Pages

Tuesday, November 12, 2024

Pejabat Korsel Menyebut Indonesia Negara Penting Tak hanya Dalam Kerja Sama KF-21 Boramae Tetapi Industri Militer Korsel

 


Korsel dan Indonesia memang memiliki hubungan persahabatan yang naik turun. Situasi semakin memanas dengan iuran KF-21 Boramae yang tak kunjung dibayarkan oleh Indonesia ke Korsel.

Menurut Yohnap News Agency, pada 16 Agustus 2024, dalam artikel berjudul "Korsel menyetujui pengurangan iuran KF-21 Boramae Indonesia."

Menyebut bahwa pada akhirnya, Korsel harus menerima pengurangan iuran yang diajukan oleh Indonesia untuk menylesaikan masalah iuran yang tak kunjung dibayarkan.

Menurut perjanjian awal tahun 2016, pemerintah Korea, KAI, dan Indonesia sepakat untuk membagi biaya proyek  8,1 triliun won untuk pengembangan bersama KF-21 masing-masing sebesar 60%, 20%, dan 20%.

Dengan demikian, bagian yang harus ditanggung Indonesia adalah sekitar 1,7 triliun won pada tahun 2026.nDiputuskan untuk mentransfer berbagai teknologi dan mentransfer satu prototipe.

Namun, tahun lalu, pihak berwenang Indonesia tiba-tiba mengumumkan bahwa hanya 600 miliar won yang dapat dibayarkan karena kesulitan keuangan. Pemerintah Korea akhirnya menerima permintaan Indonesia pada bulan Agustus tahun ini untuk kelangsungan bisnis. Karena kontribusinya berkurang sepertiganya, maka diputuskan untuk mengurangi transfer teknologi juga.

Sementara itu Incheontoday.com, dalam artikel 16 Okotober 2024, berjudul "Indonesia, setara dengan Korea dalam kerja sama industri pertahanan." Menyebut bahwa, Indonesia sendiri tak bisa begitu saja melepaskan proyek KF-21 Boramae.

Jika proyek pengembangan bersama KF-21 ditinggalkan secara sepihak, jumlah investasi yang sudah diinvestasikan tidak hanya akan hilang, namun kredibilitas industri pertahanan global juga bisa rusak parah.

Kepercayaan adalah faktor yang sangat penting dalam industri pertahanan, tempat pertukaran puluhan triliun won.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia meminta Korea untuk menyesuaikan kontribusinya, yang juga diterima oleh pemerintah Korea setelah negosiasi.

Dari sudut pandang Korea, Korea tidak dapat membatalkan kontrak dengan Indonesia secara gegabah untuk memperluas kehadirannya di pasar industri pertahanan global dan memperkuat posisinya di masa depan.

Baik Korea maupun Indonesia menyadari pentingnya pengembangan KF-21 dan berencana untuk melanjutkan kerja sama industri pertahanan. Presiden Prabowo dan pemerintah Indonesia masih mempunyai keinginan untuk memperkuat kerja sama industri pertahanan. Setelah kedua negara menyelesaikan pengembangan KF-21 bersama-sama, Indonesia berencana memperkenalkan 48 pesawat tempur KF-21. Kedua negara memperluas kerja sama tidak hanya di bidang KF-21 tetapi juga di berbagai bidang industri pertahanan, termasuk kapal selam dan helikopter.

 Indonesia sudah mengimpor kapal amfibi dan kapal selam produksi dalam negeri sejak tahun 1990-an, dan juga menjadi negara yang pertama kali membuka jalan bagi Korea untuk mengekspor produk pertahanan. Penjabat Duta Besar Park Soo-deok dari Kedutaan Besar Korea di Indonesia mengatakan.

"Korea dan Indonesia memiliki hubungan kerja sama yang penting di mana mereka dapat saling memperkuat kemampuan teknologi melalui kerja sama industri pertahanan."

T50 golden eagle TNI AU


"Indonesia memiliki pesawat latih dalam negeri KT-1 dan pesawat latih canggih," katanya. "Indonesia merupakan negara pertama yang membeli T-50," jelasnya.

"Meski saat ini mengecewakan, namun ini adalah mitra yang tidak boleh diabaikan untuk ekspor ke depan," ujarnya.


KT1 TNI AU


 

Kepala DAPA Korea Selatan Setuju Iuran KF-21 Boramae Indonesia Dikurangi Tapi Bersumpah Negaranya Tak Boleh Ditusuk dari Belakang Lagi

Bukan cuma dalam hal teknologi, proyek KF-21 Boramae juga mengalami tantangan dalam hal pembiayaan yang hingga kini masih Indonesia utang kepada Korea Selatan (Korsel).

