tawaran kerjasama dengan Pakistan untuk membuat pesawat tempur dengan kemampuan di atas F-16 buatan AS," kata Imam.
Diakui Imam, selama ini Indonesia membeli peralatan kedirgantaraan hanya dari Amerika Serikat saja. Namun beberapa pabriknya ada yang tidak memproduksi lagi. Kerjasama dengan Korea Selatan merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan.
"Rencana pembuatan pesawat tempur ini untuk spesifikasi teknologi pesawatnya lebih handal dibanding dengan F-16 buatan AS," katanya.
Dia menjelaskan kerjasama penguasaan teknologi pembuatan pesawat itu sudah ada dalam nota kesepahaman (MoU) yang telah dibuat oleh Departemen Pertahanan dengan cara penyertaan saham sebanyak 20 persen. Di luar kerjasama itu ada upaya
pembuatan pesawat tempur seperti yang dilakukan India-China. Dua negara ini sekarang sudah mampu menghasilkan pesawat tempur dengan kemampuan di atas pesawat tempur F16 buatan AS.
"Saat ini kita juga mendapatkan tawaran kerjasama dari Pakistan. Kalau membuat pesawat tempur sendiri kita bisa dapatkan break event poin untuk 200 produksi pesawat tempur," kata Imam.
Ditanya mengenai alat utama sistem persenjataan (alusista) yang dimiliki, Imam mengatakan sebenarnya kekuatan militer Indonesia sudah mampu untuk memproduksi bom maupun penguasaan teknologi roket dengan sasaran dari udara ke darat. Khusus untuk pengembangan roket sudah dilakukan oleh Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) yang berupaya meluncurkan roket sendiri.
"Namun untuk peluru kendali, Indonesia masih perlu transfer teknologi dan dukungan pengembangan teknologi dirgantara. Buatan PT Pindad sudah kita pakai. Soal isian kita tak mengalami masalah hanya untuk sistem pengendalian memang harus lebih kita kuasai," pungkas Imam Sufaat.
(djo/djo)
detik news
Demikian disampaikan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Imam Sufaat dalam acara peringatan Hari Bakti TNI AU ke-63 di Akademi Angkatan Udara, (AAU) di Maguwo, Yogyakarta, Kamis (29/7/2010).
"Ada banyak tawaran kerjasama. Salah satunya kerjasama dengan pemerintah Korea Selatan dalam pembuatan pesawat. Diharapkan bisa dihasilkan pesawat tempur pada 2020 mendatang. Ada juga tawaran kerjasama dengan Pakistan untuk membuat pesawat tempur dengan kemampuan di atas F-16 buatan AS," kata Imam.
Diakui Imam, selama ini Indonesia membeli peralatan kedirgantaraan hanya dari Amerika Serikat saja. Namun beberapa pabriknya ada yang tidak memproduksi lagi. Kerjasama dengan Korea Selatan merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan.
"Rencana pembuatan pesawat tempur ini untuk spesifikasi teknologi pesawatnya lebih handal dibanding dengan F-16 buatan AS," katanya.
Dia menjelaskan kerjasama penguasaan teknologi pembuatan pesawat itu sudah ada dalam nota kesepahaman (MoU) yang telah dibuat oleh Departemen Pertahanan dengan cara penyertaan saham sebanyak 20 persen. Di luar kerjasama itu ada upaya
pembuatan pesawat tempur seperti yang dilakukan India-China. Dua negara ini sekarang sudah mampu menghasilkan pesawat tempur dengan kemampuan di atas pesawat tempur F16 buatan AS.
"Saat ini kita juga mendapatkan tawaran kerjasama dari Pakistan. Kalau membuat pesawat tempur sendiri kita bisa dapatkan break event poin untuk 200 produksi pesawat tempur," kata Imam.
Ditanya mengenai alat utama sistem persenjataan (alusista) yang dimiliki, Imam mengatakan sebenarnya kekuatan militer Indonesia sudah mampu untuk memproduksi bom maupun penguasaan teknologi roket dengan sasaran dari udara ke darat. Khusus untuk pengembangan roket sudah dilakukan oleh Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) yang berupaya meluncurkan roket sendiri.
"Namun untuk peluru kendali, Indonesia masih perlu transfer teknologi dan dukungan pengembangan teknologi dirgantara. Buatan PT Pindad sudah kita pakai. Soal isian kita tak mengalami masalah hanya untuk sistem pengendalian memang harus lebih kita kuasai," pungkas Imam Sufaat.
(djo/djo)
detik news
No comments:
Post a Comment
DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK