Pages

Sunday, July 3, 2011

Kodam IX/Udayana Perkuat Tenaga Guru Dan Medis Di Perbatasan


Minggu, 3 Juli 2011 20:38 WIB | 833 Views
Pasukan Pengaman Perbatasan Indonesia TNI (FOTO ANTARA/Budi Afandi)
Wilayah perbatasan sebagai beranda terdepan harus menjadi tempat yang indah, nyaman dan harmonis. Dengan begitu orang bisa tertarik untuk datang ke NTT...
Kupang (ANTARA News)- Panglima Kodam IX/ Udayana, Mayor Jenderal TNI Leonard, membuat terobosan baru dengan  mengirim guru dan tenaga medis ke wilayah perbatasan negara di Pulau Timor, NTT, untuk memajukan dunia pendidikan dan kesehatan demi kesejahteraan masyarakat di perbatasan.

"Wilayah perbatasan merupakan beranda paling depan yang harus mendapat perhatian serius. Karena itu anggota TNI-AD bisa menjadi guru di perbatasan, seperti yang pernah kita lakukan di Papua," katanya, di Kupang, Sabtu (3/7).

Leonard melakukan rangkaian kunjungan kerja ke Provinsi NTT yang juga wilayah Komando Resort Militer 161/Wira Sakti. Dia beraudiensi dengan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, dan pimpinan setempat serta unsur masyarakat dan adat.

Menanggapi inisiatif TNI-AD itu, Lebu Raya memberi apresiasi dan menyambut baik rencana untuk mengerahkan personel-personel TNI-AD sebagai tenaga guru dan tenaga medis di wilayah perbatasan.

"Saya menyambut baik rencana Pangdam IX/Udayana menempatkan personelnya di perbatasan sebagai guru dan tenaga medis. Ini tentu akan membantu masyarakat untuk hidup lebih baik lagi," kata Lebu Raya.

Secara khusus, dia juga meminta dukungan jajaran TNI untuk mendukung kenyamanan dan ketertiban masyarakat, terkhusus di wilayah perbatasan.

"Wilayah perbatasan sebagai beranda terdepan harus menjadi tempat yang indah, nyaman dan harmonis. Dengan begitu orang bisa tertarik untuk datang ke NTT," katanya.

Menurut Leonard, program mengirim guru dan tenaga medis sudah pernah dilakukan di perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea di Pulau Irian. Masyarakat setempat menyambut baik program tersebut, yang hingga kini masih terus dilakukan.

"Kita akan berkoordinasi dengan pemerintah setempat. Kita berharap mendapat dukungan, termasuk kepedulian untuk menjaga ketertiban di wilayah perbatasan," katanya, yang juga didampingi Komandan Korem 161/Wira Sakti, Kolonel Infantri Edison Napitupulu.

Terkait kunjungan lintas negara bagi warga NTT di garis perbatasan negara, Leonard berujar, "Soal berkunjung ke negara lain memang ada aturannya. Hal serupa juga dilakukan di perbatasan papua."

Begitupun soal mekanisme dan prosedur pengamanan garis perbatasan negara, dia menegaskan kepentingan koordinasi dan kesamaan persepsi pelaksanaan tugas di antara kedua pasukan di dua negara ini.

Indonesia menempatkan satu batalion infantri dan beberapa unsur pendukung untuk mengamankan 278 kilometer garis perbatasan negara di Pulau Timor dengan bekas Provinsi Timor Timur itu, yang sejak 2002 menjadi negara merdeka.

Terkait dengan Australia, Leonard menyatakan bahwa selama ini sering terjadi kasus imigran gelap dari Timur Tengah, dimana Propinsi NTT menjadi tempat transit menuju Australia.