Dalam kesepakatan awal bersama Korsel, Indonesia dibebankan 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur KF-21 Boramae yang di NKRI dikenal dengan proyek IFX.

Sebagai imbalan atas penanggungan biaya tersebut, Indonesia akan mendapatkan satu prototipe KF-21 dan data pengembangan dari Korea Selatan.

Indonesia juga akan memproduksi 48 unit jet tempur KF-21 Boramae di dalam negeri.

 

 

Sementara Korea Selatan berencana memproduksi 120 unit jet jempur tersebut.  Dalam proyek pengembangan KF-21 Boramae, rasio pembagian kontribusi antara pemerintah Korea Selatan, Korea Aerospace Industries (KAI, perusahaan produksi), dan Indonesia pada awalnya ditetapkan masing-masing sebesar 60%, 20%, dan 20%.

Biaya pengembangan KF-21 Boramae, tidak termasuk persenjataan, adalah 8,1 triliun won.

Berdasarkan kontrak yang ditandatangani pada tahun 2016, Indonesia harus membayar 1,6 triliun won, atau 20% dari biaya pengembangan KF-21, pada bulan Juni 2026, ketika proyek pengembangan tersebut berakhir.

Namun info dari dari Spnnews.co.kr edisi 8 Agustus 2024, Indonesia disebut hanya membayar 38% dari rencana awal biaya yang dibebankan dalam pengembangan KF-21 Boramae.

"Indonesia telah memutuskan untuk membayar hanya sekitar sepertiga dari jumlah yang disepakati semula untuk pengembangan pesawat tempur supersonik Korea KF-21.

Administrasi Program Akuisisi Pertahanan melaporkan pada tanggal 8 dalam sebuah laporan kepada Komite Pertahanan Nasional Majelis Nasional bahwa bagian Indonesia dalam biaya untuk memperkenalkan KF-21 adalah 600 miliar won.

J Kantor Berita Korea Selatan Yonhap pada (16/8/2024) memberitakan Defense Project Promotion Committee — komite di Korsel yang mengurusi proyek kerja sama alutsista itu — menyetujui usulan RI terkait penyesuaian pembayaran proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX.

Dengan demikian, untuk porsi pembayaran yang tidak lagi menjadi tanggungan Indonesia, sebagaimana diberitakan Yonhap, bakal ditanggung oleh Pemerintah Korea Selatan dan Korea Aerospace Industries (KAI) yang saat ini menjadi mitra RI mengembangkan pesawat tempur generasi 4,5 KF-21 Boramae. 

Info dari Getnews edisi 16 Agustus 2024, media Korsel itu menyebut keputusan negaranya hampir final.

"Keputusan ini, yang hampir final, dibuat pada Komite Promosi Program Akuisisi Pertahanan (Komite Pertahanan) ke-163 yang diselenggarakan oleh Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA Red-) pada tanggal 16. 

Pada pertemuan hari ini, DAPA memutuskan rencana penyesuaian rasio pembagian pengembangan bersama KF-21 dan langkah-langkah tindak lanjutnya," jelas Getnews. 

Sementara itu, info  dari Antara edisi 20 Agustus 2024, Pemerintah Korea Selatan (Korsel) menyetujui usulan RI menyesuaikan pembiayaan proyek pembuatan pesawat tempur RI-Korsel (KFX/IFX) KF-21 Boramae dari komitmen awal 1,6 triliun won atau sekitar Rp18,5 triliun menjadi 600 miliar won atau sekitar Rp6,95 triliun.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan RI Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha menjelaskan otoritas pertahanan di Korsel yang mengurusi kerja sama dan pengadaan alutsista menyetujui usulan Indonesia itu.

Dia melanjutkan Pemerintah RI juga saat ini berunding soal kerja sama alih teknologi proyek kerja sama pembuatan pesawat tempur itu setelah adanya penyesuaian.

“Ada beberapa alih teknologi (ToT) akan didapatkan dari kerja sama pengembangan bersama pesawat tempur KFX/IFX, yaitu kemampuan produksi bagaimana mendesain, membangun pesawat tempur, membuat beberapa komponen meliputi sayap, ekor, beberapa bagian body belakang pesawat, dan beberapa pylon/adapter untuk persenjataan dan sensor, melakukan final assembly (perakitan akhir), uji terbang, dan re-sertifikasi untuk pesawat IFX,” kata Karo Humas Setjen Kemhan RI seperti dikutip dari Antara.

