Pages

Tuesday, August 3, 2010

Bangkitnya Alat Perang Indonesia


"KALAU dipacu di lintasan lurus, kecepatannya bisa sampai 100 kilometer per jam," kata Ramdani, staf teknisi panser Anoa produksi PT Pindad, kepada Jawa Pos. Pagi itu pemegang surat izin mengemudi (sim) khusus B-II panser Mabes TNI tersebut mengajak Jawa Pos test drive panser angkut personel itu.
Ramdani mengemudi dengan santai. Sesekali dia bercanda dan mengobrol rileks. Bahkan, lulusan Politeknik Bandung itu terkadang hanya menggunakan satu tangan saat menyetir panser. "Ini transmisinya otomatis. Istilahnya seperti mobil matic lah," katanya kepada Jawa Pos yang duduk di sampingnya. "Jangan khawatir, Dani (panggilan akrab Ramdani) sudah jago," kata juru bicara PT Pindad Timbul Sitompul yang duduk di kabin penumpang di bagian tengah. Panser Anoa seharga Rp 5 miliar per unit yang pagi itu diuji coba adalah salah satu buatan PT Pindad.
Panser itu bermesin Renault (Prancis). Lintasan untuk uji coba melewati kompleks PT Pindad Bandung yang luasnya mencapai 66.000 m2 Transmisi otomatis bergigi enam membuat tarikan Anoa terasa halus.

Panser dengan bobot mati (tanpa penumpang) 11 ton itu juga bisa menikung hingga sudut 45 derajat dengan mulus, nyaris tanpa persiapan atau pengurangan kecepatan. Saat uji coba Panser tersebut melaju dengan kecepatan 50-60 km per jam karena track didesain berliku-liku. "Panser ini juga bisa naik dengan sudut kemiringan 45 derajat," jelas Timbul.

Karena beroda enam dan mempunyai mesin dengan enam silinder, panser itu diberi label 6 x 6. Nama Anoa dipilih karena hewan asal Pulau Sulawesi itu dikenal sebagai binatang yang tangguh di segala medan. "Ini jenis APC atau armored personnel carrier, jadi untuk angkutan pasukan, bukan panser untuk penyerbuan," kata Timbul.

Anoa didesain agar tahan serangan. Rodanya padat antipeluru, antiranjau darat, dan tentu saja tak bisa pecah. Selain itu, kendaraan tersebut dilengkapi alat jamming frekuensi. Fungsinya menghalangi gelombang yang sering digunakan untuk mengoperasikan bom dari jarak jauh menggunakan telepon seluler. "Kalaupun lapisan luar terbakar, ada lapisan dalam yang bisa bertahan hingga 80 kilometer. Itu perkiraan jarak aman untuk meloloskan diri dari serangan," katanya.

Panser itu juga dilengkapi senjata otomatis kaliber 7,62 mm dan 12,7 mm yang bisa dioperasikan secara otomatis, tanpa tentara yang berdiri memegangnya di atas. Hal itu lebih aman karena biasanya operator senjata otomatis yang berdiri sendirian di atas panser adalah target empuk sniper (penembak jitu) lawan. Di Anoa, semuanya dikendalikan dari dalam kabin dengan sistem komputerisasi Euro 3.

Direktur Utama PT Pindad Dr Adik Avianto Sudarsono memang sengaja meminta Jawa Pos mencoba langsung panser kebanggaan Pindad itu. "Jangan cuma pegang atau naik saja, tapi lihat bengkelnya, lihat pembuatan bodi dan perakitannya, dan juga harus test drive agar tahu rasanya," kata Adik saat wawancara khusus di ruang kerjanya dua jam sebelum uji coba, Minggu lalu (24/1).

Menurut Adik, panser itu benar-benar dibuat dari nol oleh para teknisi Pindad di Bandung. "Kami mengerjakan dari awal, tidak hanya mengencangkan baut dan mur," kata lulusan ITB (Institut Teknologi Bandung) itu.