"Prajurit TNI-AD tidak boleh terlibat sindikat imigran gelap. Bila terbukti ada anggota TNI-AD menjadi jaringan sindikat imigran gelap, saya minta masyarakat untuk segera melapor," tegas Pangdam.
(ANT)


ANTARA

Pesawat Jet Tempur AS Cegat Pesawat dekat Tempat Istirahat Obama


PDF Cetak Email
Minggu, 03 Juli 2011 18:26
Washington, (Analisa)
F-15E Strike Eagle flies over Afghanistan in support of Operation Mountain Lion in 2006.

Satu pesawat tempur F15-E, Minggu (3/7) setempat, bergegas mencegat satu pesawat kecil penumpang yang terbang di dekat lokasi peristirahatan presiden AS di Camp David, tempat Presiden Barack Obama sedang bersantai, kata beberapa pejabat militer AS.
Pesawat tempur tersebut mencegat pesawat itu pada Minggu (3/7), saat pesawat tersebut terbang memasuki wilayah udara terbatas, kata Komando Pertahanan Udara Amerika Utara (NORAD) di dalam sebuah pernyataan.
"Pesawat sipil tersebut, yang saluran komunikasi radionya tak berfungsi, dicegat sekitar 10 kilometer dari Camp David," kata NORAD sebagaimana dilaporkan AFP, yang dipantau Antara pada Minggu.
Pesawat tempur itu "mengawal pesawat tersebut ke luar daerah itu dan pesawat tersebut mendarat di Hagerstown, Maryland, tanpa ada kejadian apa pun".
Pernyataan itu menggambarkan pesawat tersebut sebagai "pesawat umum dengan dua kursi", tanpa memberi perincian lebih lanjut. (Ant/AFP)


HARIAN ANALISA

SBY dan PM Prancis Bahas Pembelian Senjata


SBY dan PM Prancis juga membahas masalah kerja sama ekonomi dan energi.

Jum'at, 1 Juli 2011, 18:38 WIB
Eko Huda S, Fadila Fikriani Armadita
PM Prancis, Francois Fillon, dan Presiden SBY. (AP Photo/Achmad Ibrahim)
 
VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Prancis, Francois Fillon. Sejumlah Memorandum of Understanding terkait pendidikan, museum, energi dan sumber daya mineral, keselamatan navigasi di wilayah Indonesia Timur dan perkeretaapian untuk lintas Padalarang-Cicalengka, Bandung.

"Ini merupakan tonggak baru. Kunjungan ini tepat dari sisi timing. Prancis, Ketua G20 dan Indonesia, Ketua ASEAN," kata Presiden SBY di Istana Merdeka, Jumat 1 Juli 2011.

Apalagi, ujar dia, hubungan Indonesia-Prancis bukan hanya sekadar urusan bilateral tetapi juga kemitraan strategis. "Kita ingin fokus dalam perdagangan, pendidikan, industri pertahanan, budaya, dan perubahan iklim," kata dia.

Kedua negara bersepakat  menciptakan peluang-peluang baru di masa mendatang, antara lain di bidang ekonomi dan  investasi. Saat ini volume perdagangan dua negara tercatat US$2,5 miliar," kata dia. Selain itu, Prancis merupakan investor ke-13 di Indonesia.

Sementara di bidang pertahanan dan keamanan, kedua negara juga bersepakat mengadakan pendidikan dan pelatihan perwira militer. "Kami juga sepakat untuk pembelian senjata alutsista yang tidak bisa dibikin di Indonesia," ujar SBY.

Dalam pertemuan, SBY menjelaskan, Indonesia dan Prancis juga menyepakati soal keamanan dunia. "Termasuk perompakan di laut dan terorisme," ujarnya. Pembicaraan SBY dan  Fillon juga menyinggung masalah penyelesaian konflik Timur Tengah.
Selain itu, Fillon mengatakan kemitraan strategis Indonesia-Prancis bisa menjadi dasar peningkatan di semua bidang. "Kami punya tantangan besar untuk meningkatkan kerjasama," kata dia.
• VIVAnews

Prancis ingin bekerja sama dalam pembuatan helikopter


Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat (Antara/ Widodo S Jusuf)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Pemerintah menyatakan akan menjalin kerja sama dengan Pemerintah Prancis pada bidang pesawat terbang dan telekomunikasi. Rencananya, pemerintah akan mengajak investor swasta asal Prancis dalam bidang penyediaan komponen pesawat terbang.


