Pages

Sunday, January 22, 2012

Beli Alutsista Sesuai Strategi

Sunday, 22 January 2012 

F16 C/D


JAKARTA– Pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI diharapkan lebih mengedepankan kualitas dan sejalan dengan strategi pertahanan yang dibutuhkan.


Pengamat militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie menuturkan, pengadaan alutsista TNI untuk memperkuat pertahanan memang sangat diperlukan. Hal ini juga telah disadari pemerintah dan DPR. Namun, setiap rencana pembelian hampir selalu menjadi pro dan kontra.Munculnya polemik tersebut karena sejumlah kalangan menilai Kementerian Pertahanan tidak mengindahkan aspek-aspek tersebut.

Pengadaan melalui hibah 24 unit F-16 dari Amerika Serikat dan rencana membeli 100 unit main battle tank (MBT) Leopard 2A6 milik Belanda adalah contoh polemik terhangatnya. Pengadaan itu ditentang karena baik F-16 maupun Leopard yang hendak dibeli sama- sama barang bekas sehingga kualitasnya diragukan. Pemerintah beralasan dengan membeli alutsista bekas, jumlah yang didapat bisa jauh lebih banyak ketimbang mendatangkan yang baru.

“Tank Leopard ini memang bisa memberi efek deterrence besar.Tapi harus dilihat bagaimana masa gunanya, jangan hanya lihat kuantitas seperti ketika menerima hibah F-16,” ujar Conni saat dihubungi SINDOkemarin. Dia menerangkan,24 unit F- 16 bekas tersebut tidak lebih baik ketimbang apabila pemerintah membeli 10 pesawat tempur baru generasi anyar. “Pesawat itu bisa langsung habis dihancurkan musuh ketika (pesawat) masih di darat. Kita pasti kalah.Lebih baik sedikit tapi berkualitas,” sebutnya.

Seharusnya setiap pengadaan alutsista diserahkan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Namun, tetap harus ada road mapyang utuh sebagai patokan dalam membangun pertahanan.“ Sekarang ini kita kelihatan sekali tidak punya arah. Anggaran naik sedikit,dimainkan politik,”ungkap dia. Menurut Conni, sekarang ini ada konstelasi politik kedua yang paling strategis, tapi masih luput dari perhatian pemerintah, yakni keberadaan Selat Leti dan Selat Wetar yang menghubungkan dua negara tetangga,Australia dan Timor Leste.

Di sana juga ada 19 pulau kaya akan sumber daya alam tak terbarui. Tapi,blok strategis itu tidak diimbangi pertahanan yang kuat. Perhatian pemerintah masih terfokus pada Selat Malaka. “Kalau Anda berdiri di pantainya, tiap beberapa jam sekali bisa melihat punggung kapal selam bertenaga nuklir melintas. Itu milik Amerika Serikat dan Australia,” beber Conni.

Padahal dalam sejarah peperangan, lanjut dia, ada tiga hal yang bisa memicu perang, yakni agama, resources (SDA), dan trade (perdagangan).Karenanya, dalam strategi pertahanan jangan memandangnya seolah-olah tidak ada perang. “Aneh kalau berpikir seperti itu (tidak ada perang). Kita itu kaya resources,jantungnya Asia itu kita,”Conni mengingatkan.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin menuturkan, polemik rencana pembelian alutsista mencuat setelah muncul besaran anggaran yang diperlukan.“Karena (pengadaan) itu harus ada persetujuan DPR juga,”sebutnya. Dengan membeli Leopard bekas, lanjut dia, dengan anggaran yang sama pemerintah bisa mendapat tank lebih banyak.

“Pengadaan Leopard juga sudah sesuai dengan defence strategy kita. User (TNI AD) juga sudah meninjau ke lapangan untuk melihat spesifikasi teknisnya,”kata Hartind. Hartind mengakui adanya kelemahan dalam pertahanan di jalur yang masuk dalam alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) III itu. “Semua ALKI kita prioritaskan. Di ALKI III ada selat yang ke Australia masih sering jebol,”imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menegaskan, DPR setuju dilakukan pengadaan perlengkapan yang canggih untuk TNI. “Tapi pemilihannya harus selektif, memperhatikan jangka panjang, dan harus melibatkan (industri pertahanan) dalam negeri,”ujarnya. Menurut dia, hasil kajian Litbang Kementerian Pertahanan pada 2009–2010 menyebutkan Indonesia butuh tank medium, bukan heavy tank seperti MBT Leopard.

sumber : SINDO

5 comments:

  1. Lebih baik pakai second yg berumur 10 tahun, daripada mempertahankan yg sudah uzur dan dibanggakan karena beli baru. Anggota K1 jgn cuma menolak, kalo ngga setuju beri solusi, jgn hanya pintar "menggonggong".

