Pages

Thursday, December 2, 2010

Bandara Supadio Rentan Sasaran Teror


Seorang anggota Tim Penjinak Bom (Jibom) Detasemen Bravo (Den Bravo) 90 TNI AU membawa barang yang berisi bom saat menuruni tangga pesawat Batavia Air, dalam Simulasi Penanganan Aksi Teror di Pesawat di Bandara Supadio Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Rabu (1/11) malam. Simulasi penanganan aksi teror bersandikan 'Operasi Anti Lawan Bajak Udara (Albara)' yang diikuti 200 anggota Pasukan Khusus Den Bravo 90 TNI AU tersebut, bertujuan untuk mengantisipasi anti teror pada obyek vital. (Foto: ANTARA/Jessica Wuysang/mes/10)

02 November 2010, Kubu Raya -- Wakil Komandan Korps Pasukan Khas TNI AU Lapangan Udara Sulaiman, Bandung, Kolonel Pasukan Harpin, mengatakan, sebagai salah satu International Border Airport, Bandara Supadio, Pontianak, rentan menjadi target tindak teroris.

"Kami memilih Bandara Supadio sebagai tempat latihan Operasi Anti Lawan Bajak Udara (Albara) oleh satuan Paskas Datasemen Bravo ’90 karena Bandara Supadio merupakan salah satu International Border Airport yang rentan terjadi tindak teroris," kata Harpin usai menggelar latihan Operasi Albara di Sungai Raya, Kamis (2/12/2010) dini hari.

Selain itu, mengingat Bandara Supadio sedang berkembang, ditandai peningkatan jumlah penumpang secara signifikan, juga mengharuskan adanya pengamanan yang ketat dari pihak bandara, maupun dari TNI AU, khususnya Lanud Supadio dan sekitar bandara itu.

Dia menjelaskan, Satuan Paskas Datasemen Bravo ’90 merupakan salah satu dari tim satuan elit TNI AU yang memiliki kemampuan menanggulangi terorisme, operasi intelijen, dan operasi khusus lainnya.

"Maraknya aksi terorisme yang muncul akhir-akhir ini merupakan indikasi bahwa kelompok teroris internasional semakin meningkatkan aktivitasnya di berbagai negara, termasuk Indonesia," jelasnya.

Sejumlah anggota Pasukan Detasemen Bravo (Den Bravo) 90 TNI AU melakukan parameter tempur penyergapan . (Foto: ANTARA/Jessica Wuysang/mes/10)

Untuk menghadapi hal tersebut, Detasemen Bravo ’90 melaksanakan latihan penanggulangan teror dan pembebasan sandera di pesawat udara dengan sandi latihan "Albara 2010".

Dikatakannya, dalam setiap latihan yang digelar, anggota Datasemen Bravo ’90 harus mencapai target profesionalisme tertinggi.

Dengan demikian, kemampuan dari pasukan khusus anti teror di lingkungan TNI AU tersebut bisa terjaga dan selalu siap kapanpun dibutuhkan.

"Latihan ini merupakan kegiatan internal dari TNI AU yang dilaksanakan secara berkala. Ke depan latihan seperti itu akan dilaksanakan bersama satuan lainnya seperti TNI AD, AL, maupun Polri dalam menangani terorisme," kata Harpin.

KOMPAS

BrahMos Sukses Diuji Coba


Rudal BrahMos. (Foto: AP)

02 Desember 2010 -- India sukses uji coba penembakan rudal jelajah BrahMos, dilakukan di Integrated Test Range Chandipur, Balasore, Kamis (2/12) diberitakan kantor berita PTI.

Rudal BrahMos versi Block III + ditembakan dari pelucur nomer 3 pukul 10.55 waktu setempat, melesat dan tepat mengenai sasaran, menurut para sumber Pertahanan.

“Uji coba sukses seratus persen,“ tandas mereka.

Perusahaan BrahMos agresif memamerkan rudal BrahMos pada pameran pertahanan di dunia, seperti pada IMDEX Asia 2009 di Singapura 12 May 2009, Naval Defence 2009 di Surabaya dan Indo Defense 2008 dan 2010. (Foto: Getty Images)

Rudal BrahMos rancangan bersama India dan Rusia, mampu membawa hulu ledak konvensional 200-300 kg dengan jarak jelajah mencapai 290 km. BrahMos singkatan dari nama sungai Brahmaputra (India) dan Moskva (Rusia).

India menawarkan rudal BrahMos ke sejumlah negara termasuk Indonesia. Saat ini, belum diumumkan pembelian rudal oleh negara ketiga. Pembelian rudal Yakhont buatan Rusia oleh TNI AL, mengecewakan perusahaan BrahMos.

India akan mempersenjatai armada jet tempur Sukhoi dengan BrahMos.

PTI/Berita HanKam

Tentara AS Bakal Punya Mobil Terbang


0diggsdigg

Transformer atau TX, Mobil terbang tentara Amerika.(dailymail)

TEMPO Interaktif, Tentara Amerika Serikat yang bertugas di Afghanistan sebentar lagi bakal punya "mainan" baru: mobil terbang. Mobil yang diberi nama Transformer atau TX ini memang bukan sembarang mobil. Selain berpenggerak empat roda, mobil yang bentuknya mirip Humvee ini punya baling-baling sehingga bisa terbang seperti helikopter.

Transformer memang kendaraan super canggih, bila tentara Amerika tengah melintasi gurun lalu dihadang oleh pasukan Taliban, maka mereka tinggal menekan tombol, lalu kendaraan berubah menjadi helikopter. Tentara Amerika pun bisa kabur dari sergapan dengan mudah.

Selain bisa kabur dengan cepat, mobil terbang ini bisa dengan mudah mengangkut tentara yang terluka. Mereka tidak perlu lagi menunggu helikopter untuk menjemput. Tingkat keselamatan tentara Amerika pun diyakini lebih tinggi berkat kendaraan ini.

Adalah Lembaga penelitian pertahanan Amerika atau The Defense Advanced Projects Agency (DARPA) yang mengembangkan kendaraan lapis baja ini. Mereka telah mengeluarkan uang sebesar 41 juta poundsterling. Mereka akan bekerja sama dengan Terrafugia yang telah lebih dulu mengembangkan mobil terbang.

Menurut bos Terrafugia, Carl Dietrich pembuatan mobil ini akan memakan waktu sekitar 5 tahun dan diperkirakan akan selesai pada 2015. "Untuk tahap awal detil dan konsepnya akan selesai tahun depan," kata Dietrich.

Yang jelas, Transformer akan terbuat dari baja komposit untuk melindungi prajurit dari tembakan, ledakan, dan misil. Kendaraan ini juga bisa menempuh perjalanan perjalanan 448 kilometer di darat maupun udara serta bisa lepas landas dan mendarat secara vertikal. Canggihnya lagi, tak perlu keahlian seperti pilot untuk menerbangkan kendaraan ini karena dilengkapi dengan kontrol penerbangan otomatis.

Sumber: TEMPO

Komisi I Prihatin Bocornya Data Tentang Indonesia


0diggsdigg

Logo CIA

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI Teguh Juwarno mengaku prihatin bocornya data-data tentang Indonesia yang dimiliki oleh Amerika Serikat melalui internet.

"Kita sangat prihatin dengan bocornya informasi tentang Indonesia yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Komisi I akan segera klarifikasi soal tersebut," kata Teguh di Gedung DPR, Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, bocornya data-data tentang Indonesia yang dimiliki oleh Amerika Serikat di laman sebuah situs static.guim.co.uk membuktikan lemahnya Badan Inteligen Negara (BIN) dan Sandi Yudha untuk mengamankan rahasia penting negara ini.

Oleh karena itu, Komisi I akan mengklarifikasi soal bocornya informasi tersebut dengan mengundang Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, Kepala BIN Sutanto, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Bocornya rahasia negara yang dimiliki oleh Amerika Serikat itu merupakan sebuah peringatan kepada Indonesia, khususnya kepada BIN dan badan sandi negara.

Ia juga meminta kepada Presiden Yudhoyono untuk secepatnya mengambil langkah-langkah.

