Pages

Saturday, December 7, 2024

LHD Trieste: Kapal Tempur Terbesar Angkatan Laut Italia Sejak Perang Dunia II


(LHD)Trieste

Angkatan Laut Italia telah resmi meresmikan Landing Helicopter Dock (LHD) terbarunya, Trieste, kapal tempur terbesar yang dibangun di Italia sejak Perang Dunia II. Upacara peresmian yang diadakan di Pelabuhan Livorno dihadiri oleh Presiden Sergio Mattarella. Menggantikan kapal induk Giuseppe Garibaldi yang telah dinonaktifkan, Trieste akan menjadi kapal induk bagi gugus tugas amfibi Angkatan Laut.



Dibangun berdasarkan program angkatan laut 2014–2015 oleh Fincantieri, Trieste sepanjang 245 meter dan seberat 33.000 ton ini memiliki teknologi mutakhir, termasuk sistem propulsi CODLOG untuk kecepatan dan jangkauan yang lebih baik, serta desain pulau ganda yang memisahkan operasi navigasi dan penerbangan. Kemampuannya meliputi pengoperasian jet tempur dan helikopter F-35B, menampung kendaraan amfibi melalui dek sumur yang dapat dibanjiri, dan menawarkan rumah sakit modular canggih untuk perawatan kritis.



Dirancang untuk berbagai keperluan, Trieste mendukung operasi amfibi, proyeksi daya, dan misi kemanusiaan sekaligus memadukan persenjataan canggih, radar, dan sistem peperangan elektronik. Dengan kapasitas untuk 1.064 personel, kapal ini menggarisbawahi lompatan signifikan dalam kemampuan angkatan laut Italia dan fleksibilitas operasional.


SUMBER : DCA

Monday, December 2, 2024

Pangkalan Udara Bawah Tanah Eagle 44, "Jantung" Tentara Iran Saat Konflik

 


Iran mengungkapkan pangkalan udara bawah tanah pertamanya, "Eagle 44" (Oghab 44), pada Februari tahun lalu. Dibangun untuk menampung jet tempur dan drone canggih, pangkalan tersebut dilengkapi untuk menahan serangan bom dan terletak di wilayah pegunungan provinsi Hormozgan, dekat Selat Hormuz.

Pangkalan ini diperkirakan akan menampung 24 jet tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia yang akan diterima Iran pada tahun ini, sebagai dampak dari semakin berkembangnya hubungan militer kedua negara. Su-35 akan menggantikan pesawat tua seperti F-4 Phantom, sehingga memperkuat kemampuan Angkatan Udara Iran.



Citra satelit menunjukkan mock-up Su-35 di pangkalan tersebut, mengkonfirmasikan persiapan untuk pesawat tersebut. "Eagle 44" juga dipandang sebagai respons strategis terhadap ancaman musuh, dengan Iran memperingatkan bahwa pangkalan tersebut mampu melancarkan serangan balik terhadap serangan termasuk dari Israel.



Selain itu, pengerjaan pembangunan pangkalan ini masih berlangsung dan dilengkapi dengan lima pintu masuk dan keluar. Pangkalan tersebut menyoroti peran strategis Iran dalam mempertahankan wilayahnya serta mendukung hubungan pertahanan dengan Rusia, termasuk pasokan drone untuk kampanye Moskow di Ukraina.


sumber : ads

Rusia berencana untuk memulai produksi skala besar jet tempur MiG-35 “Fulcrum Foxtrot” generasi keempat +++ tahun depan


Rusia berencana untuk memulai produksi skala besar jet tempur MiG-35 “Fulcrum Foxtrot” generasi keempat +++ tahun depan untuk memperkuat angkatan udaranya di tengah kekhawatiran potensi konflik skala besar dengan negara-negara Barat. Keputusan tersebut, yang dikonfirmasi oleh Direktur Eksekutif United Aircraft Corporation Yuri Slyusar, bertujuan untuk mengatasi berkurangnya armada Rusia, yang diperburuk oleh kerugian dalam konflik Rusia-Ukraina.

MiG-35, yang dilengkapi "arsitektur terbuka" untuk memudahkan integrasi persenjataan canggih dan radar AESA ZHUK-AM yang tangguh, dirancang untuk mendeteksi dan melawan ancaman secara efisien. Dengan kemampuan yang sebanding dengan jet F-16 terbaru, pesawat ini dapat menyerang beberapa target secara bersamaan dan beroperasi pada kecepatan maksimum Mach 2,25 dan ketinggian hingga 67.000 kaki.

Meskipun sebelumnya kesulitan menarik pembeli internasional, Rusia memprioritaskan kebutuhan domestik, memproduksi enam prototipe dan berfokus pada melengkapi angkatan udaranya dengan jet tempur serbaguna dan berteknologi canggih untuk bersiap menghadapi meningkatnya ketegangan geopolitik. — DSA

KF-21 “Boramae” Selesaikan 1.000 Penerbangan, Masuk dalam Jet Tempur Paling Aman

 

KF 21 

Indonesia Defence- Jet tempur generasi 4,5 KF-21 “Boramae” berhasil menyelesaikan uji terbangnya yang ke-1.000 pada tanggal 29 November tanpa kecelakaan apa pun, memperkuat reputasinya sebagai salah satu pesawat tempur teraman yang sedang dikembangkan.

Tonggak sejarah ini menandai pencapaian penting bagi Korea Aerospace Industries (KAI) dan jet tempur yang sedang dikembangkan, yang menyoroti standar keselamatan, keandalan, dan kesiapannya yang tinggi saat menjalani pengujian ketat untuk memenuhi tolok ukur operasional yang ketat.

KAI sekarang bertujuan untuk menyelesaikan 1.000 penerbangan uji tambahan untuk mencapai target 2.000 penerbangan yang direncanakan.

Sejak penerbangan perdananya pada Juli 2022, KF-21 “Boramae” telah menjalani serangkaian penilaian komprehensif, termasuk uji kecepatan supersonik, manuver ketinggian tinggi, dan pengujian avionik.

Upaya ini menggaris bawahi peran penting program tersebut dalam memperkuat kemampuan pertahanan Korea Selatan dan memajukan kemandirian dalam teknologi militer.

“Menyelesaikan 1.000 penerbangan bebas kecelakaan tidak hanya membuktikan keselamatan pesawat tetapi juga mencerminkan keahlian teknis tim teknik dan pengujian KAI.

Pencapaian ini menunjukkan komitmen Korea Selatan terhadap jaminan kualitas yang ketat dan pengembangan pesawat militer kelas dunia.”

Saat KF-21 berkembang ke tahap pengujian berikutnya, termasuk integrasi senjata dan evaluasi operasional, ia terus melambangkan ambisi Korea Selatan untuk memimpin dalam teknologi pesawat tempur generasi 4,5.



Kemajuan program ini memperkuat keyakinan KAI dalam menyediakan pesawat terbang canggih yang mampu mengatasi tantangan pertahanan modern sekaligus meningkatkan kemitraan keamanan regional dan internasional.

Diluncurkan pada tahun 2015, program pengembangan KF-21 diperkirakan menelan biaya $6,59 miliar (RM26,36 miliar).

KAI berencana untuk mengirimkan 20 jet KF-21 Blok 1, yang dirancang untuk misi udara-ke-udara, pada tahun 2026, diikuti oleh 80 unit Blok 2 untuk misi udara-ke-darat pada fase berikutnya.

Kontrak senilai $1,41 miliar (RM 6,65 miliar) untuk produksi 20 jet KF-21 Blok 1 ditandatangani antara KAI dan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan.

“Berdasarkan perjanjian tersebut, KAI akan memproduksi 20 jet tempur dan memberikan dukungan logistik, manual teknis, dan pelatihan.

Pesawat ini akan bertugas di Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF) pada akhir tahun 2026,” menurut laporan media Korea Selatan.

ROKAF berencana untuk mengoperasikan 100 hingga 120 jet KF-21 “Boramae” pada tahun 2032, menggantikan pesawat tempur F-4 “Phantom” dan F-5 yang sudah tua.

Korea Selatan bermaksud menjadikan KF-21 “Boramae” sebagai tulang punggung ROKAF, memainkan peran krusial dalam potensi konflik di Semenanjung Korea.

KAI juga dikabarkan berniat mengekspor KF-21 “Boramae” kepada pembeli yang berminat.

Perusahaan telah mengidentifikasi beberapa pelanggan potensial, terutama negara-negara yang sudah mengoperasikan pesawat tempur ringan FA-50/T-50, seperti Thailand, Filipina, Polandia, dan Malaysia.

Dengan perkiraan biaya per unit sebesar $65 juta (RM 306 juta), sebagaimana dilaporkan oleh media pertahanan internasional, KF-21 (kemungkinan Blok 10) dihargai lebih rendah daripada jet tempur generasi 4,5 lainnya, seperti Rafale dan Eurofighter Typhoon.

Sementara itu, Hanwha Aerospace baru-baru ini mengumumkan keberhasilan mendapatkan kontrak senilai $336,9 juta dari KAI untuk memasok komponen bagi KF-21 “Boramae.”

Berdasarkan perjanjian tersebut, Hanwha Aerospace akan mengirimkan komponen utama, termasuk unit daya tambahan, serta komponen sistem propulsi, pendaratan, penggerak, dan bahan bakar, untuk batch produksi awal KF-21 hingga tahun 2028.

Pada bulan Juni, Hanwha Aerospace juga menandatangani kontrak dengan DAPA untuk memasok mesin bagi program KF-21. – DSA

sumber : ASIA DEFENCE SCURITY

 

 

 

Wednesday, November 27, 2024

Indonesia Sudah Tandatangani MoU Setahun Lalu Tapi Belum Resmi Beli F-15EX Inikah Alasannya?

 


Rencana Indonesia untuk memperluas armada kekuatan tempur udaranya membuatnya tertarik untuk membeli jet tempur F-15EX.

Indonesia sudah mendatangani nota kesepahaman jet tempur F-15EX, tepat setahun lalu.

Menurut laporan Defense News, pada 23 Agustus 2023 dengan judul "Indonesia akan membeli jet tempur F-15 Boeing."

Pada tanggal 21 Agustus 2023 lalu, Marsekal Angkatan Udara Yusuf Jauhari,yang memimpin Badan Sarana Pertahanan di Kementerian Pertahanan Indonesia.

Melakukan pertemuan dengan pejabat Boeing Mark Sears, yang menjabat sebagai wakil presiden dan manajer program pesawat tempur Boeing.

Kemudian menandatangani nota kesepahaman pada 21 Agustus yang mengonfirmasi rencana pembelian 24 F-15.

Acara tersebut berlangsung di fasilitas Boeing di St. Louis, Missouri, saat itu Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto berkunjung.

Jet tempur F-15 Indonesia akan dikenal sebagai jet tempur F-15IDN dan akan menjadi versi F-15EX, yang saat ini dipesan oleh Angkatan Udara AS.

Dilaporkan bahwa Boeing mengklaim F-15EX sebagai versi F-15 tercanggih yang pernah dibuat.

Jet tempur ini memiliki kontrol penerbangan digital fly-by-wire, sistem peperangan elektronik baru.

Kemudian kokpit digital yang seluruhnya terbuat dari kaca, serta sistem misi dan kemampuan perangkat lunak terbaru.

Namun, meski sudah setahun berlalu pembelian jet tempur F-15EX belum terealisasi hingga saat ini dan hanya sebatas penandatanganan MoU.

Menurut penelusuran yang dilakukan Zona Jakarta, menemukan beberapa spekluasi mengenai mandeknya pembelian F-15EX.

Laporan Forecast Internasional, yang dikutip dari Defense Aerospace, pada 23 Agustus 2023, dalam artikel berjudul "Indonesia teken nota kesepahaman pembelian F-15EX."

Menurut keterangan, salah satu alasan kurangnya pesanan pasti mungkin adalah keuangan Kementerian Pertahanan Indonesia.

Dengan anggaran pertahanan di bawah 9 miliar dollar AS setara dengan sekitar 0,6 persen dari PDB.

 

Menurut situs tersebut, kurangnya kapasitas kapitalisasi dapat menghalangi pembelian pesawat tempur modern secara bersamaan.

Namun, penjelasan yang lebih masuk akal adalah perlunya menyeimbangkan keuangan, persyaratan infrastruktur, pelatihan pilot dan awak, serta transisi dari model pesawat tempur lama ke model baru.

