Pages

Wednesday, October 13, 2010

Yuangwang 5, Kapal Pemantau Satelit China Merapat Di Tanjung Priok


0diggsdigg


Jakarta - Kapal Pemantau Satelit China MV Yuanwang-5 merapat di dermaga Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kapal maritim angkasa luar China tersebut berada di Indonesia untuk mengadakan pemeran antariksa.

Kapal Yuanwang 5 pertama kali dilepas pada bulan September 2006. Panjangnya 222.2 meter, dengan lebar 25.2 meter. Kapal yang berkekuatan 25 ribu ton tersebut telah banyak melakukan misi untuk ilmu pengetahuan China.

"Kapal ini mempunyai sistem pelacakan dan pemantuan satelit dengan membentuk stasiun yang bergerak di perairan," ujar salah astronot China, Zhai Zhi Gang, di atas kapal Yuanwang 5, Tanjung Priok Jakarta Utara, Kamis (14/10/2010).

Zhai Zhi Gang mengatakan, kapal ini memiliki 3 buah radar yang bisa mendeteksi obyek di luar angkasa.

"Radar itu nantinya akan memasukkan data ke pusat layanan informasi di kap dan bisa menjadi alat navigasi yang luas," kata Zhai.

Tidak hanya itu, kapal ini mempunyai kemampuan untuk meneropong dan ruang penelitian untuk obyek angkasa. Sebuah kapal yang menggabungkan kemudahan operasi dan manusia.

"Meteorologi kelautan, telekomunikasi, komputer, dan teropong," ujar dia.

Di atas kapal Yuanwang 5, berdiri tegak antena-antena yang besar untuk memudahkan melakukan pemantuan obyek angkasa luar.

"Ada lebih dari 40 antena yang kita pasang di sini. Tiap antena akan menerima dan mengirimkan gelombag ektromagnetik yang kuat," kata Zhai Zhi Gang.

Beberapa antena yang dimiliki oleh Yuanwang 5 adalah antena cuaca yang berbentuk seperti sebuah bola raksasa. Kapal ini juga mempunyai antena unified S-band untuk memantau satelit yang ada di luar angkasa.

Dalam operasinya, kapal ini pernah memandu satelit Shenzou-7 untuk kembali kepada jalurnya setelah mengadakan perjalanan luar angkasa.

"Seperti sebuah teratai putih yang mengapung tapi intinya adalah dunia ilmu pengetahuan dan teknologi," kata Zhai Zhi Gang.

Sumber: DETIK

Agresifnya Negeri "Tirai Bambu" Soal Wilayah


0diggsdigg

China sepertinya saat ini tengah menjadi negara yang paling agresif sekaligus paling ”sibuk” bersengketa dengan sejumlah negara di kawasan regionalnya, Asia Timur. Penyebab persoalan dipicu aksi saling rebut wilayah teritorial, yang kaya dengan minyak, gas, dan ikan.

Dengan Jepang dan Taiwan, misalnya, China masih bersengketa soal Kepulauan Diaoyu (versi China) atau Kepulauan Senkaku (versi Jepang) di perairan Laut China Timur.

Dengan lima negara di perairan Laut China Selatan, sebagian besar negara anggota ASEAN, China bersengketa memperebutkan Kepulauan Spratly dan Paracel.

China mengklaim wilayah-wilayah itu sebagai daerahnya sejak masa Dinasti Han pada abad kedua Sebelum Masehi (SM).

Dalam konteks sengketa di perairan Laut China Selatan, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, juga punya klaim sejarah tersendiri. Tidak hanya mengabaikan latar sejarah, China juga dinilai kerap mengabaikan kesepakatan dan hukum internasional yang berlaku pada era modern.

Pada tahun 1992, ASEAN, terutama yang terlibat sengketa wilayah di Laut China Selatan, sebetulnya sudah menyusun dan menyepakati deklarasi. Isinya, segala sengketa akan diselesaikan secara damai dan mempertimbangkan eksplorasi bersama.