"Presiden Yudhoyono harus segera memerintahkan jajarannya untuk segera mengambil langkah-langkah penting, salah satunya adalah dengan mengajukan protes kepada pemerintah AS yang telah menyusup terlalu jauh tentang Indonesia," kata dia.

Sebuah situs static.guim.co.uk berhasil membongkar data-data yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Dari data-data yang dimiliki oleh AS itu, terdapat data-data penting tentang Indonesia.

Menurut informasi tersebut, ada 3.059 dokumen penting rahasia Amerika tentang Indonesia. Ribuan data tentang Indonesia disusun Kedutaan Besar AS di Jakarta.

Memang, tak ada rincian isi dan hanya klarifikasi dokumen resmi biasa dari laporan resmi untuk Kongres AS tentang Indonesia itu. Hanya disebut, ada laporan berjudul Congressional Research Service; Report RS21874 disusun Bruce Vaughn. Analis soal Asia Tenggara dan Asia Selatan dari Divisi Hubungan Luar Negeri, Pertahanan dan Perdagangan ini, mengupas singkat hasil Pemilihan Umum 2004 di Indonesia.

Sumber: ANTARA

Kemhan Selenggarakan Seminar “Defence Offsets”


0diggsdigg


Jakarta, DMC – Kementerian Pertahanan melalui Direktorat Jenderal Sarana Pertahanan (Ditjen Ranahan) menyelenggarakan seminar “Defence Offsets”, Selasa (30/11) di Jakarta. Seminar dibuka oleh Dirjen Ranahan Kemhan Laksda TNI Susilo dan menghadirkan keynote speaker Menhan RI Purnomo Yusgiantoro.

Seminar sehari tersebut dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari Kemhan, Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP), perusahaan swasta nasional Industri Pertahanan Non Alutsista (IPNAS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Perguruan Tinggi.

Seminar menghadirkan empat pembicara antara lain Prof. Ron Matthews dari RSIS Singapura, Professor Emeritus Peter Hall dari UNSW, Mr. Laxman Kumar Behera dari Associate Research Fellow, IDSA India dan Fajar H. Sampoerno , PhD. dari PT. Dahana.

Seminar Defence Offsets tersebut membahas tentang kompensasi yang didapat dalam setiap pembelian suatu peralatan pertahanan atau Alutsista yang diadakan dari luar negeri. Program offsets tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk membangun kapasitas industri pertahanan dalam negeri.

Menhan dalam keynote speech-nya mengatakan, pemerintah telah menetapkan bahwa revitalisasi industri pertahanan dalam negeri menjadi salah satu prioritas dalam program kerja Kabinet Indonesia Bersatu II.

Untuk mendukung program tersebut, Kemhan telah menetapkan kebijakan bahwa setiap pengadaan Alutsista sedapat mungkin diadakan dari dalam negeri. Namun memang masih ada beberapa Alutsista yang belum dapat dibuat di dalam negeri dan terpaksa diadakan dari luar negeri.

Menurut Menhan, setiap pengadaan Alusista dari luar negeri, Kemhan berkeinginan agar semaksimal mungkin untuk mendapatkan semacam resent atau pengembalian dari nilai - nilai kontrak pengadaan Alutista tersebut.

Untuk itu, lebih lanjut Menhan menekankan agar dalam seminar ini diharapkan tidak hanya dibahas mengenai pendekatan offsets hubungan antara supplier dan buyer, tetapi juga dalam skala yang lebih luas lagi misalkan lisensi, transfer of technology dan joint production.

Menhan menjelaskan melalui program offsets, intinya diharapkan bahwa setiap pengadaan Alutsista dari luar negeri dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan kemandirian dan kapasitas industri pertahanan dalam negeri

Sumber: DMC

Russian Air Force to procure 1,500 new aircraft by 2020


0diggsdigg
Su-27 aircraft

The Russian Air Force will procure over 1,500 new aircraft and significantly increase the number of high-precision weapons in its arsenal by 2020, a deputy Air Force commander said on Wednesday.

"Overall, we are planning to acquire and modernize about 2,000 aircraft and helicopters by 2020...including more than 1,500 new aircraft and about 400 modernized," Lt. Gen. Igor Sadofyev told reporters in Moscow.