Hal ini memerlukan sinkronisasi jadwal pengiriman untuk memastikan penggunaan operasional setelah pesawat tempur baru dikirim dan mulai digunakan.

Meskipun terdapat berbagai komentar dan laporan yang saling bertentangan mengenai apakah Indonesia akan memilih satu di antara Rafale dan F-15EX, atau memilih keduanya.

Penandatanganan nota Kesepahaman terbaru tampaknya menunjukkan bahwa opsi terakhir adalah pilihan yang lebih disukai.

Sebelumnya, pada saat kontrak Rafale gelombang pertama ditandatangani 10 Februari 2022, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan telah menyetujui potensi Penjualan Militer Asing (FMS) antarpemerintah ke Indonesia hingga 36 jet tempur F-15ID.

Namun, kesepakatan FMS yang diusulkan diperkirakan menelan biaya 13,9 miliar dollar AS setelah semua peralatan terkait (kecuali rudal) diperhitungkan.

Kemudian, sebuah laporan di Reuters pada 21 November 2022, mengindikasikan bahwa negosiasi pengadaan F-15ID berada pada tahap lanjutan dan menunggu persetujuan akhir dari pemerintah.

 Sumber Zonajakarta.com

Kasau mengunjungi Airshow China 2024 di Zhuhai, duduk di kokpit Su-57E dan J-10CE



Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI M. Tonny Harjono dan delegasi TNI AU mengunjungi China International Aviation and Aerospace Exhibition (Airshow China) 2024 di Zhuhai, Provinsi Guangdong, China di hari pertama pembukaan pameran pada Selasa, 12 November.

Dalam kunjungannya, Kasau dan delegasi melihat secara langsung berbagai persenjataan dan teknologi militer canggih terkait kedirgantaraan yang dipamerkan.

Airshow China 2024 berlangsung selama enam hari pada 12-17 November dan diikuti oleh 1.022 peserta dari 47 negara.


Pameran dua tahunan yang ke-15 ini dibuka oleh Commander of The Chinese People’s Liberation Army Air Force (PLAAF) Jenderal Chang Dingqiu dan dihadiri oleh sejumlah pejabat angkatan udara dari berbagai negara.



Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Dispenau) dalam rilisnya menyatakan, kehadiran Kasau dan delegasi TNI AU di Airshow China 2024 merupakan upaya mewujudkan tekad TNI Angkatan Udara yang AMPUH (Adaptif, Modern, Profesional, Unggul, Humanis) melalui pengembangan teknologi dan inovasi.

Kunjungan ini juga sekaligus untuk membangun hubungan bilateral untuk meningkatkan kapasitas pertahanan udara Indonesia di masa depan.

Dari foto-foto yang dirilis, terlihat Kasau mencoba duduk di kokpit jet tempur siluman Rusia Su-57E (Bort 057 Biru) yang dipamerkan secara statis berikut persenjataan canggihnya.



Kasau juga terlihat mencoba duduk di kokpit pesawat tempur generasi keempat plus China, J-10CE.

Selain itu Kasau juga melihat sistem persenjataan pertahanan udara, drone, dan sistem persenjataan lainnya.

Pada kesempatan yang sama Kasau dan delegasi melakukan pembicaraan dengan Rosoboronexport dari Rusia dan dengan China Aerospace Science and Industry Corporation (CASIC) dari China. (RNS)


Tuesday, November 12, 2024

Pejabat Korsel Menyebut Indonesia Negara Penting Tak hanya Dalam Kerja Sama KF-21 Boramae Tetapi Industri Militer Korsel

 


Korsel dan Indonesia memang memiliki hubungan persahabatan yang naik turun. Situasi semakin memanas dengan iuran KF-21 Boramae yang tak kunjung dibayarkan oleh Indonesia ke Korsel.

Menurut Yohnap News Agency, pada 16 Agustus 2024, dalam artikel berjudul "Korsel menyetujui pengurangan iuran KF-21 Boramae Indonesia."

Menyebut bahwa pada akhirnya, Korsel harus menerima pengurangan iuran yang diajukan oleh Indonesia untuk menylesaikan masalah iuran yang tak kunjung dibayarkan.