China menolak deklarasi bersama itu dan tetap mengklaim semua dari 51 pulau-pulau kecil di Kepulan Spratly dan Paracel itu. Dengan klaim itu China menegaskan hanya dia yang berhak mengeksplorasi kawasan.

Klaim dan upaya penguasaan China di dua gugus kepulauan tadi berlangsung dalam tiga fase. Pada tahun 1950 China mulai mengklaim Kepulauan Paracel. Nyaris seperempat abad kemudian (tahun 1974) China merampas kepulauan itu dari Vietnam melalui kontak senjata yang menewaskan 18 prajurit.

Sejak itu kawasan tersebut menjadi semacam ”zona terpanas” yang diperebutkan oleh semua negara yang terlibat dalam sengketa, kecuali Brunei. Tercatat 70 personel Angkatan Laut Vietnam tewas. Sejumlah kapal Vietnam hancur saat pecah kontak senjata dengan militer China di Terumbu Karang (Reef) Johnson di Kepulauan Spratly pada tahun 1988.

Aksi saling serang dan saling ganggu, baik antarkekuatan militer maupun kapal-kapal sipil (nelayan dan kargo), terus berlanjut. Pada tahun 1995, Filipina dan Taiwan tercatat pertama kali melakukan kontak senjata dengan China dan juga Vietnam.

Malaysia belakangan ikut ”menceburkan diri” dalam ketegangan. Pada tahun 1999 dua pesawat tempur Malaysia ”berpapasan” dengan dua pesawat pengintai Filipina di angkasa Malaysia.

AS menambah masalah


Ketegangan semakin ”memanas” ketika AS secara terang-terangan menegaskan ingin ”ikut campur” dalam penuntasan sengketa di kawasan itu. Dalam Pertemuan Puncak Pertahanan Asia-Pasifik di Hanoi, Vietnam, awal pekan ini, Menteri Pertahanan AS Robert Gates menekankan pentingnya penuntasan sengketa wilayah secara multilateral.

Selama ini, termasuk dalam konteks sengketa wilayah di perairan Laut China Selatan, pihak China ngotot hanya ingin menuntaskan masalah tersebut secara satu per satu dengan lima negara ASEAN. Menanggapi hal itu pihak Filipina meradang dan memprotes dengan mengingatkan China tentang keberadaan ASEAN dan kesepakatan yang telah dihasilkan pada tahun 2002 sebelumnya.

Sebelum pernyataan Gates tadi, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton juga berbicara di Hanoi pada 23 Juli lalu. Hillary menegaskan, AS juga punya kepentingan terhadap terciptanya kebebasan navigasi, akses yang terbuka dalam kesamaan maritim di Asia, penghormatan atas hukum internasional (UNCLOS) yang berlaku di Laut China Selatan, sekaligus upaya damai dalam penuntasan sengketa yang terjadi di sana.

Namun, hal itu balas dijawab dengan keras oleh Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi, dua hari kemudian, dengan memperingatkan sekaligus mengancam negara-negara yang terlibat agar tidak coba-coba ”menginternasionalisasi” sengketa mereka dengan China karena langkah itu justru hanya akan memperunyam dan mempersulit situasi.

Akan tetapi, dalam Pertemuan Puncak Pertahanan Asia-Pasifik muncul kesan China mulai melunak terhadap tekanan AS, dengan mengundang Gates ke China. Gates pun menyanggupi tawaran itu.

Boleh jadi hal itu menjadi sinyal positif. Namun, bisa juga episode kiprah China masih akan berlanjut panjang mengingat tidak hanya dalam sengketa ini China ”unjuk gigi”. Sebut saja sengketa di kawasan semenanjung Korea, antara Korea Utara dan Selatan, di mana China juga punya kiprah dan pengaruh kuat.