BERJABAT TANGAN: Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso (kiri) berjabat tangan dengan President Direktur Eurocopter Indonesia Jean-luc Alfonsi pada penyerahan perdana komponen Tailboom (bagian ekor pesawat) MK II Helikopter EC225/725 dari PT DI kepada Eurocopter di Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/3). PT DI mengerjakan pembuatan komponen tailboom dan fuselage untuk helikopter EC 225 dan EC 725 hingga 2020 dengan total biaya kontrak US$ 46 juta. (photo : bisnis-jabar)


Menurut Menteri Perindustrian, MS Hidayat, rencananya nanti malam dirinya akan bertemu dengan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar untuk membicarakan hal tersebut.
"Nanti malam, saya diajak ketemuan dengan Emir biar mereka bangun pabrik di Indonesia. Ini saya masuk untuk membujuk mereka (investor Prancis)," ujarnya saat ditemui di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Jumat 1 Juli 2011.

Saat ditanya mengenai nilai investasi, Hidayat belum mengetahui akan hal tersebut. Sebab, dirinya belum bertemu dengan investor swasta asal Prancis yang masuk dalam rombongan kunjungan pertama Perdana Menteri Prancis ke Indonesia sejak 61 tahun terjalinnya hubungan diplomatik kedua negara.

Selain komponen pesawat, MS Hidayat menuturkan, Prancis ingin bekerja sama dalam pembuatan helikopter. "Nantinya akan bekerja sama dengan PT DI (Dirgantara Indonesia)," kata dia.
Terkait lokasi pabrik penyuplai komponen pesawat tersebut, menurutnya, Bandung merupakan pilihan yang baik. "Lokasi yang oke mungkin di Bandung ya," tutur MS Hidayat.
Sedangkan industri otomotif yang notaben-nya juga merupakan industri andalan Prancis, kata MS Hidayat, saat ini belum berkomitmen menjalin kerja sama dengan Indonesia. "Untuk otomotif kayanya persaingannya dengan Jepang, jadi masih susah yah," ujarnya.

• VIVAnews

Bandara Biak Bisa Didarati Sukhoi, Tapi Keamanan Perlu Ditingkatkan

Bandara Biak Bisa Didarati Sukhoi, Tapi Keamanan Perlu Ditingkatkan
Pesawat tempur Sukhoi TNI AU
Jumat, 01 Juli 2011 12:17 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, BIAK -  Bandar Frans Kaisiepo, kabupaten Biak Numfor, Papua hingga kini masih bisa didarati pesawat tempur jenis F16 dan jenis Sukhoi buatan Rusia. Pasalnya, menurut Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional IV Biak, Marsekal Pertama TNI Muhammad Saugi, panjang landasan bandara mencapai 3.700 meter.

Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional IV Biak, Marsekal Pertama TNI Muhammad Saugi, di Biak Jumat mengakui, fasilitas kelengkapan dan persyaratan bandara Frans Kaisiepo Biak untuk pesawat jenis apapun , sehingga keberadaan bandara ini sangat strategis dalam menunjang jasa transportasi udara di kawasan Timur Indonesia.

"Jika pesawat Sukhoi dibutuhkan TNI AU ya bisa saja jenis pesawat tempur buatan Rusia itu mendarat di bandara Biak, karena itu, aset bandara ini harus dijaga bersama sebab memiliki kelebihan dibanding daerah lain," kata Marsma Muhammad Saugi.

Ia mengakui, meski fasilitas bandara Biak memenuhi syarat didarati pesawat tempur jenis Sukhoi tetapi masalah keamanan bandara harus menjadi perhatian bersama mengingat kawasan bandara Frans Kaisiepo sering menjadi jalan pintas kendaraan serta masyarakat di sekitar kawasan bandara.