Menurut perjanjian awal tahun 2016, pemerintah Korea, KAI, dan Indonesia sepakat untuk membagi biaya proyek  8,1 triliun won untuk pengembangan bersama KF-21 masing-masing sebesar 60%, 20%, dan 20%.

Dengan demikian, bagian yang harus ditanggung Indonesia adalah sekitar 1,7 triliun won pada tahun 2026.nDiputuskan untuk mentransfer berbagai teknologi dan mentransfer satu prototipe.

Namun, tahun lalu, pihak berwenang Indonesia tiba-tiba mengumumkan bahwa hanya 600 miliar won yang dapat dibayarkan karena kesulitan keuangan. Pemerintah Korea akhirnya menerima permintaan Indonesia pada bulan Agustus tahun ini untuk kelangsungan bisnis. Karena kontribusinya berkurang sepertiganya, maka diputuskan untuk mengurangi transfer teknologi juga.

Sementara itu Incheontoday.com, dalam artikel 16 Okotober 2024, berjudul "Indonesia, setara dengan Korea dalam kerja sama industri pertahanan." Menyebut bahwa, Indonesia sendiri tak bisa begitu saja melepaskan proyek KF-21 Boramae.

Jika proyek pengembangan bersama KF-21 ditinggalkan secara sepihak, jumlah investasi yang sudah diinvestasikan tidak hanya akan hilang, namun kredibilitas industri pertahanan global juga bisa rusak parah.

Kepercayaan adalah faktor yang sangat penting dalam industri pertahanan, tempat pertukaran puluhan triliun won.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia meminta Korea untuk menyesuaikan kontribusinya, yang juga diterima oleh pemerintah Korea setelah negosiasi.

Dari sudut pandang Korea, Korea tidak dapat membatalkan kontrak dengan Indonesia secara gegabah untuk memperluas kehadirannya di pasar industri pertahanan global dan memperkuat posisinya di masa depan.

Baik Korea maupun Indonesia menyadari pentingnya pengembangan KF-21 dan berencana untuk melanjutkan kerja sama industri pertahanan. Presiden Prabowo dan pemerintah Indonesia masih mempunyai keinginan untuk memperkuat kerja sama industri pertahanan. Setelah kedua negara menyelesaikan pengembangan KF-21 bersama-sama, Indonesia berencana memperkenalkan 48 pesawat tempur KF-21. Kedua negara memperluas kerja sama tidak hanya di bidang KF-21 tetapi juga di berbagai bidang industri pertahanan, termasuk kapal selam dan helikopter.

 Indonesia sudah mengimpor kapal amfibi dan kapal selam produksi dalam negeri sejak tahun 1990-an, dan juga menjadi negara yang pertama kali membuka jalan bagi Korea untuk mengekspor produk pertahanan. Penjabat Duta Besar Park Soo-deok dari Kedutaan Besar Korea di Indonesia mengatakan.

"Korea dan Indonesia memiliki hubungan kerja sama yang penting di mana mereka dapat saling memperkuat kemampuan teknologi melalui kerja sama industri pertahanan."

T50 golden eagle TNI AU


"Indonesia memiliki pesawat latih dalam negeri KT-1 dan pesawat latih canggih," katanya. "Indonesia merupakan negara pertama yang membeli T-50," jelasnya.

"Meski saat ini mengecewakan, namun ini adalah mitra yang tidak boleh diabaikan untuk ekspor ke depan," ujarnya.


KT1 TNI AU


 

Kepala DAPA Korea Selatan Setuju Iuran KF-21 Boramae Indonesia Dikurangi Tapi Bersumpah Negaranya Tak Boleh Ditusuk dari Belakang Lagi

Bukan cuma dalam hal teknologi, proyek KF-21 Boramae juga mengalami tantangan dalam hal pembiayaan yang hingga kini masih Indonesia utang kepada Korea Selatan (Korsel).

Dalam kesepakatan awal bersama Korsel, Indonesia dibebankan 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur KF-21 Boramae yang di NKRI dikenal dengan proyek IFX.

Sebagai imbalan atas penanggungan biaya tersebut, Indonesia akan mendapatkan satu prototipe KF-21 dan data pengembangan dari Korea Selatan.

Indonesia juga akan memproduksi 48 unit jet tempur KF-21 Boramae di dalam negeri.