Sumber: KOMPAS

RUU `Fasis` Israel Ancam Keturunan Arab

RUU `Fasis` Israel Ancam Keturunan Arab
(ANTARA/Lukisatrio)
Jakarta (ANTARA News)- Kabinet Israel telah menyetujui sebuah rancangan undang-undang yang mewajibkan semua warga non-Yahudi bersumpah setia kepada Israel sebagai sebuah 'negara Yahudi dan demokrasi'.

Langkah itu telah menyebabkan tuduhan diskriminasi terhadap warga Israel keturunan Arab. Salah seorang anggota kabinet Israel yang berbeda pendapat menyebut rancangan itu 'berbau fasis'.

Rancangan undang-undang itu pertama kali diusulkan oleh menteri luar negeri Israel yang berasal dari partai kanan, Avigdor Lieberman. Ia menjadikan isu kesetiaan pada negara sebagai cirikhas dari karir politiknya. Usulnya itu kemudian diterima oleh mayoritas anggota kabinet kecuali yang berasal dari Partai Buruh yang merupakan oposisi.

Sumpah setia akan diwajibkan kepada orang selain Yahudi yang ingin menjadi warga negara Israel, terutama bagi orang Palestina yang berasal dari Tepi Barat yang menikahi perempuan palestina yang telah menjadi warga negara Israel.

Meski harus mendapat pesetujuan dari dari Knesset, lembaga legislatif Israel, sebelum ditetapkan menjadi hukum, rancangan itu telah ditentang oleh warga arab Israel yang berjumlah 20 persen dari seluruh populasi negara itu. Menurut mereka rancangan itu provokatif dan rasis.

Warga Yahudi Israel juga menolak rancangan itu, termasuk beberapa yang menjadi anggota kabinet.

"Tercium aroma fasisme di pinggiran masyarakat Israel. Secara keseluruhan ini sangat mengganggu dan mengancam karakter demokrasi dari Israel. Kita sedang diterjang gelombang tsunami yang mengancam kebebasan... Kita akan membayar harga yang sangat mahal untuk ini,' kata Isaac Herzog, menteri urusan sosial Israel kepada radio angkatan bersenjata negara itu seperti yang dikutip Guardian, Senin (11/10).

Dalam pemiliha umum tahun lalu, Lieberman mengkampanyekan agar setiap orang Palestina yang menjadi warga Israel harus mengikhtiarkan sumpah setia.

"Menurut saya ini adalah kesempatan untuk melangkah ke depan. Jelas ini belum mengakhiri isu tentang kesetiaan bagi mereka yang menginginkan kewarganegaraan Israel. Tetapi ini adalah langkah yang penting," ujar Lieberman.

Selain oleh Lieberman, rancangan itu juga didukung oleh Perdana Menteri Benyamin Netanyahu.

"Israel adalah negara orang Yahudi dan negara demokratis tempat semua warga negara, baik Yahudi maupun non-Yahudi, menikmati hak yang setara... Siapa saja yang ingin bergabung harus mengakui kami," tegas Lieberman.

Sementara itu perwakilan Arab di Knesset terus menentang rencana itu dan menyebut pemerintah Israel sebagai abdi fasisme.

"Pemerintah Israel telah tunduk kepada Yisrael Beiteinu (Partai dari Lieberman) dan doktrin fasisnya," kata Ahmed Tibi seorang warga Arab duduk di kursi Knesset.

"Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang akan memaksa warga negaranya atau mereka yang ingin menjadi warga negara setempat untuk bersumpah setia kepada satu ideologi tertentu,' sesal Tibi.

Ketua Knesset, Reuven Rivlin, juga mengutuk rancangan itu.

"Hukum itu tidak akan membantu kita sebagai sebuah masyarakat maupun negara," tegas Rivlin.

"Sebaliknya akan mempersenjatai musuh dan lawan kita di dunia untuk mendukung separatisme dan bahkan menggunakan isu rasisme di dalam Israel," ucap Rivlin.

Anggota Partai Likud, partai Benyamin Netanyahu, seperti Dan Meridor, Benny Begin, dan Michael Eitan menolak rancangan undang-undang itu.

"Kenanglah hari ini. Ini adalah hari ketika Israel mengubah karakternya. Mulai sekarang kita akan hidup dalam negara yang secara resmi etnokratis, teokratis, nasionalistik, dan sekaligus rasis," sindir Gideol Levy, seorang tokoh liberal Israel, dalam artikelnya yang dimuat di harian Haaretz.
(Ber/A038/BRT)
 ANTARA

Menteri Pertahanan Cina Membahas Hubungan Dengan Indonesia Dan Singapura


0diggsdigg

HANOI, Oktober 12 (Xinhua) - Penasihat Negara Cina dan Menteri Pertahanan Liang Guanglie bertemu dengan menteri pertahanan Indonesia dan Singapura Selasa di sela-sela Rapat hubungan militer bilateral ASEAN pertama Menteri Pertahanan-Plus (ADMM-Plus).

Pada pertemuan dengan Menteri Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro, Liang mengatakan militer Cina berdiri siap untuk bekerja sama dengan militer Indonesia untuk memperluas kerjasama dan mengangkat hubungan militer bilateral yang lebih modern.

Purnomo mengatakan Indonesia ingin memperkuat kerjasama dengan China dalam konsultasi pertahanan, pelatihan militer, bantuan kemanusiaan dan isu-isu regional dan internasional lainnya.

Ketika pertemuan dengan Singapura Wakil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Teo Chee Hean, Liang mengatakan Cina dan Singapura mengalami kemajuan dalam kerjasama pertahanan dalam dua dekade terakhir.

China bersedia untuk memperkuat pertukaran dan berkoordinasi dengan Singapura dalam kerangka ADMM-Plus dan berkontribusi untuk perdamaian dan stabilitas regional.

Teo mengatakan Singapura dan China telah mendorong kerjasama dalam pertukaran militer yang lebih maju, dialog kebijakan dan bidang lainnya dalam beberapa tahun terakhir.

Singapura diharapkan kedua belah pihak untuk memperkuat pemahaman dan kepercayaan untuk memperluas kerjasama, dan terus memajukan hubungan militer bilateral, katanya.

Sumber: Xinhua / MIK

TNI Perlu Dilengkapi Pesawat Intai dan Pemukul


0diggsdigg

Pesawat Sukhoi TNI

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI, Fayakhun Andriadi, mengatakan selain pembangunan armada laut yang tangguh berupa pengadaan kapal-kapal selam modern dan kapal perang mutakhir, TNI sangat memerlukan pesawat-pesawat intai, pemukul, serta angkut pasukan.

"Pembangunan TNI Angkatan Udara pertama-tama difokuskan pada kebutuhan pesawat angkut sejenis Hercules. Saat ini yang layak terbang hanya sekitar 10 unit, padahal kebutuhannya minimal 45 unit sebagai tulang punggung logistik," ungkapnya di Jakarta, Kamis.

Selain pesawat angkut sejenis Hercules, menurut dia, juga pengadaan pesawat intai perbatasan, dan pesawat tempur pemukul yang terdiri atas minimal tiga hingga lima skuadron, merupakan kebutuhan urgen.

"Dan saya optimis PT Dirgantara Indonesia (DI) mampu memproduksi sejumlah kebutuhan TNI AU, dengan bekerjasama dengan pemegang merek pesawat-pesawat yang dimaksud," ujar politisi muda Partai Golongan Karya (Golkar) ini.

Pembangunan kekuatan gatra udara ini, lanjutnya, harus berjalan seiring dengan penguatan di dua gatra lainnya (laut dan darat).

"Khusus di laut, saya pernah nyatakan urgensi pengadaan kapal-kapal selam dan kapal-kapal perang modern yang ditempatkan di titik-titik strategis untuk mengawal wilayah Nusantara sebagai `archupelagic state` (negara kepulauan terbesar) di dunia," katanya.

Di gatra darat, Fayakhun Andriadi menunjuk kebutuhan mendesak pengadaan roket-roket maupun Rudal canggih untuk melindungi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Sekaligus untuk memberi efek getar kepada setiap lawan," katanya menambahkan.

Ia juga mengharapkan pemberian kepercayaan kepada semua industri strategis domestik berperan domionan dalam pemenuhan kebutuhan alat utama sistem persenjataan utama (Alutsista) TNI.

"PT PAL, PT Koja Bahari dan beberapa yang lain untuk kebutuhan gatra laut. Lalu PT DI untuk kebutuhan gatra udara, serta PT Pindad dan PT Krakatau Steel buat gatra darat. Kita sanggup kok," ujarnya.

Dengan pemenuhan semua kebutuhan tadi, ia optimistis, tujuan Swasembada Alutsista bisa tercapai pada akhir Rencana Strategis (Renstra) 2015.

"Bahkan, setelah itu harus mampu memasuki babak baru, yaitu mengekspor ke negara-negara sahabat. Apalagi saya sudah mendengar bahwa Vietnam, Kamboja, Filipina, Brunei, dan Thailand juga sangat berminat dengan produk-produk yang bisa diproduksi PT DI maupun PT Pindad tersebut," ujarya.

Fayakhun Andriadi juga optimistik, industri pertahanan Indonesia bisa menjadi BUMN yang prospektif dan memiliki keunggulan kompetitif di regional ASEAN.

Sumber: ANTARA

JK Melihat Kota Ramallah

GB
Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla melihat Kota Ramallah, Palestina dari Markas Pusat Palestina Red Crescent. (Humas PMI).
 
GB
Selain menghadiri pertemuan tahunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Palestina, JK juga berencana mengunjungi kamp pengungsi di Nablus dan Ramallah. (Humas PMI).
 
DETIK FOTO
 

Ahmadinejad Dielu-elukan Warga Libanon


Beirut - Kedatangan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ke Beirut, Libanon disambut meriah. Berdiri tegak di atas kendaraan terbuka yang membawanya dari bandara menuju istana kepresidenan, Ahmadinejad disambut sorak-sorai warga yang telah menanti di pinggir jalan. Banyak warga yang bahkan telah menunggu berjam-jam untuk melihat pemimpin berumur 53 tahun itu.

Di Beirut selatan, tempat markas kelompok Hizbullah pimpinan Hassan Nasrallah, Ahmadinejad dielu-elukan banyak orang.

"Dia orang yang hebat dan menyenangkan," kata Zynab Sharara, pelajar SMA. "Dia dicintai rakyat di sini karena dukungan yang diberikannya pada kami selama perang 2006," tutur gadis berumur 16 tahun itu.

Menurut Ali Moussa (39), ini merupakan salah satu hari terpenting dalam sejarah Libanon. "Dia simbol perlawanan kami terhadap musuh Israel," cetus Moussa. "Dia mempermalukan dunia Arab yang meninggalkan Libanon selama perang Juli 2006," cetusnya.

"Dia orang yang akan membantu merebut kembali tanah Palestina untuk rakyat Arab. Dia pahlawan dan dia layak mendapatkan penyambutan ini. Saya berdoa untuk orang ini," katanya.

Namun tidak semua orang menyambut hangat kedatangan Ahmadinejad. Sebuah surat terbuka yang ditandatangani 250 politikus, dokter, guru dan wartawan menuding Ahmadinejad mencampuri politik Libanon.

"Anda mengulangi apa yang telah dilakukan oleh orang lain sebelum Anda dengan mengintervensi urusan dalam negeri kami," demikian bunyi surat tersebut.

Dalam kunjungannya selama 2 hari di Libanon, Ahmadinejad bertemu sejumlah pejabat termasuk Presiden Michel Suleiman.

DETIK

BERITA POLULER