According to the general, in 2011 the Air Force plans to adopt Su-27SM, Su-30M2 and Su-35S multirole fighters, Su-34 fighter-bombers and Yak-130 combat trainers as well as Ka-52 and Mi-28N attack helicopters, Mi-8 armed assault helicopters, Ka-226 and Ansat-U light multipurpose helicopters.

"The priority for the strategic aviation is the modernization of 80 percent of existing Tu-160, Tu-95MS, Tu-22M3 bombers and Il-78M aerial tankers...and the extension of their service life," Sadofyev said.

He also said that the share of high-precision weaponry in the Russian Air Force arsenal would increase by 18 times, including the unmanned aerial vehicles (UAV) - by six times.

"In addition to a thorough upgrade of the aircraft fleet, the measures planned until 2020 will allow us to increase the share of high-precision weaponry to 70 percent of the total, or by 18 times," the general said.

Sadofyev added that the number of all-weather aircraft, capable of carrying out day and night missions would increase almost five-fold, and the share of UAVs would constitute about 30 percent of the total by 2020.

However, Douglas Barrie, senior fellow for military aerospace at the London-based International Institute for Strategic Studies told RIA Novosti that Russia's ability to fund and manufacture 1,500 military aircraft over the next decade is "questionable."

"The defense aerospace industry suffered from a decade plus of serious under-investment following the collapse of the Soviet Union, and only in the past few years has there been any appreciable improvement in the flow of cash," Barrie said.

"With regard to increasing the percentage of precision guided-weapons in the Air Force inventory, Russia's Tactical Missile Systems (TRV) has been designing and developing a range of 'precision' munitions, including the Kh-38 family of air-to-surface missiles, since at least the early 1990s," Barrie continued.

He said these projects had been hampered by the lack of adequate state funding until recently. He noted, however, that funding has been "noticeably improved," which will likely increase the pace of development on the Kh-38, as well as other weapons projects.
 RIA NOVOSTI

Jika Menguntungkan, Tak Ada Salahnya Retrofit F-16 Bekas


0diggsdigg


TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Mayor Jenderal Purnawirawan Salim Mengga mendukung langkah pemerintah untuk mengkaji tawaran hibah jet bekas F16-A dari Amerika Serikat. Jika memang biaya retrofit bisa lebih murah ketimbang beli baru, tak ada salahnya tawaran itu diterima. Meski demikian, mantan Panglima Kodam Pattimura ini menegaskan, tindakan meretrofit pesawat bukan hanya untuk memperbaiki. Retrofit, kata dia, adalah mengganti seluruh pesawat, sehingga yang ada tinggal body pesawat. "Sistemnya diganti, mesin baru, alat komunikasi baru, senjata juga baru," kata dia.

Menurut dia, jangan sampai retrofit hanya dilakukan pada mesin saja. Ini pernah dilakukan saat Indonesia meretrofit panser. Yang diganti, kata dia, cuma mesin, sementara senjata tak diganti baru. Parahnya, senjata model lama sudah tidak diproduksi pabrik asal.

Dengan pengkajian matang, Kementerian Pertahanan bisa menentukan apakah tawaran 24 pesawat bekas itu layak diterima atau tidak. "Kalau itu bisa lebih murah dibanding kita beli 6 Sukhoi, ya, kenapa nggak," ujarnya.

Persoalan utama memutuskan tawaran tersebut, lanjut politisi Demokrat ini, adalah apakah kemampuan tempur pesawat tersebut bisa maksimal. Untuk itu, kajian yang dilakukan Kemenhan harus melibatkan banyak pihak, bukan cuma TNI Angkatan Udara, tapi juga industri senjata dalam negeri. Namun hingga kini, belum ada keputusan apakah Komisi Pertahanan akan mendukung pemerintah membeli pesawat bekas atau yang baru. "Kami belum tahu persis hasil kajiannya." Sikap komisi akan dilakukan setelah Kementerian Pertahanan memaparkan kajiannya.

Sumber: TEMPO

BERITA POLULER