29 November 2010 -- Menyebut Markas Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat di Cijantung, Jakarta, bagi sebagian orang bisa membuat bulu kuduk ”merinding”. Selain catatan emas dalam sejarah Indonesia, sejak masih bernama Resimen Pasukan Khusus Angkatan Darat dan Komando Pasukan Sandi Yudha, ada juga kasus pelanggaran hak asasi manusia yang dituduhkan kepada anggota Kopassus pada masa Orde Baru.
Namun, Jumat (26/11), ada sedikit upaya mengendurkan kejerihan itu. Sejak pagi, lapangan di depan Markas Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus) diisi wartawan yang senam bersama prajurit. Acara dilanjutkan dengan menonton bagaimana penerjun Kopassus bisa mendarat dengan tepat di panggung empuk berukuran 2 meter x 2 meter. Lalu, dilanjutkan dengan mencoba senapan standar antiteror MP5 dengan peluru betulan.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Widjanarko sudah lama merencanakan acara itu. Salah satu tujuannya untuk membuat Kopassus tidak lagi ”seangker” sebelumnya. Tuan rumah, Komandan Jenderal Kopassus Mayor Jenderal TNI Lodewijk F Paulus menyambut rencana ini.
Lodewijk dengan santai menegur wartawan satu per satu dan melayani berbagai wawancara. Sesekali ia berkomentar. ”Wah, tak ikut senam, nih. Tak keringatan,” katanya kepada seorang wartawan yang terlambat.
Ia juga mendampingi beberapa wartawan yang dengan sukacita bergantian mencoba menembak dengan peluru tajam pada sasaran tembak di lapangan latih Kesatrian ini.
Komandan Satuan Antiteror 81 Letnan Kolonel (Inf) Nyoman Cantiaca bercerita, MP5 adalah senjata yang digunakan oleh hampir semua satuan antiteror di seluruh dunia. ”Soalnya praktis. Laras pendek. Jadi, cocok dengan ruangan kecil,” ujarnya.
Suasana santai terasa di Markas Komando Kopassus. Lodewijk juga dengan santai melayani berbagai wawancara, mulai dari fasilitas alat untuk Kopassus hingga masalah kerja sama dengan Amerika Serikat dan peranan anggota Kopassus dalam membantu penanganan bencana di Tanah Air.
Apa Kopassus membutuhkan senjata baru? ”Ada tiga kemampuan komando, para komando, dan penanggulangan teror. Tiga satuan ini mempunyai karakter yang berbeda. Nah, berkaitan dengan persenjataan itu, kita coba sesuaikan terus. Untuk para komando dukungan dari Pindad tidak masalah. Sandi Yudha dan Gultor yang coba kita pelihara terus sehingga level kita pada strata internasional terjaga,” kata Lodewijk.
Ia melanjutkan, ”Bulan depan ada 12 dari AS yang datang ke sini untuk bicarakan hal teknis, terkait pendidikan. Bulan depannya lagi, saya yang akan ke AS untuk membicarakan langkah pelaksanaannya.”
Di sela-sela percakapan, dia tidak henti-hentinya menawarkan makanan. ”Ini ada nasi goreng, kerupuk, kikil. Juga ada mi ayam,” ujar Lodewijk. Terasa tak ada keangkeran di tubuh Kopassus, seperti yang dikenal selama ini.
KOMPAS