Ia berharap, pihak pengelola jasa bandara Frans Kaisiepo Biak PT Angkasa Pura bersama masyarakat serta jajaran pemkab Biak Numfor dapat berkoordinasi dalam menjaga keberadaan fasilitas bandara Biak.

"Masalah pengamanan fasilitas yang dimiliki bandara Frans Kaisiepo Biak tetap mendapat perhatian bersama, karena keberadaan bandara ini menjadi pintu masuk penerbangan di kawasan Papua dan wilayah Timur Indonesia," ujarnya.

Fasilitas lain yang dimiliki landasan bandara Biak selain panjang 3.700 juga telah mempunyai lokasi stasiun pengisian bahan bakar pesawat udara serta memiliki alat navigasi berstandar internasional.

REPUBLIKA 

Friday, July 1, 2011

Turkey, Indonesia close to sealing key submarine deal



30 June 2011, Thursday / EMRE SONCAN , ANKARA

Write Comment 0








Indonesia is expected to shake hands with Turkey soon on the production of two submarines, a Turkish Ministry of Defense official has told Today's Zaman.
 
Speaking on condition of anonymity in line with the ministry's policy, the source said bilateral talks were launched between the two allies when Indonesia made Turkey the offer because of “recent notable improvements in the Turkish shipbuilding industry as well as Turkey's constructive foreign policy approach.” Those talks, according to the official, have proven “very productive” and “the deal is very close.”
Once the expected deal between the two states is signed, Turkish defense firm Savunma Teknolojileri Mühendislik ve Ticaret A.Ş. (STM) will partner with German Howaldtswerke-Deutsche Werft GmbH (HDW) for the construction of two Type 209 submarines for Indonesian naval forces in the Gölcük shipyard in northwestern Turkey.
The Type 209 diesel-electric attack submarines are also used by Turkish Armed Forces (TSK) and can reach a speed of 11 knots (20 kilometers/hour) at the surface and up to 22.5 knots when submerged. They are armed with eight bow 533 millimeter torpedo tubes and 14 torpedoes. They can carry 38 staff onboard.
The official also expressed hope that Turkey could receive more and bigger defense orders from overseas as it continues to improve its production capacity. Presently, Turkey has one defense industry exports office in Washington, D.C., and plans to open three more offices in Belgium and Qatar as well as in either Azerbaijan or Turkmenistan.

todayszaman

S. Korean firm named among final bidders for Indonesian sub project


ROKS Lee Eokgi (SS 071) kapal selam kelas Chang Bogo milik AL Korsel. Seoul menawarkan ToT untuk pembangunan kapal selam jenis ini pada Indonesia, jika Jakarta memilih Chang Bogo untuk TNI AL. (Foto: USN/Mass Communication Specialist 2nd Class N. Brett Morton)
SEOUL, July 1 (Yonhap) -- A South Korean shipbuilder has been picked among the final candidates to export submarines to Indonesia, officials here said Friday.

   According to the Defense Acquisition Program Administration (DAPA), Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co. will compete with a French company for the project.

   "The project is worth about US$1 billion," an official with the DAPA said. "Companies from Germany and Russia were eliminated from the bidding."

   Indonesia plans to acquire three Type 209 submarines, which were first developed by Germans in the early 1970s.

   Indonesia expects to name a preferred bidder later this year. The DAPA official was optimistic about Daewoo's chances.

   "If the deal is reached to export submarines to Indonesia, it will allow us to increase submarine exports to other Southeast Asian countries," the official added.

   In May, the South's state-run Korea Aerospace Industries (KAI) agreed to export T-50 trainer jets to Indonesia.

   Separately, an unidentified South Korean shipbuilder has been named a preferred bidder to export mine countermeasures ships to India, the DAPA said.

   An official said the Indian project is worth about $500 million, and the contract is expected to be reached in August.

YONHAP

BERITA POLULER