Satu-satunya yang diimpor dari Anoa adalah mesin dan sistem komputernya. "Kami menggunakan Renault dari Prancis. Yang lain murni Indonesia. Jadi, ini panser Bandung rasa Prancis-lah," katanya lantas tertawa.

Adik mengatakan, sistem komputerisasi Euro 3 memang sangat rumit dan canggih. "Awalnya kami dibantu teknisi dari Prancis. Tapi, sekarang sudah tidak. Semuanya dikerjakan ilmuwan kita sendiri," ujarnya.

Pindad sekarang bekerja keras merampungkan 150 panser Anoa pesanan pemerintah. Adalah Jusuf Kalla (saat itu Wapres) yang memelopori pemesanan itu pada Desember 2008. Saat ini Pindad sudah merampungkan 73 buah. "Memang kita dipaksa berlari cepat," katanya.

Awalnya, saat ditanya sanggup memenuhi berapa panser, Adik hanya menjawab 30. Tapi, ketika didesak terus, dengan nekat dia menyebut 80. "Tapi, kami justru dapat kepercayaan sampai 150," jelasnya.

Sumber daya Pindad, kata Adik, sebenarnya sudah sangat siap. Namun, karena lama dan tua (berdiri pada 1808, dua abad yang lalu!), produksinya cukup tersengal-sengal. "Ibaratnya pelari cepat, tapi tak pernah berlatih. Biasanya hanya jalan, ini tiba-tiba dipaksa lari lagi," katanya.

Soal harga panser, kata bapak tiga anak itu, juga terjadi tawar-menawar ala pasar tradisional di Indonesia. "Waktu itu Pak JK tanya di Prancis harga berapa. Saya jawab Rp 9 miliar. Beliau bilang, ah kurang-kurang dikitlah, kan produksi sendiri. Akhirnya ketemu angka lima miliar itu," katanya lantas tersenyum.

Meski harganya lebih murah Rp 4 miliar dari harga di Prancis, Pindad tetap tidak dirugikan. "Kami sangat bersyukur pemerintah punya komitmen untuk mengutamakan produksi dalam negeri," tuturnya.

Pasar utama Pindad adalah pemerintah. "Kalau tidak dibeli pemerintah, kami mati," katanya. Pindad memang bisa dan diperbolehkan mengekspor produk senjata ke luar negeri. Tapi, persentasenya tidak besar, hanya sekitar 20 persen. "Visi kami memang menjadi industri pertahanan terkemuka. Tapi, misi kami adalah memenuhi segala kebutuhan TNI dan Polri di dalam negeri," kata Adik.

Dari anggaran belanja alat persenjataan Dephan-TNI 2010 yang jumlahnya mencapai Rp 6 triliun, Pindad mendapat porsi seperenamnya. "Yang sudah kami terima Rp 400 miliar, tapi dari Daftar Isian Proyek Anggaran yang sudah disetujui Departemen Keuangan, kami dapat sekitar Rp 1 triliun lebih," katanya.

Namun, yang lebih mendasar, kata Adik, adalah kemampuan Pindad mentransformasi pengetahuan dari luar negeri. "Dua puluh tiga tahun lalu kita baru membantu merakit, sekarang sudah bisa produksi sendiri," katanya bangga.

Pada 1987, dengan perjanjian lisensi dengan perusahaan Inggris, Pindad untuk kali pertama merakit 10 unit tank Scorpion. Hal itu menambah pengetahuan para teknisi di bidang kendaraan tempur .

Saat itu perbaikan dan pemeliharaan tank Scorpion juga dilakukan di Pindad. Kemampuan ini pulalah yang menyebabkan mereka mampu mereparasi tank buatan Rusia. Kemampuan ini digunakan untuk mendesain dan membuat water cannon dan tactical combat vehicle secara bertahap hingga produk Anoa, sebagai hasil termutakhir. "Selain Anoa, kami membantu mengerjakan panser serbu kerja sama dengan Daewoo Korea. Mereka mengerjakan 11 di sana, kami merakit 11 di sini. Kontrak dengan Korea Selatan itu seharga Rp 22 miliar per panser," katany.(Ars)

sbr: rindambrawijaya

BERITA POLULER

BACA JUGA: