Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menolak permintaan Presiden AS Barack Obama supaya mundur ke perbatasan tahun 1967.
Associated Press Selsa (24/5) melaporkan, Netanyahu mengklaim bahwa setiap perundingan damai harus menjamin keamanan rezim Zionis dan bahwa "Israel tidak mungkin kembali ke perbatasan tahun 1967 yang tidak dapat dipertahankannya."
Pernyataan itu ditujukan Netanyahu kepada sidang tahunan Komite Hubungan Publik Amerika-Israel (AIPAC) di Washington Senin (23/5).
AIPAC merupakan salah satu kelompok politik penekan yang paling kuat di AS yang mengeluarkan dana dalam jumlah besar kepada anggota parlemen AS untuk memastikan dukungan tanpa syarat dan komprehensif bagi rezim Zionis.
"Setiap kesepakatan perdamaian harus memperhitungkan perubahan demografis yang terjadi sejak tahun 1967," kata Netanyahu.
Obama dalam sambutannya pekan lalu bersikeras menegaskan bahwa masalah perbatasan 1967 harus menjadi dasar untuk melakukan pembicaraan langsung antara Israel dan Otoritas Palestina yang kini membeku.
Netanyahu juga mengatakan bahwa gerakan perlawanan Palestina Hamas bukan mitra bagi perdamaian dengan Israel.
Perdana menteri Israel juga menolak permintaan Palestina mengenai status Timur al-Quds (Yerusalem) sebagai ibukota negara Palestina di masa depan.
"Yerusalem tidak boleh lagi dibagi. Yerusalem harus tetap menjadi ibukota Israel raya." Katanya.
Israel menduduki al-Quds dan Tepi Barat dalam perang tahun 1967, kemudian mencaploknya.
Sementara itu, seorang pejabat Palestina hari Selasa (24/5) menyatakan bahwa Netanyahu mempertebal hambatan menuju perdamaian.
Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan kedua pihak harus memiliki dua negara "dengan batas-batas aman dan diakui berdasarkan garis-garis tahun 1967 dengan perbatasan yang disepakati bersama." (IRIB/PH)
IRIB
Associated Press Selsa (24/5) melaporkan, Netanyahu mengklaim bahwa setiap perundingan damai harus menjamin keamanan rezim Zionis dan bahwa "Israel tidak mungkin kembali ke perbatasan tahun 1967 yang tidak dapat dipertahankannya."
Pernyataan itu ditujukan Netanyahu kepada sidang tahunan Komite Hubungan Publik Amerika-Israel (AIPAC) di Washington Senin (23/5).
AIPAC merupakan salah satu kelompok politik penekan yang paling kuat di AS yang mengeluarkan dana dalam jumlah besar kepada anggota parlemen AS untuk memastikan dukungan tanpa syarat dan komprehensif bagi rezim Zionis.
"Setiap kesepakatan perdamaian harus memperhitungkan perubahan demografis yang terjadi sejak tahun 1967," kata Netanyahu.
Obama dalam sambutannya pekan lalu bersikeras menegaskan bahwa masalah perbatasan 1967 harus menjadi dasar untuk melakukan pembicaraan langsung antara Israel dan Otoritas Palestina yang kini membeku.
Netanyahu juga mengatakan bahwa gerakan perlawanan Palestina Hamas bukan mitra bagi perdamaian dengan Israel.
Perdana menteri Israel juga menolak permintaan Palestina mengenai status Timur al-Quds (Yerusalem) sebagai ibukota negara Palestina di masa depan.
"Yerusalem tidak boleh lagi dibagi. Yerusalem harus tetap menjadi ibukota Israel raya." Katanya.
Israel menduduki al-Quds dan Tepi Barat dalam perang tahun 1967, kemudian mencaploknya.
Sementara itu, seorang pejabat Palestina hari Selasa (24/5) menyatakan bahwa Netanyahu mempertebal hambatan menuju perdamaian.
Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan kedua pihak harus memiliki dua negara "dengan batas-batas aman dan diakui berdasarkan garis-garis tahun 1967 dengan perbatasan yang disepakati bersama." (IRIB/PH)
IRIB