Dia melanjutkan ToT yang diincar Pemerintah Indonesia dalam proyek gabungan itu juga terkait kemampuan operasi dan pemeliharaan, yang mencakup integrated logistics support, perawatan pesawat tempur KFX/IFX, pengembangan sistem latihan untuk pilot dan teknisi, serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah (troubleshooting) saat operasional.

“Kemudian, kemampuan modifikasi dan upgrading, yaitu melakukan desain integrasi dan re-sertifikasi unique requirement berupa drag chute, eksternal fuel tank, dan air-refueling, serta melakukan integrasi sistem persenjataan baru, avionik, sensor, dan elektronik,” sambung Edwin.

info dari Aerotime edisi 13 Juni 2024, Korea Selatan disebut bertekad untuk memantau tindakan Indonesia secara ketat.

"Pembayaran Indonesia yang dikurangi sebesar $437 juta, jauh lebih sedikit dari $1,16 miliar yang awalnya dijanjikan, telah memunculkan kekhawatiran tentang Korea Selatan yang akan menanggung beban keuangan untuk proyek tersebut, Seok Jong-gun, kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan JoongAng Ilbo.umlah ini setara dengan 38% dari 1,6 triliun won yang diputuskan Indonesia.

Masih ada kekhawatiran mengenai keandalan keuangan Indonesia, karena negara itu belum membayar sisa $145 juta dari komitmennya yang telah dikurangi. 

Korea Selatan berencana untuk memantau tindakan Indonesia secara ketat sebelum melanjutkan transfer teknologi secara penuh," jelas Aerotime.

DAPA Korea Selatan rupanya mengaku tak mau jika ditusuk dari belakang lagi oleh Indonesia dalam proyek ini sebelum melanjutkan transfer teknologi KF-21 Boramae.

“Kita tidak boleh ditusuk dari belakang lagi, dan kita tidak akan melakukannya,” kata Seok Jong-gun seperti dikutip dari Aerotime.

Transfer teknologi akan dilakukan sesuai dengan bagaimana Indonesia bereaksi," lanjut kepala DAPA Korea Selatan.

Tak hanya itu, info  dari The JoongAng edisi 7 Juni 2024, Kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, Seok Jong-geon membocorkan rencana negaranya melakukan transfer teknologi KF-21 Boramae ke Indonesia.

"Dalam wawancara dengan JoongAng Ilbo yang diadakan di Kompleks Pemerintahan Gwacheon pada tanggal 14 bulan lalu, dia berkata, 'Teknologi yang saat ini diberikan kepada Indonesia masih pada tingkat dasar, dan teknologi sebenarnya akan ditransfer setelah pengembangan selesai pada tahun 2026'.

Idenya adalah kita mempunyai hak untuk memutuskan transfer teknologi, namun tergantung situasinya, dapat diartikan bahwa kemungkinan pembangunan mandiri di luar Indonesia juga terbuka," jela The JoongAng.

Orang nomor satu di DAPA Korea Selatan yang bertanggung jawab dalam pengembangan KF-21 Boramae itu ditanyai perihal penyelidikan terhadap insinyur Indonesia yang dituding membocorkan data proyek bersama.

"Mereka juga menyelidiki apakah insinyur Indonesia membocorkan program pemodelan desain 3D KF-21, 'Katanya'.

Beberapa pihak berpendapat bahwa tidak ada gunanya mengurangi transfer teknologi jika teknologi inti sudah ditransfer?," tanya The JoongAng.

Meski skandal yang melibatkan insinyur Indonesia membuat geger dan tengah diselediki Korea Selatan, namun DAPA meyakinkan jika teknologi sebenarnya dari KF-21 Boramae belum ditransfer.

"Jika hasil investigasi menunjukkan telah terjadi kebocoran teknologi yang signifikan, bukankah kita harus mempertimbangkan kembali apakah akan bekerja sama dalam pengembangan bersama?.

Kami akan terus berkoordinasi teknologi mana yang akan ditransfer, namun teknologi sebenarnya akan ditransfer melalui konsultasi hanya setelah pengembangan selesai pada tahun 2026. 

'Sampai saat ini, hanya sebagian kecil dari teknologi yang telah ditransfer dan berada pada tingkat yang belum sempurna'," jelas Direktur DAPA menjawab pertanyaan media Korea Selatan.

SUMBER : ZONA JAKATRA

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK

BERITA POLULER