    ReplyDelete
  2. Saya sgt setuju bhw pertahanan kita hrs tetap dibangun, bkn krn mau menghadapi perang, tapi utk antisipasi n sekaligus pencegahan thd pelanggaran wilayah kedaulatan NKRI. Hal ini disadari,bhw negara kita adlh negara kaya resources. Sbg pembanding, kita bs melihat Singapura yg hanya secuil wilayahnya, namun negara tsb merupakan zona perdagangan yg sangat sibuk, utk itulah negarax sgt konsisten membangun kekuatan pertahanan negarax.

    Pada sisi lain, kita juga perlu sadari bhw wilayah kita sgt luas, jd utk mengcover luas wilayah tsb sangat dibutuhkan ketersediaan alutsista dlm jumlah yg besar. Penyediaan tsb tentunya harus ditunjang oleh perekonomian yg kuat n bagus. Pertanyaanx, apakah Indonesia sudah mampu memenuhinya? Padahal kemampuan pertahanan negara utk mengcover wilayah tsb tdk bisa ditawar2 lagi. Pengadaan alutsista baru, Indonesia hanya mampu beli dlm jumlah sedikit, pd kenyataanx juga blm bisa mengcover wilayahnya yg luas. Indonesia beli barang scond, tp bisa membeli alutsista dlm jumlah byk tanpa mengesampingkan kualitas, efek positif yg didapat adalah Indonesia mampu mengcover wilayahx walaupun masih pd tingkat MEF hingga 2014. Dari pertimbangan tsb, memang Indonesia saat ini akan lebih bijak mengutamakan kuantitas, walaupun dlm pelaksanaanx bhw kualitas tetap harus jadi bahan pertimbangan. Kelak, jika negara kita sudah benar2 kuat dlm berbagai sektor n kemampuan industri strategis kita sudah lebih baik, tentunya kebijakan tersebut akan n harus dirubah, yaitu pengutamaan kualitas n kemandirian alutsista dari produk dalam negeri.

    Saat ini ada hal yg perlu kita pahami bersama, bhw barang scond bukan berarti tdk berkualitas, hal ini tergantung kejelian kita dlm memilih n mencermati barang yg akan kita beli. Barang barupun juga belum tentu lebih berkualitas, sbg contoh kita beli mobil baru dg merk toyota, kemudian kita bandingkan dg beli mobil mercy scond tapi jarang dipakai pemilikx or bahkan tdk pernah. Pertanyaanya, apakah mobil mercy tsb sudah kalah kualitasx? Jawabx tentu tidak..

    Majulah terus TNI.. Jayalah Indonesia..

    ReplyDelete
  3. Conni itu siapa sih? asal mangap...logika f-16 dapat dihabisi di darat itu gmn? apa kita gak punya radar? trus yang menghabisi itu apa? klo head to head kan spek F-16 hibah nanti kurang lebih sama dengan milik singapura...lagian, gimana mau beli 10, beli 6 aja DPR ribut mulu...

    ReplyDelete
  4. pesawat yg berkualitas jg tetap bs dihancurkan didarat.it cara menilai yg keliru.namany jg pesawat udara,y kodratny diudara,brkualitas atw tdk,ditentukan di udara,bkn didarat.lgpl apa kita tdk memiliki satuan radar,satuan rudal dan penangkis rudal atw serangan udara,smp sdmikian mudahny pesawat2 kita dihancurkan di darat? Kalo bcr kesana,semua sistem terintegrasi menjadi pertahanan yg kuat.tdk hanya satu jenis alutsista saja bs dnamakan sebuah pertahanan.

    ReplyDelete
  5. yah itulah kalo tidak melihat dari segala sudut, asal tau saja perkembangan teknologi radar adalah tumpuan yang dilakukan terus menerus bahkan dizaman BK, lucu kalau semua radar kita ga bisa nangkap sinyal musuh, harusnya yang dibicarakan adalah bagaimana peningkatan kekuatan radar kita dan DPR mau mengesahkan anggaran lebih untuk modernisasi itu.

    ReplyDelete

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK