Pages

Tuesday, June 28, 2011

RUU Keamanan Nasional Diserahkan Parlemen RI


JAKARTA - Menhan Purnomo Yusgiantoro mengemukakan bahwa intelijen tidak selalu memiliki kewenangan untuk menangkap atau melakukan penyadapan.

"Intelijen itu ibaratnya `mata` dan `telinga` yang memberikan informasinya kepada pihak tertentu untuk ditindaklanjuti. Intelijen itu tidak harus menangkap, ada pihak tertentu yang memiliki kewenangan itu," katanya di Jakarta, Senin (27/6).

Usai memimpin Sidang ke-3 Komite Kebijakan Industri Pertahanan Pertahanan (KKIP) ia menuturkan, RUU Keamanan Nasional yang telah diserahkan pada parlemen pekan lalu memuat perihal kewenangan penangkapan dan penyadapan oleh unsur keamanan nasional dalam penjelasan pasal 54 huruf e.

Menhan menuturkan, kegiatan intelijen tidak semata dilakukan oleh unsur militer dan keamanan, instansi lain pun memiliki aparat intelijen yang merupakan mata dan telinga untuk menghimpun segala informasi dan sesuatu yang dibutuhkan.

Purnomo mengemukakan, keputusan pemerintah untuk memasukkan kewenangan menangkap dan melakukan penyadapan oleh unsur keamanan nasional dimasukkan dalam RUU Keamanan Nasional didasari perkembangan ancaman yang terjadi.

Sudah Tidak Ada DCA Dengan Singapura

Terkait masalah ekstradiksi tersangka Korupsi dari Singapura, Menhan Purnomo Yusgiantoro menegaskan bahwa sejak perjanjian kerjasama pertahanan (defense cooperation agreement/DCA) ditandatangani pada tahun 2007 lalu, Indonesia dan Singapura tidak pernah membahasnya lagi.

DCA antara Indonesia dan Singapura telah berlangsung sejak Juli 2005 selama tujuh kali pertemuan. Pertemuan terakhir dilaksanakan pada 5-6 Desember 2006 dengan menyepakati 13 pasal dan empat pasal lainnya belum tercapai kesepakatan.

DCA sebelumnya pernah ditandatangani pada 27 April 2007 oleh menhan kedua negara disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.


Lokasi latihan 'Bravo Area' di kepulauan Natuna yang diinginkan Singapura dalam perjanjian ekstradisi tikus korup asal Indonesia

Namun, dalam perjalanannya kesepakatan kerja sama itu tidak berjalan mulus karena implementasi soal Military Training Area (MTA) di Area Bravo di Kepulauan Natuna tidak disetujui parlemen.

Karena hal ini Singapura sempat mengabaikan pasal perjanjiannya dan tidak membahas lebih lanjut dengan pemerintah Indonesia. Akibatnya, perjanjian ekstradisi yang kita minta belum disepakati hingga kini.

Seperti diketahui, sejumlah terduga pelaku korupsi seperti Nunun Nurbaeti, Muhammad Nazzarudin, dan para tersangka kasus BLBI sebagian besar lari ke negara surga para koruptor RI di Singapura. Dan mereka tidak dapat diekstradisi ke Indonesia.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, hingga kini perjanjian ekstradisi yang digandengkan dengan kesepakatan kerja sama pertahanan RI-Singapura, sama sekali tidak ada kemajuan.

Sementara Jumat (24/6) lalu Menlu Marty Natalegawa mengatakan Indonesia telah memulai kembali proses komunikasi informal dengan parlemen RI untuk mengkaji kembali dan menjajaki langkah-langkah yang mungkin dilakukan ke depan, terkait pembahasan Perjanjian Ekstradisi yang dilakukan satu paket dengan Kesepakatan Kerja sama Pertahanan (DCA).

Sumber : ANTARA

Kementrian Pertahanan & BUMN Segera Kucurkan Dana Bagi BUMN Pertahanan


JAKARTA - Kementerian Pertahanan dan Kementerian BUMN berjanji segera mengucurkan dana segar bagi BUMN Industri pertahanan. Paling tidak dana yang akan digelontorkan Rp 700 miliar yang akan diberikan pada PT Dirgantara Indonesia (PT DI). "Yang sekarang running way PT Pindad. Ini tidak perlu banyak intervensi," ujar Mustafa Abubakar Menteri BUMN usai penandatanganan kerjasama di Kantor Kementerian Pertahanan, Senin (27/6).

Ia mengatakan beberapa industri pertahanan yang perlu diintervensi dengan penambahan modal negara diantaranya PT DI dan PT PAL. Dimana pemerintah akan mendorong efisiensi dalam BUMN strategis pertahanan dan tidak mewajibkan membayar deviden."Kementerian BUMN didorong untuk menaikan cast flow perusahaan BUMN. Industri akan dibatasi hanya untuk industri pertahanan saja," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Kementerian Pertahanan, kata Purnomo, tengah menyusun road map, produk maritim., dirgantara dan non alusista. Indonesia saat ini cukup kuat untuk produksi makanan kaleng militer dan seragam militer. "Kementerian tengah menyusun kadar kandungan produk dalam negeri atau lokal konten, pembinanaan industri pertananan, dan kebijakan produksi," ujarnya.

Ia menegaskan kementerian akan membuat list produk mana saja yang bisa diproduksi oleh BUMN Pertahanan didalam negeri. "Kami targetkan list-nya selesai Oktober tahun ini," ujarnya. "Kementrian juga akan memformulasikan kebijakannya dan mendorong manajemen produksi,"

Untuk pembiayaan, Departemen Pertahanan akan membuat matrik kebutuhan insentif fiskal pembangunan alusista dalam negeri. Dimana pembiayaan akan dilakukan secara multiyear. Bapenas akan menganggarkan Rp 100 triliun dalam APBN Murni dan sisanya dicicil 4 tahun mendatang dalam anggaran perubahan. "Kementerian juga akan mendorong kebijakan join produksi," katanya.

Sumber : TEMPOINTERAKTIF.COM

Tidak Ada Lagi DCA dengan Singapura



27 Juni 2011, Jakarta (ANTARA News): Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan bahwa sejak menandatangani perjanjian kerjsama pertahanan (defense cooperation agreement/DCA) pada 2007 lalu, Indonesia dan Singapura tidak pernah membahasnya lagi.

"Tidak ada lagi pembahasan tentang itu (DCA-red)," katanya di Jakarta, Senin, terkait kemungkinan dibukanya kembali pembahasan mengenai perjanjian ekstradisi kedua negara.

Usai memimpin Sidang ke-3 Komite Kebijakan Industri Pertahanan Pertahanan (KKIP) ia menuturkan, setiap kerja sama pertahanan yang dilakukan dengan sejumlah pihak harus ada kesepakatan pelaksanaannnya (implementing agreement).

"Ini kita belum menyepakati apa-apa. Jadi, tidak ada lagi kerja sama kesepakatan pertahanan itu," kata Purnomo menegaskan.

Perundingan Defence Cooperation Agreement atau DCA antara Indonesia dan Singapura telah berlangsung sejak Juli 2005 selama tujuh kali putaran. Putaran terakhir dilaksanakan pada 5 Desember-6 Desember 2006 dengan menyepakati 13 pasal dan empat pasal lainnya belum tercapai kesepakatan.

Pembahasan tersebut dilakukan pararel membahas mengenai ekstradisi antara dua negara dan selalu dikoordinasikan dengan pihak Departemen Luar Negeri sehingga nantinya kerja sama pertahanan kedua negara dapat benar-benar mendukung kepentingan nasional Indonesia.

DCA akhirnya ditandatangani pada 27 April 2007 oleh menhan kedua negara disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Namun, dalam perjalanannya kesepakatan kerja sama itu tidak dapat dilaksanakan secara mulus karena menuai kontroversi di masing-masing pihak, terutana menyangkut Implementing Arrangement (IA) Military Training Area (MTA) di Area Bravo yang berada di Kepulauan Natuna.