 

 

Sementara Korea Selatan berencana memproduksi 120 unit jet jempur tersebut.  Dalam proyek pengembangan KF-21 Boramae, rasio pembagian kontribusi antara pemerintah Korea Selatan, Korea Aerospace Industries (KAI, perusahaan produksi), dan Indonesia pada awalnya ditetapkan masing-masing sebesar 60%, 20%, dan 20%.

Biaya pengembangan KF-21 Boramae, tidak termasuk persenjataan, adalah 8,1 triliun won.

Berdasarkan kontrak yang ditandatangani pada tahun 2016, Indonesia harus membayar 1,6 triliun won, atau 20% dari biaya pengembangan KF-21, pada bulan Juni 2026, ketika proyek pengembangan tersebut berakhir.

Namun info dari dari Spnnews.co.kr edisi 8 Agustus 2024, Indonesia disebut hanya membayar 38% dari rencana awal biaya yang dibebankan dalam pengembangan KF-21 Boramae.

"Indonesia telah memutuskan untuk membayar hanya sekitar sepertiga dari jumlah yang disepakati semula untuk pengembangan pesawat tempur supersonik Korea KF-21.

Administrasi Program Akuisisi Pertahanan melaporkan pada tanggal 8 dalam sebuah laporan kepada Komite Pertahanan Nasional Majelis Nasional bahwa bagian Indonesia dalam biaya untuk memperkenalkan KF-21 adalah 600 miliar won.

J Kantor Berita Korea Selatan Yonhap pada (16/8/2024) memberitakan Defense Project Promotion Committee — komite di Korsel yang mengurusi proyek kerja sama alutsista itu — menyetujui usulan RI terkait penyesuaian pembayaran proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX.

Dengan demikian, untuk porsi pembayaran yang tidak lagi menjadi tanggungan Indonesia, sebagaimana diberitakan Yonhap, bakal ditanggung oleh Pemerintah Korea Selatan dan Korea Aerospace Industries (KAI) yang saat ini menjadi mitra RI mengembangkan pesawat tempur generasi 4,5 KF-21 Boramae. 

Info dari Getnews edisi 16 Agustus 2024, media Korsel itu menyebut keputusan negaranya hampir final.

"Keputusan ini, yang hampir final, dibuat pada Komite Promosi Program Akuisisi Pertahanan (Komite Pertahanan) ke-163 yang diselenggarakan oleh Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA Red-) pada tanggal 16. 

Pada pertemuan hari ini, DAPA memutuskan rencana penyesuaian rasio pembagian pengembangan bersama KF-21 dan langkah-langkah tindak lanjutnya," jelas Getnews. 

Sementara itu, info  dari Antara edisi 20 Agustus 2024, Pemerintah Korea Selatan (Korsel) menyetujui usulan RI menyesuaikan pembiayaan proyek pembuatan pesawat tempur RI-Korsel (KFX/IFX) KF-21 Boramae dari komitmen awal 1,6 triliun won atau sekitar Rp18,5 triliun menjadi 600 miliar won atau sekitar Rp6,95 triliun.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan RI Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha menjelaskan otoritas pertahanan di Korsel yang mengurusi kerja sama dan pengadaan alutsista menyetujui usulan Indonesia itu.

Dia melanjutkan Pemerintah RI juga saat ini berunding soal kerja sama alih teknologi proyek kerja sama pembuatan pesawat tempur itu setelah adanya penyesuaian.

“Ada beberapa alih teknologi (ToT) akan didapatkan dari kerja sama pengembangan bersama pesawat tempur KFX/IFX, yaitu kemampuan produksi bagaimana mendesain, membangun pesawat tempur, membuat beberapa komponen meliputi sayap, ekor, beberapa bagian body belakang pesawat, dan beberapa pylon/adapter untuk persenjataan dan sensor, melakukan final assembly (perakitan akhir), uji terbang, dan re-sertifikasi untuk pesawat IFX,” kata Karo Humas Setjen Kemhan RI seperti dikutip dari Antara.

Dia melanjutkan ToT yang diincar Pemerintah Indonesia dalam proyek gabungan itu juga terkait kemampuan operasi dan pemeliharaan, yang mencakup integrated logistics support, perawatan pesawat tempur KFX/IFX, pengembangan sistem latihan untuk pilot dan teknisi, serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah (troubleshooting) saat operasional.

“Kemudian, kemampuan modifikasi dan upgrading, yaitu melakukan desain integrasi dan re-sertifikasi unique requirement berupa drag chute, eksternal fuel tank, dan air-refueling, serta melakukan integrasi sistem persenjataan baru, avionik, sensor, dan elektronik,” sambung Edwin.

info dari Aerotime edisi 13 Juni 2024, Korea Selatan disebut bertekad untuk memantau tindakan Indonesia secara ketat.

"Pembayaran Indonesia yang dikurangi sebesar $437 juta, jauh lebih sedikit dari $1,16 miliar yang awalnya dijanjikan, telah memunculkan kekhawatiran tentang Korea Selatan yang akan menanggung beban keuangan untuk proyek tersebut, Seok Jong-gun, kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan JoongAng Ilbo.umlah ini setara dengan 38% dari 1,6 triliun won yang diputuskan Indonesia.

Masih ada kekhawatiran mengenai keandalan keuangan Indonesia, karena negara itu belum membayar sisa $145 juta dari komitmennya yang telah dikurangi. 

Korea Selatan berencana untuk memantau tindakan Indonesia secara ketat sebelum melanjutkan transfer teknologi secara penuh," jelas Aerotime.

DAPA Korea Selatan rupanya mengaku tak mau jika ditusuk dari belakang lagi oleh Indonesia dalam proyek ini sebelum melanjutkan transfer teknologi KF-21 Boramae.

“Kita tidak boleh ditusuk dari belakang lagi, dan kita tidak akan melakukannya,” kata Seok Jong-gun seperti dikutip dari Aerotime.

Transfer teknologi akan dilakukan sesuai dengan bagaimana Indonesia bereaksi," lanjut kepala DAPA Korea Selatan.

Tak hanya itu, info  dari The JoongAng edisi 7 Juni 2024, Kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, Seok Jong-geon membocorkan rencana negaranya melakukan transfer teknologi KF-21 Boramae ke Indonesia.

"Dalam wawancara dengan JoongAng Ilbo yang diadakan di Kompleks Pemerintahan Gwacheon pada tanggal 14 bulan lalu, dia berkata, 'Teknologi yang saat ini diberikan kepada Indonesia masih pada tingkat dasar, dan teknologi sebenarnya akan ditransfer setelah pengembangan selesai pada tahun 2026'.

Idenya adalah kita mempunyai hak untuk memutuskan transfer teknologi, namun tergantung situasinya, dapat diartikan bahwa kemungkinan pembangunan mandiri di luar Indonesia juga terbuka," jela The JoongAng.

Orang nomor satu di DAPA Korea Selatan yang bertanggung jawab dalam pengembangan KF-21 Boramae itu ditanyai perihal penyelidikan terhadap insinyur Indonesia yang dituding membocorkan data proyek bersama.

"Mereka juga menyelidiki apakah insinyur Indonesia membocorkan program pemodelan desain 3D KF-21, 'Katanya'.

Beberapa pihak berpendapat bahwa tidak ada gunanya mengurangi transfer teknologi jika teknologi inti sudah ditransfer?," tanya The JoongAng.

Meski skandal yang melibatkan insinyur Indonesia membuat geger dan tengah diselediki Korea Selatan, namun DAPA meyakinkan jika teknologi sebenarnya dari KF-21 Boramae belum ditransfer.

"Jika hasil investigasi menunjukkan telah terjadi kebocoran teknologi yang signifikan, bukankah kita harus mempertimbangkan kembali apakah akan bekerja sama dalam pengembangan bersama?.

Kami akan terus berkoordinasi teknologi mana yang akan ditransfer, namun teknologi sebenarnya akan ditransfer melalui konsultasi hanya setelah pengembangan selesai pada tahun 2026. 

'Sampai saat ini, hanya sebagian kecil dari teknologi yang telah ditransfer dan berada pada tingkat yang belum sempurna'," jelas Direktur DAPA menjawab pertanyaan media Korea Selatan.

SUMBER : ZONA JAKATRA

BERITA POLULER