Karena kebuntuan terhadap beberapa pasal dalam DCA antara RI dan Singapura, pihak Singapura sempat mengabaikannya dan tidak membahas lebih lanjut dengan mitranya Indonesia. Akibatnya, perjanjian ekstradisi belum disepakati hingga kini.

Akibatnya, sejumlah terduga pelaku korupsi seperti Nunun Nurbaeti, Muhammad Nazzarudin, dan para tersangka kasus BLBI yang sebagian besar "lari" ke Singapura tidak dapat diekstradisi ke Indonesia.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, hingga kini perjanjian ekstradisi yang digandengkan dengan kesepakatan kerja sama pertahanan RI-Singapura, sama sekali tidak ada kemajuan.

"Belum, sama seperti dulu," kata Menlu Marty di Kantor Presiden Jakarta, Jumat, seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima kunjungan kehormatan Menlu Singapura K Shanmugam.

Menlu Marty menambahkan Indonesia telah memulai kembali proses komunikasi informal dengan parlemen untuk mengkaji kembali dan menjajaki langkah-langkah yang mungkin dilakukan ke depan, terkait pembahasan Perjanjian Ekstradisi yang dilakukan satu paket dengan Kesepakatan Kerja sama Pertahanan (DCA).

Sumber: ANTARA News

Kemhan Bahas Revitalisasi Industri Pertahanan

(Foto: Berita HanKam)
27 Juni 2011, Jakarta (Jurnas.com): Kementrian pertahanan mengadakan sidang ketiga Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) di kantor Kementerian pertahanan di Jakarta, Senin (27/6). Sidang ini akan membahas dan menetapkan program kebijakan atau regulasi yang dianggap perlu dan prioritas dalam bidang industri pertahanan.

Sidang ini akan memuat penetapan kebijakan revitalisasi industri pertahanan untuk membahas dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang menjamin pemberdayaan industri pertahanan. Dari hasil sidang ini, diharapkan dapat diambil keputusan untuk menetapkan rencana aksi sebagai tindak lanjut tuntutan kebijakan dan perkembangan yang terjadi.

Kebijakan dalam sidang KKIP ini meliputi kebijakan produksi yang menyangkut konsistensi pengadaan alutsista hasil produk dalam negeri (BUMNIP dan BUMNIS), program offset, R&D dan alih teknologi, penataan struktur industri pertahanan. Dibidang kebijakan pembiayaan dan insentif fiskal, kebijakan akan meliputi mekanisme pembiayaan (multi years dan fasilitas pembiayaan), sedangkan Kebijakan penyehatan korporasi BUMNIP meliputi penyehatan cash flow dan neraca BUMNIP, penataan organisasi BUMNIP, dan peningkatan kemampuan SDM BUMNIP. Selain itu, dari sidang ini diharapkan muncul kebijakan pengadaan barang dan jasa yang meliputi mekanisme pangadaan barang dan jasa.

Sidang akan ditutup dengan penandatanganan perjanjian kerja sama BUMNIP dengan 19 industri pendukung serta Kemhan. Perusahaan yang ikut menandatangani MoU diantaranya PT. DI sebagai pihak pertama, dan PT. LEN dan PT Dahana sebagai pihak kedua. PT Pindad juga akan menandatangani MoU dengan Badan Sarana Pertahanan Kemhan, PT LEN, PT Krakatau Steel, dan PT Inti.

Sidang yang hingga saat ini masih berlangsung dihadiri oleh Menteri pertahanan Purnomo Yusgiantoro selaku ketua KKIP, menteri BUMN selaku wakil ketua, wamenhan, menteri perindustrian, menristek, panglima TNI dan Kapolri. Tim Pokja KKIP, tim asistensi, sekretaris Pokja KKIP, dan kemkeu.

Sumber: Jurnas

Indonesia Tingkatkan Industri Pertahanan


(Foto: Berita HanKam)

27 Juni 2011, Jakarta (Jurnas.com): INDUSTRI pertahanan dalam negeri diharapkan bisa mandiri. Untuk itu perlu upaya pembinaan dari pemerintah pada pelaku industri pertahanan agar produk pertahanan Indonesia dapat dipercaya oleh konsumen di dalam dan luar negeri.

"Ada langkah-langkah untuk menyukseskan rencana pembangunan alutsista jangka panjang yang dipasok di dalam negeri, pertama perlu ada konsistensi pengadaan alutsista produk dalam negeri hasil Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS),"kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Kementerian Pertahanan (Kemhan) di Jakarta, Senin (27/6).

Purnomo menambahkan, langkah kedua dari Kemhan adalah dengan menyiapkan program offset dalam rangka pengadaan Alat Utama Sistem Senjata (alutsista). Program ini diaplikasikan dengan alih produksi dan teknologi alutsista dari luar negeri.

"Juga offset, yang merupakan bagian dari counter trade, yang merupakan kesepakatan pemerintah sebagai pihak pembeli dengan pihak asing penyedia produk pertahanan guna mengikut sertakan pihak pembeli dalam proses produksi untuk keperluan ToT sebagai prasyarat jual beli. Ini bertujuan untuk membangun kemampuan produksi bagi industri pertahanan,"jelas Purnomo.

Ketiga, kata Purnomo, adalah dengan melakukan Research and Development (R&D), dengan melakukan sinergitas R&D dan alih teknologi. "Maka perlu peningkatan anggaran R&D dan alih teknologi pertahanan agar dapat melakukan kerjasama R&D terkait dengan belanja alutsista,"kata Menhan.

Menhan menambahkan, perlu dilakukan penataan struktur industri pertahanan untuk meningkatkan industri pertahanan yang sesuai kapasitas produksi.

Sumber: Jurnas

Sunday, June 26, 2011

Panglima TNI Harap SBY Umumkan KSAD Baru Pekan Ini

 

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono. TEMPO/Imam Sukamto
Pengganti Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) sudah diputuskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pekan ini.

"Saya harap minggu ini (sudah dipilih nama), kan masih ada hari ini (Jumat), Sabtu, dan Minggu, beliau (Presiden) juga kerja," kata Agus Suhartono seusai menjadi Inspektur Upacara Apel Kebangsaan Gerakan Muda (GM) Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (FKPPI) di Lapangan Markas Kodam V Brawijaya, Surabaya, Jumat 24 Juni 2011.

Menurut Agus, mengenai siapa KSAD yang akan menjadi pengganti Jenderal TNI George Toisutta, itu merupakan hak prerogatif Presiden. Sesuai undang-undang, sebagai Panglima TNI dia telah mengusulkan nama calon Kepala Staf TNI AD yang merupakan hasil dari Rapat Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti), kepada Presiden SBY.

"Siapa-siapa namanya tidak perlu saya sebut, yang jelas kewajiban saya berikan saran ke Presiden. Kita tunggu saja," katanya.

Soal salah seorang calon yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Presiden SBY, Agus membantah hal itu akan mempengaruhi Presiden dalam menentukan pengganti KSAD. "Kalau, toh, nanti ditunjuk salah satu yang ada hubungan kekerabatan, jangan dikaitkan dengan kekerabatan tersebut, tetapi karena memang memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai KSAD," katanya.

Seperti diketahui, salah satu calon yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Presiden SBY adalah Letnan Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo yang kini menjabat Panglima Komando Strategi dan Cadangan TNI Angkatan Darat (Kostrad). Pramono adalah adik ipar Presiden SBY.

"Kalau ada penunjukan personel militer itu sudah melalui Sidang Wanjakti, artinya dari sisi profesi dan senioritas, pengalaman, dan penugasan memenuhi syarat, tidak ada kekerabatan," ucapnya.

TEMPO INTERAKTIF

Kontes Muatan Roket Indonesia 2011


YOGYAKARTA - Sebuah roket diluncurkan saat uji terbang muatan dalam rangka Kontes Muatan Roket Indonesia (Komurindo) 2011, di Pantai Pandansimo, Bantul, DI Yogyakarta, Minggu (26/6). Komurindo yang diikuti 40 tim dari perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia dengan tema "Attitude Monitoring and Surveillance" tersebut untuk mencari bibit unggul untuk menggeluti teknologi kedirgantaraan, khususnya roket. FOTO ANTARA/WAHYU PUTRO A/ss/ama/11


BERITA POLULER